Sabtu, 22 Juni 2013

Dishut Kalteng Gelar Pembinaan PUHH

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalteng Sipet Hermanto, saat membuka kegiatan pembinaan PUHH, di aula kantor Dishut Kalteng, Selasa (18/6/2013).
PALANGKA RAYA – Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng gelar pembinaan Pejabat Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH). Kegiatan ini dinilai sangat penting dalam upaya untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari. Karena, untuk melaksanakan tugas sebagai PUHH, petugas harus didukung dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, termasuk pengetahuannya tentang berbagai ketentuan mengenai PUHH kayu, mengingat ketentuannya berkembang dinamis.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalteng Sipet Hermanto, dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan Pembinaan PUHH Provinsi Kalteng, di aula kantornya, Jalan Imam Bonjol, Palangka Raya, Selasa (18/6). Untuk meningkatkan pemahaman terhadap hakekat ketentuan PUHH kayu, pihaknya menghadirkan narasumber dari Kementerian Kehutanan.
Menurut Sipet, terpenting dalam melaksanakan tugas PUHH adalah kemauan untuk mengerti, memahamai, dan mengaplikasi panataausahaan hasil hutan kayu dan nonkayu.  Hal ini juga berkaitan dengan PUHH kayu di Indonesia semakin baik dan cangih, menggunakan sistem online. Sistem ini disebut Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PUHH) online yang memuat berbagai data.
Namun menurut Sipet, yang menjadi kelemahan pada sistem pemerintahan otonomi saat ini, Kepala Dishut Kabupaten/Kota tidak lagi menjadi bawahan dari Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. Namun atasan mereka adalah bupati/walikota.
Dengan seperti itu, ada koordinasi yang putus sehingga pihaknya perlu membangun fungsi koordinasi, komunikasi, terutama terkait dengan ketentuan teknis yang berlaku secara nasional. Melalui peningkatan koordinasi, diharapkan pengelolaan hutan hasil kayu di Kalteng lebih optimal.
Selain itu, untuk nilai tegakan, masalah yang dihadapi adalah ketentuan teknis tidak dibuat secara komprehensif dan hanya menyampaikan bahwa pejabat penerbit nilai tegakan itu oleh Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP). Namun, tidak diatur mengenai tatacara penyetorannya, bagaimana pembaniannya, dan penggunaanya.
“Karena itu, kami berharap agar Kementerian Kehutaan menerbitkan norma standar, kriteria, dan prosedur, atau tatacara penerbitan penyetoran, pembagian, penggunaan atas ganti rugi nilai tegakan. Hal yang sama serupa mengenai penerimaan Negara bukan pajak dari penggunaan hutan melalui proses pinjam pakai,” ujar Sipet.
Perwakilan dari Direktorat Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Djoni Gunawan, mengatakan, terkait dengan PUHH kayu, khususnya dengan kegiatan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam, maupun dari hutan tanaman, pemanfaatan kayu atau izin pemanfaatan hasil hutan lainnya, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemerintah berupa penerimaan negara bukan pajak.
Namun yang diinginkan, penerimaan negara bukan pajak meningkat namun juga menjaga kelestarian hutan dan yang utama adalah kelestarian lingkungannya.  Untuk itu, ke depan semuanya harus bersertifikasi, tidak hanya unit pengelola SDM, namun sampai pada pemasaran. Sebab, saat ini era Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), sehingga dunia internasional juga dituntut untuk memperdagangkan hasil hutan yang memang dari pengelolaan hasil hutan lestari.dkw