Rabu, 13 April 2011

Komitmen Bangun Kalteng

13-04-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Dalam upaya meningkatkan pembangunan di Kalteng, pengusaha harus memerhatikan lingkungan hidup, sosial budaya, dan ekonomi masyarakat.
Pemprov Kalteng bersama pengusaha di bidang kehutanan, pertambangan, perkebunan, dan pekerjaan umum (PU) berkomitmen untuk terus membangun dan meningkatkan pembangunan di Kalteng.
Acara Temu Gubernur Kalteng dengan para Pengusaha/Investor di Hotel Aguarius, Palangka Raya, Selasa (12/4), menghasilkan tiga kesepakatan yang disusun bersama oleh Pemprov Kalteng. Di antaranya, para pengusaha sektor kehutanan, pertambangan, perkebunan, dan pekerjaan umum serta pemerintah sepakat untuk mengoptimalisasikan sumber-sumber pendapatan daerah dalam rangka program percepatan dan perluasan pembangunan di Kalteng.
Para pengusaha  bersedia memenuhi kewajiban, meningkatkan kontribusi corporate social rensponsibility (CSR) untuk masyarakat dan siap bekerja sama dengan Pemprov Kalteng.
Selain itu, Pemprov Kalteng harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi para investor, dengan meminimalisir gangguan dan hambatan usaha yang bisa merugikan para investor, berupaya menyelesaikan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kalteng, dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kesepakatan ini ditandatangani Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komda Kalteng Emon Sulaiman mewakili bidang kehutanan, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalteng Dwi Dharmawan mewakili bidang Perkebunan, Ketua Asosiasi Tambang Kalteng Soekardono mewakili bidang Pertambangan, dan dari bidang konstruksi diwakili Tahunjung Adji.
Di sela-sela pertemuan, Teras mengatakan, para pengusaha diharapkan dapat memerhatikan lingkungan hidup, sosial budaya, dan ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. “Ketiga hal ini harus menjadi perhatian para pengusaha,” tegas Teras.
Lebih lanjut Teras mengatakan, jangan sampai Surat Keputusan Gubernur (SK) tentang Tanah Adat, malah menciptakan kondisi tidak kondusif, sehingga pihaknya akan menginventarisasi apa yang telah disampaikan pengusaha. Apabila memang ditemukan masyarakat salah menggunakan SK tersebut dan melakukan pemortalan atau pemerasan terhadap pengusaha, SK akan diidentifikasi, dievaluasi, bahkan kalau perlu akan dicabut.
Untuk menyelesaikan persoalan, asas musyawarah dan mufakat menjadi sangat penting, karena Negara ini adalah Negara hukum. Karena itu, untuk menyelesaikan persoalan juga harus sesuai dengan hukum yang berlaku atau dengan kekeluargaan.
Mengenai RTRWP Kalteng, kata Teras, saat ini ada komitmen dari 14 Bupati/Walikota untuk sepakat tetap melaksanaan Peraturan Daerah Kalteng No.8/2003 tentang Rencana Tata Ruang, sehingga penyelesaian RTRWP Kalteng akan lebih cepat.
Meski Bupati/Walikota sudah berkomitmen dengan membubuhkan tanda tangan, namun harus konsisten untuk melaksanakannya. Dalam kesepakatan tersebut, ada dua Ketua DPRD Kabupaten yang tidak menandatangani, Ketua DPRD Barito Utara dan Barito Selatan. “Kalau sepakat ayo, mari kita berjuang, tapi jangan sampai saya diselip di tikungan,” kata Teras.
Dialihkan ke Pemda
Cecilia Rosiana, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan mengatakan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sejak 2011 sudah dialihkan kepada pemerintah daerah (Pemda), sehingga membentuk hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah sesuai proporsi. Ada daerah penyangga atau yang mendapatkan dana bagi hasil.
Namun dalam prinsip bagi hasil ada bidang-bidang yang dapat menghasilkan pendapatan negara yaitu pajak dan bukan pajak sumber daya alam. Bagi hasil ini tentu ada yang disetorkan kemudian baru dikumpulkan dan dibagikan hasilnya. Diharapkan para pihak dapat menyetorkan kewajibannya secara jelas, sehingga diketahui mana daerah penghasil, penyangga, atau yang mendapatkan dana bagi hasil.
Pendapatan negara juga ada yang bersumber dari alam atau natural dan dana hasil hutan, yang hasilnya cukup besar dan stabil hampir di semua daerah perlu tetap dijaga.
Dikatakan Cecilia, arah kebijakan pada 2011 ini, lebih pada meningkatkan akurasi data berupa penerimaan negara bukan pajak (PNBP), seperti pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. Selain itu juga menggunakan dana tersebut lebih transparan dan akuntabel, karena tidak jarang transparansi hanya sebagai slogan.
Dalam dana bagi hasil, bukti setor penerimaan negara oleh pertambangan, kehutanan, dan perkebunan di daerah kepada pemerintah pusat juga dinilai penting, mengingat itu menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan dana bagi hasil bagi daerah-daerah penyangga.
Pemberian dana bagi hasil tersebut, 80 persen akan dikembalikan ke daerah-daerah penghasil yang juga sebagai daerah penyangga, sementara untuk Pemerintah Pusat hanya 20 persen.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kalteng Jaya Saputra Silam mengatakan, peran serta para pelaku usaha di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan sangat strategis. Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik dan kebersamaan antara Pemda dan pelaku usaha.
Menurut Jaya, tujuan pertemuan dengan pengusaha sendiri adalah melakukan sosialisasi Undang Undang No.28/2009 tentang pajak daerah dan restribusi daerah serta sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) No.7/2010, tentang Pajak.
Selain itu, menginformasikan kebijakan Pemda dalam pemberian perizinan kepada para pengusaha yang mempersyaratkan kewajiban pajak dan nonpajak. Antara lain lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), alat berat, dan provisi sumber daya hutan (PSDH).
Pertemuan itu, kata Jaya, juga dimanfaatkan untuk mengimbau kebersamaan para pengusaha sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan, dan PU agar memberikan kontribusi wajib, juga dalam bentuk yang tidak mengikat, misalnya sumbangan pihak ketiga.
Dijelaskan, sumbangan pihak ketiga kepada pemda itu, dalam upaya mendukung pendanaan program kegiatan pembangunan di Kalteng, sesuai dengan Perda No.1/2010, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) meningkat rata-rata 15 persen.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Nasional (Kadin) Kalteng Tugiyo Wiraatmojo mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hendaknya tidak merugikan rakyat. Dengan adanya kebijakan pemda, pertumbuhan ekonomi tetap dilakukan. “Begitu juga dengan keberadaan Peraturan Daerah No.8/2003, tentang Tata Ruang Wilayah Kalteng hendaknya diterapkan bukan dicabut," kata Tugiyo.
Menurut Tugiyo, dengan adanya peraturan yang jelas, pengusaha dan rakyat memiliki kepastian hukum untuk berusaha. Begitu juga dengan adanya perusahaan yang beraktivitas di Kalteng, pengusaha bisa menyisihkan keuntungan untuk kegiatan sosial di masyarakat.
Beli BBM di Kalteng
Sementara itu, Andrey L Narang, Ketua DPC Himpunan Wirausaha Nasional Minyak dan Gas (DPC Hiswana Migas) Palangka Raya mendesak Pemprov Kalteng melalui Dinas/Instansi terkait menekan pengusaha perkebunan dan pertambangan, untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) industri pada agen BBM industri di Kalteng.
Menurut Andrey, selama ini perusahaan-perusahaan di Kalteng kebanyakan membeli BBM industri dari daerah Kalsel, karena harganya jauh lebih murah dari Kalteng. Hal ini akibat penerapan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di Kalsel hanya 4,5 persen jauh di bawah Kalteng 7,5 persen.
Dikatakan, banyaknya perusahaan pengguna BBM industri membeli dari Kalsel, jelas sangat merugikan daerah, utamanya dalam sektor pemasukan pajak PBBKB sesuai Perda No.7/2010.
Daerah akan kehilangan pemasukan pajak sangat besar. Sebagai gambaran perbedaan dengan tarif pajak Kalsel untuk setiap lima ton BBM industri Rp2,5 juta. Jika dikalikan sekian ratus ton dalam sebulan, berapa besar daerah kehilangan pemasukan dari sektor pajak.
Sebaliknya, lanjut Andrey, potensi pajak tersebut dapat optimal terpungut, apabila perusahaan pemakai BBM industri juga membeli BBM industri melalui agen BBM industri di Kalteng sendiri.
Sementara, akibat banyaknya perusahaan industri yang membeli BBM dari Kalsel, sebagian besar agen BBM industri di bawah naungan Hiswana Migas Palangka Raya mengeluh. “Beberapa waktu terakhir ini, saya hampir setiap hari mendapat keluhan dari agen BBM industri di daerah ini,” kata Andrey.
Permasalahan perusahaan industri yang masih membeli BBM dari Kalsel, juga pernah disampaikan saat sosialisasi pemberlakukan tarif PBBKB oleh Kadispenda Kalteng Jaya Saputra Silam di Luwansa Hotel Palangka Raya, Rabu (6/4).
Untuk itu, Andrey yang didampingi sejumlah pengusaha BBM industri berharap Pemprov Kalteng menindak tegas perusahaan atau industri yang membeli BBM dari Kalsel. Pemprov Kalteng hendaknya dapat membina pengusaha BBM industri dari Kalteng, agar tetap dapat hidup dan berkembang, karena kaitannya dengan kontribusi pajak sangat besar.
Saat ini, di bawah DPC Hiswana Migas Palangka Raya tercatat 10 agen BBM industri dan masing-masing menyalurkan 300 ton BBM setiap bulan. dkw/jsi/ant