Rabu, 02 April 2014

70 Persen Pemegang IUP di Kalteng Belum Bayar PBB Tambang

PALANGKA RAYA – 70 persen pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalteng ini dinilai belum membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tambang. Karena dari luasan 3,6 juta Ha IUP yang diberikan di daerah ini, namun hanya 1,09 juta Ha saja yang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) nya yang dibayar.
            Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dadang Suwarna, di sela-sela koordinasi dan supervise pengolahan pertambangan mineral dan batu bara, di Aula Eka Hapakat, Komplek Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (2/4) mengatakan, APBN 2009 sebesar Rp544 triliun, namun penerimaan pajak dari sektor mineral dan batubara (Minerba) hanya sebesar 6 persen.
Dan terakhir pada 2013, penerimaan pajak sebesar Rp921 triliun namun dari Mineral hanya 2,9 persen. “Coba banyakan, padalah ekspor batubara kita nomor satu di dunia tetapi penerimaan pajak kita hanya 2,9 persen yang menyumbang APBN kita. Jadi dimana sebetunya dia bayar, kalau yang banyar pajak hanya sekitar tiga persen, artinya yang lainnya tidak bayar,” tegasnya.
            Hal ini dapat terlihat bahwa dari jumlah IUP seluruh Indonesia sebanyak 10.911, tetapi yang mempunyai NPWP hanya 4.552, “kalau tidak memiliki NPWP dia mau bayar pajak kemana, NPWP saja tidak ada,” lanjutnya.
            Sementara di Kalteng, dari 866 IUP yang ada, namun yang mempunyai NPWP hanya 525 IUP saja. Yang lebih parah lagi PBB nya, karena dari luasan IUP yang diberikan oleh Pemerintah di Provinsi Kalteng seluas 3,6 juta Ha, namun yang bayar hanya 1,09 juta ha “berate 70 persen pemegang IUP belum bayar PBB tambang,” tegasnya.
            Itu baru lusan tambang, belum lagi tambang yang keluar dari perut bumi. Dia menilai bahwa hal tersebut terjadi karena belum maksimalnya pengaturan dan regulasinya serta masih banyak pelabuhan-pelabuhan tikus atau pelabuhan khusus yang memang dibiarkan.
Untuk itu, pengawasan tambangan ini perlu di awai oleh berbagai pihak yang terkait serta didukung kebijakan pelaporan dan pengawasan yang memadai.
            Bahkan dia berharap agar dilakukana pendataan terhadap pelabuhan yang ada, karena dia menduga bahwa IUP memiliki pelabuhan khusus, sehingga kalau pelabuhan khusus tersebut tidak ditertibkan, maka akan menyulitkan pengawasn.
            Diungkapkanya, idealnya di Kalteng dan Kalsel cukup mempunyai tiga buah pelabuhan induk dan disitu akan ditempatkan para petugas pengawas dari berbagai isntansi yang terkait. Dengan seperti itu, maka diharapkan agar pengawsan tersebut akan lebih maksimal.
Karena, dengan adanya pelabuhan induk tersebut, maka pengapalan hasil tambang tersebut dilakukan di tempat itu dan tidak bias lagi dilakukan di tempat lain, sehingga petugas dapat mengetahui berapa jumlah hasil tambang yang diangkut itu.
Pengawasan semacam ini dinilai perlu, karena jangan sampai Pemerintah Daerah itu hanya memberikan IUP nya saja namun tidak mengetahui jumlah produksinya, tuturnya.dkw