Senin, 16 Januari 2012

Pelaku Usaha Perkebunan Akan Diaudit

12-12-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Dalam Permentan No 26/2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan sudah jelas mengamanatkan agar para usaha perkebunan melaksanakan perkebunan plasma sebesar 20 persen dari luas izin yang diusahakannya. Jika tak melaksanakan, maka akan dilakukan audit terhadap pelaku usaha perkebunan guna mengetahui siapa saja yang belum menjalankan plasma sebesar 20 persen dari luas izin yang diusahakannya.
Dalam sambutannya pada puncak Hari Perkebunan ke-54 secara nasional, di Aula Tambun Bungai, Sabtu (10/12), Menteri Pertanian Suswono menegaskan, dirinya sudah memerintahkan Dirjen Perkebunan untuk  melakukan audit terhadap pelaku usaha perkebunan ini, agar mengetahui persis siapa saja yang belum menjalankan atau menerapkan plasma 20 persen ini.
Sementara audit dijalankan untuk menginventasisir siapa yang belum menjalankan, kata Suswono, maka bagi yang belum melaksanakan plasma 20 persen akan dipanggil.
Dikatakannya, kemungkinan besar Permentan yang baru atau Permentan hasil revisi atas Permentan No 26/2007  akan diterbitkan pada 2012 mendatang.
Direvisinya Permentan tersebut, kata Suswono, karena Permentan tersebut tidak mencantumkan sampai kapan pengusaha perkebunan tersebut harus membangun kebun plasma 20 persen, meski demikian dalam Permentan yang baru bahwa pembangunan plasma tersebut tetap akan diberikan limit waktu.
“Setelah audit tersebut, akan dapat diketahui berapa jumlah perusahaan yang belum melakukan plasma. Bagi perkebunan yang sama sekali belum melakukan plasma akan dipanggil dan diberikan teguran,” kata Suswono.
Sementara tindakan tegas yang akan diberikan kepada perusahaan perkebunan yang tidak melakukan plasma tersebut akan diatur pada Permentan yang baru, “Sanksi yang paling tinggi adalah pencabutan izin,” jelas Suswono.
 
Rehabilitasi Semak
Suswono juga menjelaskan, bahwa tanaman perkebunan mayoritas dalam bentuk pohon sehingga selain memiliki nilai ekonomis namun juga memiliki potensi hidrokornogis atau tanaman sebagai penahan erosi, konservasi lahan dan air dan fungsi eidrologis sebagai pegetasi CO2 dan produsen O2.
Selain itu, komoditi perkebunan juga berpotensi mengurangi emisi CO2 apabila komoditi perkebunan bisa dikembangkan untuk merehabilitasi semak belukar, sehingga jangan biarkan lahan tersebut hanya ditumbuhi semak belukar dan alang-alang saja.
Meski demikian pembangunan perkebunan tidak serta-merta seperti yang diinginkan, karena salah satu tantangan saat ini adalah adanya tudingan perkebunan khususnya kelapa sawit yang berdampak merusak sumber daya alam, kelestarian lingkungan hidup, perubahan iklim, dan pemanasan global.
Namun, Suswono menilai hal itu hanya tudingan dari negara lain agar minyak kelapa sawit kita tidak diterima oleh negara-negara  konsumen.
Suswono mengungkapkan bahwa perkebunan merupakan penghasil devisa, penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, sumber bahan buku industri, pengembangan ekonomi wilayah, dan berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kalau dilihat kontribusi perkebunan terhadap penerimaan devisa ekspor perkebunan pada 2010 saja melebihi 20 miliar dolar AS, terutama produk-produk kelapa sawit sekitar 15,4 miliar dolar AS, Karet 7,4 miliar dolar AS, kakau 1,6 miliar dolar AS, kopi 0,8 miliar dolar AS, dan kelapa 0,7 miliar dolar AS.
Disamping itu, devisa ekspor dan penerimaan negara dari cukai roko sekitar sampai Rp63 triliun, bea keluar minyak kelapa sawit Rp20 triliun dan bea keluar ekspor biji kakou dari Janoari 2010 - Februari 2011 sudah mencapai Rp1615,12 miliar.
Dari aspek tenaga kerja, pembangunan perkebunan bisa menyerap tenaga kerja sekitar 19,7 juta tenaga kerja, sehingga sangat diharapkan semua produk perkebunan harus diolah sebelum sampai ke konsumen, sehingga manfaat dan jumlah tenaga kerja yang diserap akan jauh lebih besar.
Sementara Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wagub Kalteng Achmad Diran mengatakan, luas perkebunan di Kalteng 1.60.5746 Ha. Dari luas tersebut, perkebunan rakyat seluas 643.366 Ha atau 40 persen yang didominasi tanaman karet rakyat seluas 419.946 Ha atau 65 persen, sementara yang lainya tanaman kelapa, kopi, lada, dan lainnya.
Sementara untuk perkebunan skala besar sampai saat ini sudah mencapai 962.380 Ha atau 60 persen, yang didominasi dengan perkebunan kelapa sawit seluas 950.372 Ha atau 98 persen, sementara seitar 2 persen lainnya adalah perkebunan karet.
Sementara sampai saat ini, investor yang sudah mendaftar di Kalteng mencapai 316 unit, namun yang sudah operasional baru 164 unit, sementara yang lainnya belum operasional. Namun yang krusial, bahwa pembangunan kebun plasma di Kalteng khususnya kelapa sawit baru 115.296 Ha atau 10,81 persen.
Namun, kata Gubernur, Pemerintah, DPRD, dan masyarakat Kalteng suatu saat nanti sangat berharap masyarakat dapat menjadi peserta dalam perkebunan plasma 20 persen dari luas izin yang diusahakan.
Lebih lanjut ia mengatakan, pada 8 Desember 2011 kemarin telah ditetapkan Perda tentang pengelolaan usaha perkebunan berkelanjutan, Perda tersebut mengacu pada Peraturan Mentri Pertanian 2007 dan Menteri Kehutanan 2011.
Salah satu yang diatur dalam Perda tersebut adalah pembangunan kebun palasma untuk masyarakat minimal 20 persen dari luas izin yang diusahakan, serta melalui beberapa krateria, khususnya dalam pengeluaran izin harus mencantumkan kebun plasma seluas 20 persen tersebut untuk mayarakat.
Sementara bagi perkebunan yang sudah memiliki HGU, sebelum peraturan ini diterbitkan dan dari luas izin tersebut sudah penuh, maka dalam Perda tersebut diatur bahwa bupati/walikota harus mencarikan lahan dan dalam kurun waktu 2 tahun PBS tersebut wajib untuk membangun plasma tersebut “Agar rakyat saya tidak menjadi penonton, namun memiliki kebun sawit dikampungnya,” tegas Gubernur.
Dalam pelaksanaan plasma memang sudah ada yang sudah mencapai 35 persen, namun juga masih ada yang masih nol, maka kedepan mereka wajib membangun 20 persen tersebut, sementara lahan menjadi tugas bupati/walikota untuk menyiapkannya.
Gubernur juga mengatakan sektor perkebunan di Kalteng memiliki nilai ekonomis yang tinggi, hal ini dapat dilihat sampai akhir 2010, angka pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, dan angka pengangguran di Kalteng berada di bawah rata-rata Nasional. dkw