PALANGKA RAYA – 70 persen pemegang
Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalteng ini dinilai belum membayar Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) tambang. Karena dari luasan 3,6 juta Ha IUP yang diberikan
di daerah ini, namun hanya 1,09 juta Ha saja yang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
nya yang dibayar.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan Dadang Suwarna, di sela-sela koordinasi dan supervise pengolahan
pertambangan mineral dan batu bara, di Aula Eka Hapakat, Komplek Kantor
Gubernur Kalteng, Rabu (2/4) mengatakan, APBN 2009 sebesar Rp544 triliun, namun
penerimaan pajak dari sektor mineral dan batubara (Minerba) hanya sebesar 6
persen.
Dan terakhir pada 2013, penerimaan pajak sebesar
Rp921 triliun namun dari Mineral hanya 2,9 persen. “Coba banyakan, padalah
ekspor batubara kita nomor satu di dunia tetapi penerimaan pajak kita hanya 2,9
persen yang menyumbang APBN kita. Jadi dimana sebetunya dia bayar, kalau yang
banyar pajak hanya sekitar tiga persen, artinya yang lainnya tidak bayar,”
tegasnya.
Hal ini dapat terlihat bahwa dari jumlah
IUP seluruh Indonesia sebanyak 10.911, tetapi yang mempunyai NPWP hanya 4.552,
“kalau tidak memiliki NPWP dia mau bayar pajak kemana, NPWP saja tidak ada,”
lanjutnya.
Sementara di Kalteng, dari 866 IUP yang
ada, namun yang mempunyai NPWP hanya 525 IUP saja. Yang lebih parah lagi PBB nya,
karena dari luasan IUP yang diberikan oleh Pemerintah di Provinsi Kalteng
seluas 3,6 juta Ha, namun yang bayar hanya 1,09 juta ha “berate 70 persen
pemegang IUP belum bayar PBB tambang,” tegasnya.
Itu baru lusan tambang, belum lagi
tambang yang keluar dari perut bumi. Dia menilai bahwa hal tersebut terjadi karena
belum maksimalnya pengaturan dan regulasinya serta masih banyak
pelabuhan-pelabuhan tikus atau pelabuhan khusus yang memang dibiarkan.
Untuk itu, pengawasan tambangan ini perlu di awai
oleh berbagai pihak yang terkait serta didukung kebijakan pelaporan dan
pengawasan yang memadai.
Bahkan dia berharap agar dilakukana
pendataan terhadap pelabuhan yang ada, karena dia menduga bahwa IUP memiliki pelabuhan
khusus, sehingga kalau pelabuhan khusus tersebut tidak ditertibkan, maka akan
menyulitkan pengawasn.
Diungkapkanya, idealnya di Kalteng
dan Kalsel cukup mempunyai tiga buah pelabuhan induk dan disitu akan
ditempatkan para petugas pengawas dari berbagai isntansi yang terkait. Dengan
seperti itu, maka diharapkan agar pengawsan tersebut akan lebih maksimal.
Karena, dengan adanya pelabuhan induk
tersebut, maka pengapalan hasil tambang tersebut dilakukan di tempat itu dan
tidak bias lagi dilakukan di tempat lain, sehingga petugas dapat mengetahui
berapa jumlah hasil tambang yang diangkut itu.
Pengawasan semacam
ini dinilai perlu, karena jangan sampai Pemerintah Daerah itu hanya memberikan
IUP nya saja namun tidak mengetahui jumlah produksinya, tuturnya.dkw