Senin, 16 Januari 2012

Daerah Perbatasan Rawan Kasus Rabies

01-11-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Meski kasus rabies tidak ditemukan di Kalbar sejak 2005 lalu, namun masih ada ancaman masuknya rabies dengan ditemukannya kasus-kasus positif di daerah yang berbatasan dengan provinsi itu.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kalteng Tute Lelo melalui Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Baharudin, mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini, rabies dan avian influenza (AI/flu burung) yang merupakan penyakit hewan menular strategis (PHMS) menjadi masalah prioritas di Indonesia. Ini disebabkan dengan adanya kejadian kasus baru di beberapa daerah, baik kasus di daerah yang sebelumnya bebas maupun kasus di daerah yang memang sudah tertular.
Ia menegaskan hal itu yang merupakan salah satu poin dalam Rakor Rabies dan Flu Burung Regional Kalimantan yang dilaksanakan di Palangka Rraya, pekan kemarin. Pemerintah, lanjut dia, mempunyai visi untuk membebaskan Indonesia dari rabies dan AI. Untuk kedua penyakit tersebut sedang disusun roadmap menuju Indonesia bebas rabies dan AI tahun 2020.
Menurut dia, kebijakan pemerintah dalam pengendalian dan pemberantasan rabies tetap fokus pada pelaksanaan vaksinasi dengan didukung oleh eliminasi tertarget, kontrol populasi, KIE, dan penguatan regulasi. Berdasarkan data Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional V Banjarbaru, Kalsel, kasus rabies di wilayah Kalimantan dalam beberapa tahun terakhir masih cukup tinggi dan berfluktuasi.
Kajian serologis dari BPPV Regional V Banjarbaru yang bertujuan untuk melihat hasil vaksinasi rabies menunjukkan hasil yang belum memuaskan dengan masih rendahnya proporsi sampel yang menunjukkan hasil seropositif.
Provinsi Kalbar sampai saat ini tidak ditemukan kasus rabies sejak kasus rabies terakhir pada tahun 2005, namun demikian masih ada ancaman kemungkinan masuknya rabies dengan ditemukannya kasus-kasus positif di daerah yang berbatasan dengan provinsi itu.
Berdasarkan hasil surveilans BPPV Regional III Banjarbaru, kata Baharudin, masih ditemukan adanya kasus AI di seluruh provinsi di Kalimantan. Menyangkut kerjasama dan koordinasi antara dinas kesehatan dan kesehatan hewan dalam penanganan kasus AI sudah berjalan cukup baik dan hal yang sama sudah mulai dikembangkan dalam penanganan kasus rabies seperti yang telah berjalan di Provinsi Bali.
Menyangkut lalu lintas hewan, juga menjadi masalah utama dalam penyebaran rabies dan AI di Indonesia. Selain aspek teknis, aspek nonteknis seperti permasalahan sosial, budaya dan ekonomi kadang-kadang menjadi masalah dalam pelaksanaan program pengendalian dan pemberantasan rabies dan AI di Kalimantan.
Sementara dalam rangka optimalisasi program pengendalian PHMS, pada tahun 2012 mendatang telah disediakan dana dekon untuk pengadaan vaksin, operasional, pengendalian populasi (khusus rabies), monitoring dan evaluasi, serta pelaporan.
Berkaitan dengan vaksin, perlu dicari mekanisme dan kesepakatan dalam cost sharing (pembagian anggaran) pengendalian dan pemberantasan rabies di Kalimantan, perlu adanya kajian terkait situasi, dan perlu ditentukan target pembebasan seluruh provinsi di Kalimantan.
“Juga perlu ada regulasi khusus terkait pengendalian rabies di tingkat pemerintah daerah, pengawasan lalu lintas yang lebih baik dengan memerhatikan aspek teknis kesehatan hewan, sosial, budaya, dan ekonomi,” katanya
Selain itu, diperlukan koordinasi dan komunikasi intensif antarprovinsi, pengembangan koordinasi yang lebih baik antara instansi kesehatan dan kesehatan hewan. Diperlukan pula peningkatan kegiatan surveilans rabies dan AI dengan kerjasama antara pemerintah daerah, BPPV Regional V Banjarbaru, serta mengoptimalkan peran dari PDSR dalam mendukung program pengendalian.
Ia menekankan bahwa seluruh rekomendasi tersebut merupakan poin-poin yang perlu untuk dilakukan dalam rangka pembebasan rabies dan AI di Kalteng, serta untuk mendukung Indonesia bebas rabies dan AI 2020 mendatang.dkw