Kamis, 12 Desember 2013

Dukung Plasam, Dishut Lakukan Inventarisasi Persoalan



PALANGKA RAYA – Untuk mendukung pembangunan perkebunan plasma di daerah ini, Dinas Kehutanan Provionsi Kalteng melakukan inventarisasi persoalan yang dihadapi oleh dunia usaha perkebunan di Kalteng ini.
Kepala Dinas Kehutanan Provionsi Kalteng Sipet Hermanto saat ditemui di sela-sela temu investor perkebunan besar se Kalteng, di Swiss Belhotel Danum, baru-baru ini mengatakan, melalui pertemua ini pihaknya juga akan melakukan inventarisasi untuk mengetahui persoalan yang dihadapi oleh dunia usaha perkebunan di Kalteng.
Hal tersebut pihaknya lakukan dengan menggiring atau mengacu pada perusahaan yang sudah clean and clear atau sudah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dar segi kehutanan. Sementara perusahaan yang sudah clean and clear di Kalteng ini yaitu sebanyak 86 unit.
Namun ada sekitar 82 yang sudah oprasional dilapangan namun perizinanya masih berproses. Terkait hal itu, pihaknya telah melaksanakan review dan berdasarkan data yang mereka miliki, ada 42 unit perusahaan perkebunan dengan total luasan sekitar 1,9 juta hektare yang sudah mendapatkan izin prinsip pelepasan kawasan hutan.
Sehingga ini harus dicermati, karena tinggal satu langkah lagi menuju pelepasan kawasan, namun kenapa sampai saat ini hal tersebut belum selesai. Sementara di izinan prinsip pelepasan kawasan hutan tersebut juga ada jangka waktunnya, yaitu satu tahun dan bisa diperpanjang dua kali kalau belum selesai, ungkapnya.
Dalam kesempatan itu ia juga mengatakan, untuk menghindari terjadinya kecemburuan sosial yang bisa berakibat pada konflik sosial, sebenarnya sudah jelas dukungan atau keberpihakan dari sisi kehutanannya kepada masyarakat, yaitu melalui Peraturan Menteri Kehutanan No P.33/Menhut-II/2010 tentang tata cara pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Karena dalam peraturan itu memperhatikan kemungkinan terjadinya konflik atau kecemburuan sosial. Untuk itu, pada saat akan disetujuinya izin prinsip pelepasan kawasan hutan, maka izin usaha perkebunan wajib membuat surat pernayataan untuk mengalokasikan 20 persen dari areal yang akan dilepaskan tersebut bagi kepentingan plasma.
“Sehingga dari sisi kehutanan sebenarnya sudah mengakomodir itu (menghindari terjadinya konflik), karena sebelum mereka (perkebunan) mendapatkan izin prinsip pelepasan meweka, mereka wajib menyiapkan 20 persen dan membuat pernyataan,” tegasnya.
Sementara didalam peryataan itu menyatakan, apabila tidak merealisasikan yang 20 persen tersebut, maka meski setelah diberikanya izin pelepasan, maka izin pelepasan kawasan tersebut bisa dicabut oleh Kementerian Kehutanan, ujarnya.
Jadi tinggal bagaimana pengawasan dan pengendalian pungsi-pungsi pengendalian oleh SKPD teknis. Kendati demikian, persoalannya memang tidak semudah itu, karena ada banyak izin usaha perkebunan ini yang sudah eksis karena keterlanjuran,” ungkapnya.dkw