Kamis, 12 Desember 2013

Wasganis Harus Mampu Orasikan GPS dan Mengenali Jenis Pohon



PALANGKA RAYA – Agar petugas pengawas tenaga teknis (Wasganis) dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan maksimal, maka mereka tidak cukup hanya mempunyai kemampuan pengukuran dan pengujian hasil hutan kayu, namun juga harus memiliki dan bisa mengoprasikan global positioning system (GPS) dan kemampuan pengenalan jenis pohon.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sipet Hermanto, dalam sambutannya pada Pemibinaan Pengawas Tenaga Teknis (Wasganis) Pengelolaan Hutan Produksi Lesatri, di hotel Aquarius, baru-baru ini mengatakan, Wasganis harus memiliki dan mampu meoprasikan GPS.
Ini diras perlu, karena mereka harus mencek atau memeriksa apakah kayu-kayu yang di syahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) itu bersal dari blok tebangan yang sah atau tidak.
Selain itu, yang juga harus dimiliki oleh petugas Wasganis tersebut adalah kemampuan pengenalan jenis pohon yang telah ditebang. kalau mereka tidak memiliki kemampuan itu, maka ada kemungkinan kesalahan pengelompokan, sehingga ada potensi kerugian negar bukan pajak di situ, karena selisih tarip dan termasuk dana reboisasinya.
Sebab untuk dana reboisasi, untuk jenis kelompok kayu indah yaitu sebesar 18 dolar per m kubika, jenis meranti 16 dolar per m kubik, dan rimba campuran 13 dolar per m kubik, ujarnya.
“Jadi tidak cukup anda-anda petugas sebagai Wasganis tersebut hanya memiliki kemampuan keterampilan untuk melakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan kayu. Tidak cukup,” tegasnya.
Untuk itu, Wasganis yang ada harus ditunjang untuk mengoprasionalkan GPS dan kemampuan pengenalan jenis kayu yang sudah ditebang, “ini wajib hukumnya,” lanjut Sipet.
Namun yang tidak kalah pentingnya, bahwa Wasganis tersebut harus mandiri, sehingga tidak harus tergantung dengan fasilitas dari unit manajemen atau perusahaan tersebut. Ini dinilai penting dalam rangka melakukan fungsi dan tugas pengawasannya secara independen.
Beberapa hal tersebut dinilai penting, ujar Sipet, dalam upaya untuk memaksimalkan penerimaan negara dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sehingga pada pemibinaan Wasganis pengelolaan hutan produksi lesatri ini dapat mendiskusikan apa yang menjadi kelemahan atau kendala yang ada dilapangan agar dapat dicarikan jalan keluarnya.
Ini dinilai penting mengingat tugas dan tantangan kedepan tidak semakin mudah sehingga mereka harus menyesudikan dengan dinamika tantangan kehuatan kedepan, ujar Sipet.
Sehingga kegiatan ini maka diharapkan dapat berkolerasi dengan terjadinya perbaikan dan petugas Wasganis mampu melakukan pengawasan terhadap unit manajemen dengan lebih maksimal, sehingga kalau terjadi penyimpangan dari rencana kerja, maka hal tersebut dapat dideteksi secara dini, ujar Sipet.dkw