PALANGKA RAYA – Untuk mendukung pembangunan perkebunan plasma di
daerah ini, Dinas Kehutanan Provionsi Kalteng melakukan inventarisasi persoalan
yang dihadapi oleh dunia usaha perkebunan di Kalteng ini.
Kepala Dinas Kehutanan Provionsi Kalteng Sipet
Hermanto saat
ditemui di sela-sela temu investor perkebunan besar se Kalteng, di Swiss
Belhotel Danum, baru-baru ini mengatakan, melalui pertemua ini
pihaknya juga akan melakukan inventarisasi untuk mengetahui persoalan
yang dihadapi oleh dunia usaha perkebunan di Kalteng.
Hal tersebut pihaknya lakukan dengan menggiring atau mengacu pada perusahaan yang sudah clean and clear atau sudah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dar segi
kehutanan. Sementara perusahaan yang sudah clean and clear di Kalteng ini yaitu sebanyak 86 unit.
Namun ada sekitar 82 yang sudah oprasional dilapangan
namun perizinanya masih berproses. Terkait hal itu, pihaknya telah melaksanakan review dan berdasarkan data yang mereka miliki, ada 42 unit perusahaan
perkebunan dengan total luasan sekitar 1,9 juta hektare yang sudah mendapatkan
izin prinsip pelepasan kawasan hutan.
Sehingga ini harus dicermati, karena tinggal satu
langkah lagi menuju pelepasan kawasan, namun kenapa sampai saat ini hal tersebut belum selesai. Sementara di izinan
prinsip pelepasan kawasan hutan tersebut juga ada jangka
waktunnya, yaitu satu tahun dan bisa diperpanjang dua
kali kalau belum selesai, ungkapnya.
Dalam kesempatan itu ia juga mengatakan, untuk
menghindari terjadinya kecemburuan sosial yang bisa
berakibat pada konflik sosial, sebenarnya sudah jelas
dukungan atau keberpihakan dari sisi kehutanannya
kepada masyarakat, yaitu melalui Peraturan
Menteri Kehutanan No P.33/Menhut-II/2010 tentang tata cara pelepasan kawasan
hutan produksi yang dapat dikonversi.
Karena dalam peraturan itu memperhatikan kemungkinan
terjadinya konflik atau kecemburuan sosial. Untuk itu, pada saat akan
disetujuinya izin prinsip pelepasan kawasan hutan, maka
izin usaha perkebunan wajib membuat surat pernayataan untuk
mengalokasikan 20 persen dari areal yang akan dilepaskan tersebut bagi
kepentingan plasma.
“Sehingga dari sisi kehutanan sebenarnya sudah
mengakomodir itu (menghindari terjadinya konflik), karena sebelum
mereka (perkebunan) mendapatkan izin prinsip pelepasan meweka, mereka
wajib menyiapkan 20 persen dan membuat pernyataan,” tegasnya.
Sementara didalam
peryataan itu menyatakan, apabila tidak merealisasikan yang 20 persen tersebut, maka
meski setelah diberikanya izin pelepasan, maka izin
pelepasan kawasan tersebut bisa dicabut oleh Kementerian Kehutanan, ujarnya.
“Jadi tinggal bagaimana
pengawasan dan pengendalian pungsi-pungsi pengendalian oleh SKPD teknis.
Kendati demikian, persoalannya memang tidak semudah itu, karena ada banyak izin
usaha perkebunan ini yang sudah eksis karena keterlanjuran,” ungkapnya.dkw