Senin, 16 Januari 2012

Petani Ancam Musnahkan Kebun Rotan

04-11-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Sekitar 100 orang pengunjuk rasa tergabung dalam Asosiasi Rotan Kalimantan Indonesia (ARKI) dan petani rotan berunjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Kalteng. Aksi tersebut digelar untuk menolak rencana kebijakan Pemerintah Pusat menghentikan ekspor rotan asalan dan setengah jadi.
Para pendemo ditemui Wakil Gubernur Achmad Diran didampingi Sekdaprov Siun Jarias, Kepala Biro Humas dan Protokol Teras A Sahay, serta Kepala Badan Kesbangpolinmas Rigumi.
Koordinator Lapangan Sarwipeni mengatakan, petani rotan Kalteng menuntut pemerintah agar ekspor rotan tetap dipertahankan. Mereka juga meminta Gubernur Kalteng segera mengeluarkan surat rekomendasi untuk mendukung ekspor rotan tetap diberlakukan.
Terkait hal itu juga pihaknya menuntut Pemerintah Daerah agar bertanggung jawab terhadap rotan yang sudah mereka panen, apabila pelarangan ekspor rotan tetap diberlakukan Pemerintah Pusat.
“Jika rotan kami tidak laku dijual atau harga tidak memadai, kami akan memusnahkan kebun rotan. Selain itu, kami juga meminta Gubernur segera menghadirkan menteri terkait untuk berdialog langsung dengan petani rotan Kalteng, seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat," kata Sarwipeni, Kamis (2/11).
Ketua Umum ARKI Herman Yulius mengatakan, akibat kebijakan Pemerintah yang hanya melihat kepentingan sekelompok orang di Cirebon, justru mengorbankan jutaan petani rotan di 3 pulau, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. "Sekitar 300 ribu masyarakat Kalimantan terancam kehilangan mata pencaharian, seperti tenaga budidaya, pemotongan, angkutan, bongkar muat dan lainnya," tegas Herman.
Kepada para pendemo, Diran menegaskan, pihaknya akan segera mengirim surat kepada Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan terkait protes yang dilayangkan ratusan petani rotan se-Kalteng, terhadap rencana perubahan Keputusan Menteri (Kempen) Perdagangan RI No.28/M-DAG/PER/10/2011, tentang Pelarangan Ekspor Rotan.
Diran menilai, rencana pemerintah itu kurang tepat dan harus ditinjau ulang sebelum ditetapkan. Pasalnya, masyarakat merasa dirugikan apabila rencana pelarangan ekspor bahan baku rotan tersebut diberlakukan. Hal ini, terbukti dengan tidak lakunya rotan masyarakat, setelah mencuatnya statemen Mendag di media massa.
“Hari ini (kemarin), saya akan mengirim surat ke Mendag, meminta meninjau kembali rencana pelarangan ekspor rotan. Karena rencana tersebut sangat merugikan bagi masyarakat petani rotan, termasuk di Kalteng,” tegas Diran.
Diungkapkan, sedikitnya 15 persen masyarakat Kalteng menggantungkan hidupnya dari perkebunan rotan. Apabila dilarang mengekspor, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota tidak akan mampu berbuat apa-apa apabila sudah terlanjur ditetapkan. Karena itu, sebelum terjadi, Pemprov Kalteng berupaya meminta Mendag meninjau kembali kebijakan tersebut.
Diran juga menyambut baik aksi demo petani rotan di Kantor Gubernur dan DPRD Kalteng untuk menyampaikan aspirasinya, menuntut supaya Pemerintah Pusat meninjau terlebih dahulu rencana itu. Karena keputusan itu dinilai dapat merugikan masyarakat di daerah. Selama ini, di berbagai daerah di wilayah Kalteng sudah muncul gejolak menolak rencana tersebut.
Dikatakan Diran, apabila hal ini terjadi, ribuan masyarakat di Indonesia, termasuk Kalteng, apabila rotannya sudah tidak laku dijual akan berpengaruh pada hajat hidup masyarakat. Dan akhirnya, kebijakan bukan menyejahterakan, melainkan malah menyengsarakan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari hasil rotan.
Ia menilai produksi rotan Kalteng luar biasa, hanya 20 persen untuk industri, sedangkan sisanya 80 persen masih bahan baku. ”Apakah pemerintah sudah siap mengekspor rotan hanya sejumlah itu? Akhirnya rotan petani sekarang mulai tidak laku. Padahal masih wacana, apalagi kalau memang betul sudah ditetapkan,” kata Diran.
 
Datangi DPRD Kalteng
Dari Kantor Gubernur, pendemo kemudian mendatangi DPRD Kalteng di Jalan S Parman No 2 Palangka Raya. Ratusan massa datang menggunakan truk dan bus dilengkapi atribut berupa spanduk dan alat pengeras suara. Mereka juga membawa beberapa truk rotan kering yang kemudian diparkir di halaman Gedung DPRD Kalteng. Rotan yang mereka bawa dijadikan simbol penolakan rencana dihentikannya ekspor rotan.
Perwakilan massa diterima Wakil Ketua DPRD Kalteng Hendry S Dalim dan anggota Komisi B Walter S Penyang. Kepada sejumlah anggota DPRD, Herman Yulius kembali menyampaikan aspirasi mereka.
Ia menjelaskan, aksi yang mereka lakukan tersebut sebagai reaksi penolakan terhadap keputusan 3 menteri, Menteri Perindustrian, Menteri Kehutanan, dan Menteri Perdagangan, pada 28 Oktober 2011, di Cirebon, terkait penghentian ekspor rotan.
Herman menilai hal tersebut membuat masyarakat petani dan pengumpul rotan Kalteng resah dan menderita. Ribuan ton stok rotan di gudang terancam rusak karena tidak laku dijual. “Kalau peraturan itu tetap diberlakukan, kami petani Kalteng akan musnahkan seluruh kebun rotan kami,” tegasnya lagi.
Rotan di Kalteng, kata Herman, merupakan jenis taman, sega, dan irit, hasil budidaya masyarakat secara turun-temurun sejak 200 tahun lalu. Jenis rotan itu dapat tumbuh secara cepat, bahkan dalam usia 2 tahun bisa dipanen.
Pihaknya juga membantah ekspor rotan menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Karena bagi mereka, rotan tumbuh dari pohon-pohon pelindung, apabila dipotong akan tumbuh lagi tunas-tunas baru. ”Dan bagi kami sebagai masyarakat petani rotan Kalteng, rotan memiliki fungsi ekonomi dan fungsi ekologi,” katanya.
Dikatakan, jumlah produksi rotan di Kalteng setiap bulan mencapai 3.500 ton atau 42 ton/tahun. Sementara kemampuan industri dalam negeri hanya mampu menampung 20 persen, sedangkan 80 persennya jenis soft dan kubu ukuran 8-11mm kurang diminati. Budidaya rotan merupakan mata pencaharian masyarakat Kalteng, seperti di Barsel 75 persen dan Katingan 6 persen menggantungkan hidup dari rotan.
Di Kalteng, akibat keluarnya peraturan tersebut, sebanyak 300.000 orang akan kehilangan mata pencaharian, seperti tenaga budidaya, pemotong rotan, angkutan, bongkar muat, gosok runtih, belerang jemur, penyortiran, packing, dan sebagainya.
Efek negatif dari rencana dikeluarkannya larangan ekspor tersebut, kata Herman, dalam seminggu terakhir petani sudah kesulitan menjual hasil rotannya. Bahkan harga mengalami penurunan drastis, semula Rp2 ribu/kg menjadi Rp800/kg.
Apabila tetap diterapkan, tidak mustahil perkebunan rotan akan punah dan tidak dibudidayakan lagi, sehingga Indonesia yang dikenal sebagai negara penghasil rotan terbesar di dunia (mencapai 80 persen), hanya tinggal menjadi kenangan.
Menanggapi hal itu, Hendry S Dalim menyatakan, tidak ada aturan pemerintah yang akan menyengsarakan rakyatnya. Tuntutan masyarakat itu akan dibicarakan di internal Dewan, terutama Komisi B yang membidangi perekonomian. “Yang jelas, ini akan kita pelajari di internal Dewan dan kita carikan jalan keluarnya,” kata Hendry yang diamini Walter.
Aksi damai di kedua tempat itu mendapat pengawalan ketat aparat Polda dan Polres. Iring-iringan massa menggunakan truk juga dikawal mobil kepolisian agar tidak mengganggu arus lalu lintas di Kota Palangka Raya. sgh/dkw/adn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ini hanya tanggapan.