PALANGKA RAYA – Direktur Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Haryono, dalam sambutanya pada acara pertemuan
tindak lanjut kerjasama komoditi kelapa sawit, di hotel Aquarius, Selasa (12/11)
mengatakan, kelapa sawit merupakan komoditi ekspor unggulan untuk sektor
non-migas.
Bahkan
pada 2012, ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 24,3 juta ton dengan nilai
20,1 miliar dolar Amerika. Tingkat ekspor tersebut naik signifikan bika
dibandingkan dengan volume ekspor pada 2011 yang hanya 21 juta ton dengan total
nilai 19,7 miliar dolar Amerika.
Jika
dilihat dari pertumbuhannya, minyak sawit memiliki pertumbuhan ekspor yang
cukup tinggi yaitu sebesar 15,9 persen per tahunnya. Dari sisi kontribusi
terhadap produk domestik bruto (PDB),
minyak sawit menyumbang devisa sebesar 12,8 persen dari total devisa yang
dihasilkan oleh sektor non-migas.
Sementara
dari sisi produksi, produksi minyak sawit pada 2012 mencapai 28 juta ton dengan
total luasan lebih dari 9 juta Ha di seluruh Indonesia dengan sentra produksi
di wilayah Sumatera dan Kalimantan dengan luasan mencapai 8,1 juta Ha atau 95
persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit Nasional.
Sebagian
besar perkebunan kelapa sawit Indonesia merupakan perkebunan swasta, perkebunan
rakyat, dan hanya sebagian kecil merupakan perkebunan besar negara. Pada 2012,
luas perkebunan kelapa sawit swasta Nasional mencapai lebih dari 4,5 juta Ha
yang diikuti oleh luas perkebunan sawit rakyat mencapai 3,8 juta Ha, ujarnya.
Ini
menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit swasta Nasional dan perkebunan sawit
rakyat memegang peranan penting dalam perekonomian Nasional melalui pengembangan
industri minyak sawit.
Namun,
ekspor minyak sawit menghadapi hambatan berupa tuduhan negatif terkait
pengembangan minyak sawit di Indonesia antaralain seperti pengembangan sawit
dan perusakan lingkungan, minyak sawit dan isu gangguan kesehatan, dan
pengembangan sawit dan pelanggaran HAM, ujarnya.
Menghadapi
berbagai isu tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian
bersama dengan stakeholder minyak sawit Indonesia, sejak 2007 melakukan
advokasi untuk minyak sawit ke beberapa negara tujuan ekspor seperti Perancis,
Spanyol, Jerman, Rusia, Italia, Cina, Australia dan Amerika Serikat melalui penyelenggaraan roundtable dialog on sustainable palm oil.
Kegiatan
tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar tentang pengembangan
industri sawit Indonesia, serta melindungi dan mempertahankan kepentingan
pemasaran minyak sawit ke negara tujuan ekspor. Bahkan pada 2013, kegiatan
tersebut dilaksanakan di Inggris dan Belanda,
ujarnya.
Pengembangan
kelapa sawit berkelanjutan melalui penerapan ISPO juga merupakan wujud komitmen
Pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada
2020, serta penerapan manajemen lahan gambut berkelanjutan di sentra-sentra
produksi kelapa sawit, lanjutnya.
Sementara
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan
oleh staf ahli Gubernur Bidang Hukum, Politik, dan HAM Kristanto Laju
mengatakan, pengembangan sub sektor perkebunan merupakan salah satu prioritas
program pembangunan daerah provinsi Kalteng dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan potensi sumberdaya serta nilai tambah dan efek berganda positif bagi
pertumbuhan ekonomi daerah, kemakmuran rakyat, dan kelestarian lingkungan hidup.
Sehingga pengembangan
perkebunan besar harus terintegrasi dari sektor hulu sampai hilir secara
berkelanjutan, ujarnya.dkw