Rabu, 14 November 2012

Bupati dan Walikota Diminta Bertanggung Jawab

2012-11-08
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA – Bupati dan walikota diminta menyelesaikan masalah sengketa lahan di wilayahnya. Jika tidak sanggup, akan ditangani oleh provinsi dengan membuat surat pernyataan tidak mampu menyelesaikannya.
Masalah sengketa lahan di Kalteng hingga kini banyak yang belum terselesaikan. Berdasarkan inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan Pemprov Kalteng, setidaknya terdapat 326 sengketa lahan dan terbanyak berada di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Menanggapi persoalan sengketa yang didominasi terjadi antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang minta pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Sebab, perizinan perkebunan kelapa sawit maupun pertambangan yang rentan sengketa lahan, dikeluarkan oleh para bupati dan walikota.
 “Selesaikanlah. Kau yang memulai, kaulah yang harus mengakhiri,” kata Teras, menganalogikan sengketa lahan yang harus diselesaikan bupati dan walikota, seperti lirik lagu tenar Kegagalan Cinta yang dipopulerkan Rhoma Irama. Hal itu ditegaskan Teras di sela-sela pidatonya pada Rapat Paripuna, di Gedung DPRD Kalteng, Rabu (7/11).
Teras menyatakan, selama ini Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng tidak pernah mengeluarkan izin apapun, seperti pertambangan dan perkebunan. Perizinan tersebut dikeluarkan oleh bupati dan walikota. “Selama ini ada kabupaten yang sedikit-sedikit datang ke Gubernur. Dan ini ada buktinya. Dia (bupati) tidak pernah menemui warganya yang sedang mengalami sengketa lahan dan tidak pernah berupaya untuk menyelesaikannya. Kalimatnya bupati sederhana saja, silakan Anda ke gubernur. Jadi seolah-olah gubernur jadi pengacara dia,” tegas Teras dengan nada meninggi.
Untuk menangani masalah sengketa lahan, lanjut Teras, Pemprov telah membentuk tim yang telah berkerja dengan baik. Namun begitu, ia mengingatkan agar dalam penyelesaian sengketa lahan terlebih dahulu dilakukan oleh kabupaten/kota. Tim juga diminta untuk mempelajari kasus sengketa lahan dengan baik, lakukan inventarisasi dan identifikasi masalahnya. Kalau memang sengketa lahan itu berada di wilayah kabupaten/kota, berarti menjadi kewenangan bupati/walikota untuk menyelesaikanya.
Sedangkan apabila kabupaten/kota merasa tidak mampu menyelesikannya, kata Teras, seilakan melimpahkannya kepada provinsi. Tetapi, harus bupati dan walikota harus melengkapi surat pernyataan tidak sanggup.  “Kalau sudah menyatakan saya (bupati) tidak sanggup untuk menyelesaikan, baru provinsi mengambil alih. Itu prosedurnya,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Tim Penyelesaian Sengketa Lahan Provinsi Kalteng Siun Jarias yang juga Sekdaprov Kalteng, mengakui penyelesaian sengketa lahan sangat rumit. Dari ratusan kasus dan laporan yang masuk ke tim, sedikit sekali yang dapat diselesaikan.  Sengketa lahan terbanyak terjadi antara pihak perusahaan dan masyarakat lokal yang mempertahankan kebenarannya masing-masing.dkw