Kamis, 12 Desember 2013

Kalau Tidak Diatur, Persoalan TV Kabel akan Menjadi Bom Waktu



Makassar – TV kabel memiliki peluang bisnis yang cukup besar dalam memberikan hiburan dan informasi kepada masyarakat, sehingga persaingan bisnispun akan terjadi. Agar tontonan tersebut dapat mendidik dan berkualitas, serta tidak terjadi gesekan antar sesame pengusaha TV kabel, maka keberadaanya memang pelu diatur.
Pemilik Prima Vision (TV kabel pertama di Makassar) yang juga sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha TV kabel Sulawesi Selatan Rahman Halid mengatakan, TV kabel ini kalau tidak diatur maka akan menjadi bom waktu. Sehingga harua ada standar operasional prosedurnya (SOP) perizinanya, isi siaran, wilayah oprasi, dan yang lainnya.
Mengingat perkembangan TV kabel ini sangat pesat, sehingga menjadi salah satu pilihan bisnis masyarakat, bahkan keberadaan TV kabel di daerah itu dinilai sudah menjadi industry rumah tangga. Karena keberadaannya sampai ketingkat kecamatan, sehingga satu kecamatan minimal ada satu pengusaha TV Kabel, ujarnya.
Karena untuk usaha TV kabel yang sekala kecil, itu hanya memerlukan modal awal sekitar Rp30-40 juta saja.  
Melihat peluang dan tantangan mengenai keberadaan TV kabel di daerah itu, sehingga Pemerintah Daerah membuat Perda mengenai TV kabel dan dititik beratkan pada pengaturan dan pengawasan, sehingga tidak ada retribusi dan hanya dikenakan pajak 10 persen untuk PPN.
Ini menjadi penting, mengingat TV kabel ini juga menyerap tenaga kerja, membantu memberikan informasi dan hiburan kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang blengspot. Disisi lain isi siaran tersebut diharapkan dapat berkualitas dan mendidik.
Sementara pengusaha TV kabel tersebut ada yang sudah mengatongi izin, namun ada juga yang belum. Untuk itu, Pemerintah dirasa perlu untuk melakukan pembinaan atau merangkul para pengusaha TV kabel tersebut, mengingat regulasi yang ada saat ini dinilai masih belum cukup untuk mengatasi berbagai persoalan mengenai TV kabel yang ada saat ini, ujarnya.
Terpisah, Ketua KPID Provinsi Sulawesi Selatan Rusdin Tompo mengatakan, problem terbesar TV kabel adalah pada legalitas lembaga penyiarannya, legalitas kontenya, dan tidak kalah pentingnya adalah keberdaan konten-konten yang bisa bertentangan dengan nilai-nilai kesopanan, kesusilaan, dan kearipan lokal, “inilah, maka Perda mengeni TV kabel itu diperlukan,” tegasnya.
Selain beberapa hal tersebut, namun yang lebih penting adalah soal peta wilayah layanan, karena di dalam UU penyiaran maupun PP 52/2005 tentang penyelenggaraan peyiaran lembaga penyiaran berlangganan serta Permen yang  mengatur tentang itu dinilai tidak cukup jelas mengenai peta wilayah layanan, lanjutnya.
Namun yang masih menjadi kendala utama dan terjadi disemua daerah adalah mengenai sensor internal dari lembaga penyiaran tersebut, mengingat itu memerlukan peralatan tertentu dan diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk itu, ujarnya.
Sementara Ketua KPID Kalteng Jhon Retei Alfrisandi juga mengatakan hal yang serupa, bahkan untuk sensor internal oleh lembaga penyiaaran dinilai cukup sulit, sehingga pihaknya mendorong agar sensor tersebut dilakukan oleh content provider.
Disisi lain, kewenangan KPID juga sangat terbatas, karena pihaknya hanya bias menegur. Sementara untuk TV Nasional, pihaknya hanya bias menegur, itupun hanya yang terkait 10 persen mengenai siaran lokal KPID tidak ada kewenangan untuk mencabut,” tegasnya.dkw