Kamis, 07 Maret 2013

Distanak Pertanyakan Sisa Luasan Lahan

PALANGKA RAYA – Berdasarkan surat Menteri Kehutanan, kawasan hutan produksi di Kalteng yang dapat dikonversi seluas 178.572 hektare. Namun setelah dilakukan pencocokan oleh Dinas Kehuatanan (Dishut) Provinsi terhadap 32 peta yang diberikan, ternyata yang berpotensi untuk tanaman pangan hanya seluas 61.935 hektare.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Provinsi Kalteng Tute Lelo, dalam paparan Rapat Koordinasi (Rakor) Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi Kalteng, di Palangka Raya, pekan kemarin, mengatakan, kalau dilihat dari data tersebut, maka masih terdapat kekurangan sekitar 116.000 hektare lagi dan ia menyatakan sudah berkoordinasi dengan Dishut Provinsi Kalteng.
Karena itu, Distanak dan Dishut Provinsi akan akan mengirimkan surat kepada Kementerian Kehutanan,  dengan surat pengantar dari Gubernur Kalteng untuk menanyakan sisa luasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang mencapai 116.000 tersebut. “Sisanya bagaimana, apakah kurang lampiran petanya yang diberikan untuk kita, atau bagaimana. Ini yang akan kita pertanyakan,” tegas Tute.
Menurut dia, hal itu penting untuk dilakukan mengingat pencadangan lahan tanaman pangan baru di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, untuk mendukung program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), di Provinsi Kalteng.
Berdasarkan Surat Menteri Kehutanan No.522/244/Dishut, 15 Januari 2013, yang ditujukan kepada Gubernur Kalteng, yang berpotensi untuk tanaman pangan itu hanya 61.935 hektare. Dengan rincian di Kabupaten Murung Raya 25.585 hektare, Barito Utara 2.542 hektare, Barito Timur 5.959 hektare, Kapuas 1.042 hektare, Pulang Pisau 10.614 hektare, dan Gunung Mas 1.499 hektare.
Selain itu, di Kabupaten Katingan 12.536 hektare, Kotawaringin Timur 1.419 hektare, Kotawaringin Barat 156 hektare, Seruyan 380 hektare, dan Sukamara 206 hektare. “Kalau luasan ini memang sudah benar, masing-masing kabupaten tersebut harus dapat mempertahankan agar tidak terjadi alih fungsi lahan,” ujarnya.

Diancam Pidana
Tute mengatakan, pelaku praktik alih fungsi lahan dapat diancam pidana penjara dan dena hingga miliaran rupiah. Sebab, saat ini sudah ada ketentuan yang mengaturnya, yakni UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) No.1/2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, serta Surat Keputusan Gubernur Kalteng No.188.44/407/2012, 6 November 2012, tentang Pencadangan Lahan Untuk Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Pertanian.
Berkaitan dengan larangan mengalihfungsikan lahan pertanian, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang telah menyurati para bupati/walikota se-Kalteng. Surat itu dengan No.521.5/031/Distanak tentang Pencadangan Lahan dan Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Sesuai pasal 72 UU No.41/2009, pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 5 miliar. Sedangkan alih fungsi lahan yang dilakukan oleh korporasi, sesuai dengan pasal 74 UU No.41/2009, akan dikenakan sanksi pidana kurungan selama 2-7 tahun dan denda Rp2-7 miliar.
Selain itu, akan dikenakan pidana tambahan berupa perampasan kekayaan, pembatalan kontrak dengan pemerintah, pemecatan pengurus, dan atau pelarangan pengurus mendirikan korporasi. Apabila pelakunya memiliki izin usaha, bisa saja dicabut atau dikenakan sanksi pidana berupa kurungan selama 3 tahun dan denda Rp3 miliar. Dan kalau itu dilakukan oleh pejabat pemerintah, maka tambahan pidana akan lebih berat.
Bagi pemberi izin alih fungsi lahan, sesuai pasal 73 UU No.41/2009, pejabat pemerintah dapat dipidana kurungan selama 1-5 tahun dan denda Rp1-5 miliar.dkw