Rabu, 14 November 2012

Pemprov Beri Rekomendasi ke DPD RI



2012-10-19
Harian Umum Tabengan,
PALANGKA RAYA – Saat menghadiri seminar nasional di DPD RI, Pemprov Kalteng memberikan sejumlah rekomendasi mengenai dana bagi hasil.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kalteng, Jaya Saputra Silam, mengatakan, untuk mendapatkan dana bagi hasil (DBH), khususnya dari pajak ekspor crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO), Pemprov Kalteng menyampaikan beberapa rekomendasi ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.
Di antaranya, mengusulkan perubahan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terutama pada bagian kedua dana bagi hasil Pasal 11 ayat 2, agar ditambah 1 poin yaitu pajak ekspor atas CPO dan PKO. Selain itu, mengusulkan perubahan UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk mengalihkan pajak bumi bangunan sektor perkebunan menjadi pajak daerah.
Rekomendasi tersebut, kata Jaya, terdapat di dalam materi paparan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang saat menghadiri seminar nasional DPD RI tentang bagi hasil sektor perkebunan sebagai salah satu sumber penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di Gedung DPD RI di Jakarta, 11 Oktober 2012 lalu.
Jaya menambahkan, rekomendasi tersebut disampaikan dengan memerhatikan beberapa hal. Di antaranya, Provinsi Kalteng memiliki potensi yang sangat besar dari hasil perkebunan khususnya CPO dan PKO, namun kontribusi sektor perkebunan terhadap pendapatan daerah, baik ke kelompok pendapatan asli daerah maupun dana perimbangan dinilai sedikit.
Selain itu, dana bagi hasil dari hasil perkebunan berupa CPO dan PKO belum ada kontribusinya terhadap pendapatan daerah Provinsi Kalteng. Padahal, dalam UU No.33/2004, pada poin Menimbang huruf (b) intinya mengatur perimbangan keuangan, pemanfaatan sumber daya alam harus diatur secara adil dan selaras.
Kemudian, pada pasal 11 ayat 1-3 dan sejalan pula dengan PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan, secara keseluruhan dari bunyi pasal-pasalnya tidak ada memuat pengaturan tentang dana bagi hasil dari sektor perkebunan.   
Karena itu Jaya mengharapkan agar ada perubahan UU No.33/2004, terutama tentang pajak ekspor hasil kebun karena selama ini yang diatur hanya tambang, hutan, dan kebun. Dengan tidak diaturnya hasil produksi sektor perkebunan, sehingga yang bisa menjadi pemasukan bagi daerah dari sektor perkebunan hanya pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penghasilan (PPh) 21, 25, 29, dan dana bagi hasil. Padahal, hasil ekspor CPO dan PKO dari Kalteng cukup besar.
Diberitakan sebelumnya, dalam seminar tersebut DPD RI mendorong terwujudnya perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan kekayaan di daerah (sumber daya alam), sehingga ada dana bagi hasil antara pusat dan daerah dengan adil.
Dana bagi hasil atas sumber daya alam di daerah sangat minim. Sebab, keadilan keuangan untuk daerah penghasil kekayaan alam yang besar tersebut guna membangun daerah sendiri, yang selama ini ternyata meski daerah bersangkutan kaya, tapi kehidupan rakyatnya menderita, susah, dan terpinggirkan.
“Ini mencerminkan demokrasi yang ada selama ini adalah demokrasi politik dan bukannya demokrasi ekonomi yang mewujudkan kesejahteraan rakyat (daerah). Keuangan itu sebagai kunci yang berfungsi untuk mewujudkan pemerataan pembangunan. Ternyata meski telah berganti rezim dari otoriter ke reformasi, tapi demokrasi politik belum diiringi dengan demokrasi ekonomi, karena peredaran keuangan terbesar masih di Jakarta, dan kecil untuk daerah,” kata Ketua DPD RI Irmas Gusman.dkw