Rabu, 02 April 2014

Teras ; Peti Sangat Menggangu

PALANGKA RAYA – Di Kalteng ini dinilai masih cukup banyak terdapat pertambangan emas tanpa izin (Peti) dan keberadaanya dinilai sangat menggangu. Namu dari tahun-ketahun, jumlahnya terus menurun.
            Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang pada koordinasi dan supervise pengolahan pertambangan mineral dan batu bara, di Aula Eka Hapakat, Komplek Kantor Gubernur Kalteng, belum lama ini mengatakan, di Kalteng ini masih cukup banyak terdapat Peti, baik di sungai maupun di daerat, ujarnya.
            Namun dari tahun-ketahun jumlahnya dinilai terus alami penurunan seiring dengan menurunya potensi yang ada. Tetapi, keberadaan Peti ini dinilai sangat mengganggu dan merugikan, lanjutnya.
            Sehingga, saat ini Pemerintah Kalteng sedang mengkampanyekan stop peti dan berkerja sama dengan pihak Kepolisian untuk melakukan penindakan. Namun yang dilakukan tidak hanya melakukan penindakan saja, tetapi juga mencari solusinya, yaitu dengan memberikan wilayah pertambangan rakyat (WPR).
            Hanya saja dalam menetapkan WPR pihaknya masih terkendala izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan (Menhut).
Sebelumnya Teras mengatakan, untuk WPR ini menjadi suatu problem tersendiri, karena dia sudah membuat kebijakan untuk di Pujon dan Timpah, namun sampai sekarang belum ada izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Padahal itu hanya sekitar 75 Ha lahan yang akan ditambang oleh masyarakat, ungkapnya.
Sehingga dalam menentukan WPR masih terkendala dengan masalah izin pinjam pakai dari Pemerintah Pusat dan itulah menjadi PR pemerintah berikutnya, mudah-mudahan pemerintahan yang akan datang memikirkan hal-hal yang kecil seperti itu.
“Ini hal kecil, tetapi dampaknya bagi masyarakat luar biasa. Kemarin saya dapat laporan bahwa rute kapal susur sungai di sungai Rungan, bahwa penambang liar hampir menutupi sungai itu, ini yang saya saya sedih,” ungkapnya.
Untuk itu ia meminta kepada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Kalteng untuk segera memperingatkan Pemerintah Kota Palangka Raya untuk menindak tegas penambang liar tersebut dan mencari solusinya agar jangan sampai merusakan dan menggangu lingkungan, ujarnya.
            Sementara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Kalteng Syahril Tarigan mengatakan, semua daerah sudah mengusulkan WPR, meski memang ada beberapa yang masih bermasalah, antaralain di daerah Kotawaringin Timur (Kotim) mengingat mereka mengusulkan WPR di daerah atau Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), sehingga terjadi tumpang tindih.
Untuk itu ia menyarankan agar WUP nya diusulkan untuk dirubah, karena dalam menetapkan WPR, Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pencadangan Nasional (WPN) tidak boleh terjadi tumpang tindih.
Namun ada beberapa kabupaten yang mengusulkan WPR tepat di WUP, untuk itu pihaknya meminta kabupaten agar mengubah usulan WUP tersebut menjadi WPR, sementara proses Wilayah Pertambangan (WP) belum ditetapkan.
“Selain itu, rata-rata WPR yang diusulkan kabupaten/kota tersebut masuk dalam kawasan hutan. Sebab, prosesnya akan menjadi rumit karena harus meminta IPPKH dari Menhut,” terangnya.
Disisi lain, jelas Syahril, mengapa disaranakan mengubah usulan dari WUP ke WPR, karena dalam UU menyebutkan tidak boleh ada tumpang tindih lahan dalam wilayah pertambangan yang sama. Contohnya dalam WPN, tidak boleh tumpang tindih dengan penetapan WPR.
“Kalau dahulunya di usulkan menjadi WPN, kemudian di usulkan kembali menjadi WPR, itukan tidak bisa. Kita juga harus mengusulkan perubahan seperti itu,” ujarnya.dkw