PALANGKA RAYA – Pada 2014 ini
tugas dari Dinas Pertanian dan Peternakan Provini Kalteng tidaklah semakin
mudah, karena pada 2014 ini selain target produksi padi sebesar 10 juta ton,
namun juga target swasembada daging. Sementara Kalteng masih kekurangan sekitar
2.600 ekor sampi per tahunnya.
Kepala Dinas Pertanian dan
Peternakan Provini Kalteng Tute Lelo, dalam sambutannya pada rapat evaluasi
program kegiatan tahun angaran 2013 dan sikronisasi oprasional kegiatan (SOK)
tahun anggaran 2014 dengan kabupaten/kota se Kalteng, di hotel Grand Sakura,
belum lama ini mengatakan, target produksi pada 2014 yaitu 10 ton.
Dan ia bersyukur, bahwa target yang
diberikan kepada pihaknya tersebut bisa tercapai. Sementara untuk daging sapi,
pada 2014 ini targetnya adalah swasembada daging “ini yang berat,” tegas Tute.
Kalau dilihat dari populasi sapi,
ujar Tute, Provinsi Kalteng dinilai sudah surplus, karena populasi sapi di
daerah ini mencapai sekitar 59.000 ekor, sementara kebutuhannya hanya sekitar
35.000-36.000 ekor per tahun.
Namun, dari jumlah populasi ternak
sapi di provinsi Kalteng sebanyak 59.000 ekor tersebut ada yang betinak dan
anak yang tidak bisa dipotong “makanya kita masih kekurangan sekitar 2.600 ekor
per tahun, untuk menutupi kebutuhan kita,” tegasnya.
Untuk itu, Dinas Pertanian dan
Peternakan Provini Kalteng harus berkerja keras dan terus mendorong
pengembangan peternakan di daerah ini. Karena, untuk pemenuhan swasembada itu
dinilai sangat mustahil apabila hanya mengharapkan angaran dari Pemerintah saja.
Sehingga pihaknya akan terus
mendorong pihak swasta untuk turut mengembangkan populasi sapi di daerah ini,
yaitu melalui integrasi sawit sapi dan beberapa perusahaan sudah mengajukan
permohonan untuk memasukan bibit sapi dan sudah diberikan rekomendasi, ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Pembibitan
Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
RI Abubakar mengatakan, Kateng sangat berpotensi untuk pengembangan ternak.
Bahkan dia menilai bahwa pengembangan ternak
sampi dengan program integrasi sawit-sapi yang dilakukan di beberapa perkebunan
besar di daerah ini dinilai lebih efisien bila dibandingkan pengembangan ternak
sapi yang dilakukan di Australia “jauh lebih efisien,” tegasnya.
Karena, makanannya bisa dari daun atau
pelepah kelapa sawit atau rumput-rumput yang ada di sekitar perkebunan itu.
Sehingga tanpa perlu disemprot dengan racun, rumputnya akan bersih karena
dimakannya.
Berdasarkan tinjauanya ke beberapa perkebunan
besar swasta di daerah ini, bahwa sapi yang dikembangkan dengan program
sawit-sapi tersebut sangat gebuk-gemuk, jinak, dan bersih, ungkapnya.
Selain itu, tanah di sekitar perkebunan
tersebut akan subur dan bisa menghemat pupuk sekitar 30-40 persen “jadi sangat
efisien. Jadi menurut saya (program sawit-sapi) ini harus kita dorong, karena
di Kalteng ini sangat banyak perusahaan kelapa sawit,” tegasnya.
Untuk itu, kedepan program ini harus terus di
dorong, mengingat luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai sekitar 9
juta hektare, sehingga kalau semuanya mengembangkan program sawit-sapi ini,
maka jumlah ternak sapi di Indonesia akan semakin banyak.
Hal-hal yang seperti
ini harus terus didorong, ujarnya, sehingga apa yang diharapkan oleh pendiri
bangsa ini dapat tercapai “bahwa kita harus mandiri, harus berdiri di kaki kita
sendiri. Kalau tidak kita akan terpuruk, impor trus,” tegasnya.dkw