Minggu, 24 April 2011

Menata Wisata Kuliner Jembatan Kahayan

Wisata Kuliner di Bawah Jembatan Kahayan
24-04-2011 00:00 
Harian Umum Tabengan, 
Di usia yang sudah mencapai lebih setengah abad, wajah Kota Palangka Raya terus ditata. Upaya itu juga meliputi pengembangan sarana dan prasarana hiburan. Termasuk, rencana merelokasi wisata kuliner di bawah Jembatan Kahayan.
Terencana, aman, nyaman, tertib, indah, dan keterbukaan. Itulah artikulasi dari kata ‘Cantik’ yang dilekatkan dengan Kota Palangka Raya. Upaya ke arah itu pun terus dilakukan dan menjadi suatu keharusan. Sebagai ibukota provinsi, kemajuan Palangka Raya dari berbagai sisi cerminan kemajuan Kalteng secara keseluruhan.
Berbagai program telah dilakukan pemerintah kota. Selain program pengembangan sosial, politik, budaya, sisi hiburan dan pariwisata juga tak luput dari perhatian. Berkembangnya kedua sisi tersebut berkait erat dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sejumlah titik kota yang dianggap berpotensi mendukung kemajuan sisi hiburan dan kepariwisataan pun dikembangkan. Salah satunya, kawasan bawah Jembatan Kahayan.
Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah memberikan fasilitas tempat bagi masyarakat untuk menjadikan kawasan itu sebagai lokasi wisata kuliner. Alhasil, di lokasi itu kini terdapat sekitar 16 tenda penjual berbagai jenis makanan.
Susi dan Siti adalah di antara pengusaha yang membuka tenda dagangan di kawasan itu. Sesuai ketentuan, mereka membuka usaha dagangan makanan dari pukul 07.00 WIB-17.00 WIB. Per hari, mereka juga mesti membayar dana kebersihan sebesar Rp5.000. Selain itu, setiap seminggu, diwajibkan membayar uang air bersih, juga Rp5.000.
Menurut Susi, tempat itu setiap hari selalu dipadati warga untuk bersantai, terutama kalangan menengah ke bawah dan para remaja. Sebab, harga makanan yang dijual pedagang di sini relatif terjangkau.
Susi yang menjual soto, nasi goreng, bakso, dan beberapa jajanan ringan lain, mematok harga dagangan Rp7.000-Rp12 ribu per porsi. Di waktu-waktu tertentu, pendapatan kotor mereka dari berjualan makanan bisa mencapai Rp1 juta lebih per hari. Susi pun mengaku, ekonomi keluarganya cukup terbantu dengan membuka usaha di situ.
Kendati demikian, ia tetap memberikan masukan bagi pemerintah agar kawasan itu lebih berkembang di masa mendatang. Menurutnya, untuk memberikan kenyamanan bagi para pengunjung, seharusnya dibuat fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK) umum.
Sekretaris Satpol PP Palangka Raya Kadar Rismanto mengatakan, lokasi tersebut merupakan cikal bakal dari pengembangan wilayah pariwisata dengan skala yang lebih besar.
Menurut Kadar, ada rencana ke depan para pedagang dipindahkan ke kawasan Pasar Kahayan yang sedang dalam proses penyelesaian. Sedangkan kawasan Jembatan Kahayan akan murni dikembangkan sebagai lokasi kepariwisataan.
“Berjualan di tempat itu (bawah jembatan) sebenarnya tidak dilarang, tapi juga tidak dibenarkan. Sementara mereka dibiarkan, asalkan jangan menggangu lalu lintas,” ujarnya.
Relokasi belum dilakukan, karena saat ini pemerintah lebih fokus membangun daerah lingkar luar dan taman kota dalam rangka meraih adipura. Karena belum ada tempat penampungan, para pedagang dibiarkan saja berjualan sepanjang menjaga kebersihan dan tidak berada di bahu jalan raya.
Kepala Dinas Pasar Palangka Raya Manuel Notanubun mengharapkan, setelah Pasar Kahayan yang baru selesai, semua pedagang dapat tertampung. “Pedagang jangat takut penghasilannya berkurang, di mana pun mereka berada akan tetap dicari pembeli,” ujarnya.
Manuel mendukung keberadaan pedagang, karena bisa membuka peluang usaha dan mengurangi pengangguran di daerah ini. Namun, perlu ditata agar menciptakan Palangka Raya yang indah, bersih, dan rapi. Pedagang yang tidak bisa direlokasi ke Pasar Kahayan, akan dipindahkan ke lokasi Pasar Besar atau Pasar Blauran.
Untuk meningkatkan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini, kata Manuel, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, karena dana untuk pembinaan para UMKM ada di sana. debi kriswanto