Minggu, 24 April 2011

Aliansi Bumi Prihatin Dampak Investasi

24-04-2011 00:00 
Harian Umum Tabengan, 
PALANGKA RAYA
Aliansi Bumi menilai pertumbuhan investasi di Kalteng telah membawa dampak negatif bagi masyarakat. Masalah sengketa lahan dan sumber daya alam harus segera diselesaikan.
Memperingati Hari Bumi pada 22 April, Aliansi Bumi yang berasal dari gabungan aktivis lingkungan hidup dan organisasi kemahasiswaan menyampaikan rasa prihatin  terhadap keadaan bumi saat ini, khususnya di Kalteng.
Aliansi Bumi menggelar aksi damai dengan menggelar orasi di Halaman Kantor  Gubernur Kalteng, Kamis (21/4). Jurubicara aksi tersebut Afandi F mengatakan, pertumbuhan investasi di Kalteng dinilai telah membawa dampak negatif bagi masyarakat. Dampak itu  di antaranya muncul persoalan seperti sengketa tanah yang dapat memicu konflik sumber daya alam dan masalah sosial.
Afandi mengungkap, selama November-Desember 2010 lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng  menerima 30 pengaduan konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan. Bahkan,  Plt Sekda Kalteng dalam sebuah seminar mengungkapkan, setidaknya ada 300 laporan masyarakat mengenai konflik tanah masuk ke Pemprov Kalteng. “Ini membuktikan persoalan tersebut cukup serius dan harus segera diproses,” katanya.
Dalam aksi itu, Aliansi Bumi menyampikan sembilan tuntutan. Hentikan dan cabut izin perusahaan yang menimbulkan konflik, stop izin sawit dan tambang yang bermasalah, stop konversi hutan, tegakan hukum di sektor kehutanan, serta lakukan evaluasi implementasi REDD+ di Kalteng.
Tututan lainnya, berikan seluas-luasnya kawasan kelola rakyat, lindungi hak masyarakyat adat, evaluasi izin-izin yang telah dikeluarkan pada sektor kehutanan, dan laksanakan moratorium (jeda tebang) hutan.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Kalteng Kardinal Tarung saat menerima peserta aksi tersebut menyatakan, pembangunan boleh meningkat namun masyarakat juga harus mengalami peningakatan, baik ekonomi, pendidikan maupun  kesehatan. Menanggapi tuntutan Aliansi Bumi, Kardinal berjanji akan menyampaikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng, sebagai pengambil keputusan.
Dalam aksi itu, mereka juga mendatangi Kantor Pendukung REDD+ dan diterima anggota Satgas REDD+ Mathius Hosang dan Febrina Natalia. Mereka menjelaskan, fokus program REDD+ selain penurunan emisi dan deforestasi, juga memerhatikan masyarakat adat di sekitar kawasan hutan.
Sebelum provinsi ini ditetapkan sebagai percontohan REDD+, Pemprov Kalteng dinilai sudah berkomitmen menurunkan emisi dan deforestasi. Melalui REDD+, diharapkan pada 2020 mendatang dapat membantu mengurangi emisi menjadi 26 persen.
Aksi Bersama itu dimulai pukul 08.00 WIB. Peserta dari Walhi, SOB, AMAN, BEM Unpar, Unkrip, STIMIK, STAIN, KAMMI, GMKI, Slenkers, dan Salingkate mengadakan longmarch dari Bundaran Besar menuju Bundaran Kecil dan dilanjutkan dengan orasi dan pembagian famlet. Setelah orasi, mereka mendatangi Kantor Gubernur Kalteng untuk menyatakan tuntutan tentang Hari Bumi. Aksi tersebut diakhiri dengan penyerahan famlet kepada pimpinan Kantor Pendukung REDD+ di Kompleks Kantor Gubernur.dkw