Minggu, 03 April 2011

Vonis Wardian, Cermin Ketidakadilan

2011-02-26  
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA, Vonis enam bulan penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Sampit terhadap Wardian, warga Desa Sembuluh, Kecamatan Sembuluh, Kabupaten Seruyan, karena didakwa mencuri buah sawit, dinilai sebagai bentuk ketidakadilan terhadap masyarakat.
Arie Rompas, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng kepada Tabengan, Jumat (25/2), menegaskan, keputusan itu sangat tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat lokal. Pemotongan tandan sawit yang dilakukan Wardian  merupakan bentuk protesnya terhadap PT Salonok Ladang Mas (SLM) yang telah mengambil lahan miliknya dan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya.
Di persidangan, jelas Rio, panggilan akrab Arie Rompas, diungkapkan bahwa tanah tersebut masih dalam sengketa dan PT SLM mengetahui hal tersebut. Dengan demikian secara hukum belum ada kepemilikan secara sah atas tanah tersebut.
Di persidangan telah disebutkan tindakan Wardian itu hanya sebagai bentuk protes, namun Wardian malah dituduh mencuri buah sawit di perkebunan tersebut. Bila terjadi pencurian tentu ada sebuah kerugian, dan ada keinginan untuk memiliki. Tapi, tandan sawit itu dipotong Wardian dari pohonnya dengan  saksi dari pihak perusahaan dan kepolisian.
Dalam persidangan, lanjut Rio, saksi tidak ada yang menyebutkan tandan sawit tersebut dibawa dan digunakan untuk kepentingan Wardian. Karena itu, unsur-unsur pencurian seperti menyuruh seseorang untuk melakukannya dan memiliki dari buah sawit tersebut tidak dapat terpenuhi.
Lebih lanjut Rio menilai, dalam persidangan tersebut persoalan tanah tidak diprioritaskan, meskipun menjadi pemicu terjadinya konflik. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan dari lembaga hukum, baik Kepolisian, Pengadilan, dan Kejaksaan. Karena pihaknya tidak melihat persoalan ini diselesaikan secara berkeadilan.
Dengan kejadian ini, ujar Rio, akan membuka lebar kesempatan para pemilik modal mengusai tanah masyarakat. Perusahan dengan kekuatan modalnya bisa membayar Kepolisian dan Pengadilan untuk memutuskan vonis yang tidak adil bagi masyarakat.
Rio menganggap hal ini merupakan cara-cara yang sistematis untuk merampas hak-hak rakyat. Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan, perkebunan sawit adalah salah satu upaya yang sangat berpotensi untuk melanggar HAM.
Seharusnya pemerintah sudah mengambil tindakan dan langkah-langkah strategis terhadap konflik yang muncul akibat keberadaan perkebunan kelapa sawit. Pemerintah menghentikan pembukaan perkebunan kelapa sawit dan mempertegas hak-hak kelola rakyat agar tidak mudah dirampas perusahaan.
Tidak hanya itu, lembaga hukum seharusnya juga bisa melihat secara adil sumber-sumber terjadinya konflik tersebut dan jangan hanya dari segi hukum formil. Sebab, apabila hal tersebut tidak dilakukan, persoalan serupa akan terus terjadi dan membuat masyarakat menjadi tidak percaya dengan sistem hukum. “Apabila hal tersebut terjadi, akan menjadi persoalan besar bagi Negeri Ini,” kata Rio.
Ke depan, agar persoalan seperti ini tidak terus terjadi, Rio memberikan solusi, hentikan pembukaan perkebunan kelapa sawit dan mereformasi sistem hukum serta peraturan agraria di Indonesia, karena aturan tersebut belum mencerminkan keadilan agraria.
Faktanya, tanah masyarakat belum dilindungi dan tanpa kepastian hukum, sehingga sangat mudah dirampas. Sebab, hanya dengan modal izin prinsip, perusahaan sudah bisa membuka lahan, sementara masyarakat sangat bergantung pada tanah dan lingkungan tersebut. dkw