Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalteng Sipet
Hermanto, saat membuka kegiatan pembinaan PUHH, di aula kantor
Dishut Kalteng, Selasa (18/6/2013).
|
PALANGKA
RAYA – Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng gelar pembinaan Pejabat
Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH). Kegiatan ini dinilai sangat penting dalam upaya untuk mewujudkan pengelolaan
hutan secara lestari. Karena, untuk melaksanakan tugas sebagai PUHH, petugas harus didukung
dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, termasuk pengetahuannya tentang
berbagai ketentuan mengenai PUHH kayu, mengingat ketentuannya berkembang
dinamis.
Demikian
disampaikan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalteng Sipet Hermanto,
dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan Pembinaan PUHH Provinsi Kalteng, di
aula kantornya, Jalan Imam Bonjol, Palangka Raya, Selasa (18/6). Untuk
meningkatkan pemahaman terhadap hakekat ketentuan PUHH kayu, pihaknya
menghadirkan narasumber dari Kementerian Kehutanan.
Menurut
Sipet, terpenting dalam melaksanakan tugas PUHH adalah kemauan untuk mengerti,
memahamai, dan mengaplikasi panataausahaan hasil hutan kayu dan nonkayu.
Hal ini juga berkaitan dengan PUHH kayu di Indonesia semakin baik dan
cangih, menggunakan sistem online. Sistem ini disebut Sistem Informasi
Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PUHH) online yang memuat berbagai
data.
Namun
menurut Sipet, yang menjadi kelemahan pada sistem pemerintahan otonomi saat
ini, Kepala Dishut Kabupaten/Kota tidak lagi menjadi bawahan dari Kepala Dinas
Kehutanan Provinsi. Namun atasan mereka adalah bupati/walikota.
Dengan
seperti itu, ada koordinasi yang putus sehingga pihaknya perlu membangun fungsi
koordinasi, komunikasi, terutama terkait dengan ketentuan teknis yang berlaku secara
nasional. Melalui peningkatan koordinasi, diharapkan pengelolaan hutan hasil
kayu di Kalteng lebih optimal.
Selain itu,
untuk nilai tegakan, masalah yang dihadapi adalah ketentuan teknis tidak dibuat
secara komprehensif dan hanya menyampaikan bahwa pejabat penerbit nilai tegakan
itu oleh Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP). Namun, tidak
diatur mengenai tatacara penyetorannya, bagaimana pembaniannya, dan
penggunaanya.
“Karena itu,
kami berharap agar Kementerian Kehutaan menerbitkan norma standar, kriteria,
dan prosedur, atau tatacara penerbitan penyetoran, pembagian, penggunaan atas
ganti rugi nilai tegakan. Hal yang sama serupa mengenai penerimaan Negara bukan
pajak dari penggunaan hutan melalui proses pinjam pakai,” ujar Sipet.
Perwakilan
dari Direktorat Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan Kementerian
Kehutanan Djoni Gunawan, mengatakan, terkait dengan PUHH kayu, khususnya dengan
kegiatan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam, maupun dari
hutan tanaman, pemanfaatan kayu atau izin pemanfaatan hasil hutan lainnya,
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemerintah berupa penerimaan
negara bukan pajak.
Namun yang diinginkan, penerimaan negara bukan
pajak meningkat namun juga menjaga kelestarian hutan dan yang utama adalah
kelestarian lingkungannya. Untuk itu, ke depan semuanya harus
bersertifikasi, tidak hanya unit pengelola SDM, namun sampai pada pemasaran.
Sebab, saat ini era Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), sehingga dunia
internasional juga dituntut untuk memperdagangkan hasil hutan yang memang dari
pengelolaan hasil hutan lestari.dkw