PALANGKA RAYA – Berdasarkan surat
Menteri Kehutanan, kawasan hutan produksi di Kalteng yang dapat dikonversi
seluas 178.572 hektare. Namun setelah dilakukan pencocokan oleh Dinas
Kehuatanan (Dishut) Provinsi terhadap 32 peta yang diberikan, ternyata yang berpotensi
untuk tanaman pangan hanya seluas 61.935 hektare.
Kepala Dinas Pertanian dan
Peternakan (Distanak) Provinsi Kalteng Tute Lelo, dalam paparan Rapat
Koordinasi (Rakor) Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi Kalteng, di Palangka
Raya, pekan kemarin, mengatakan, kalau dilihat dari data tersebut, maka masih
terdapat kekurangan sekitar 116.000 hektare lagi dan ia menyatakan sudah
berkoordinasi dengan Dishut Provinsi Kalteng.
Karena itu, Distanak dan Dishut
Provinsi akan akan mengirimkan surat kepada Kementerian Kehutanan, dengan
surat pengantar dari Gubernur Kalteng untuk menanyakan sisa luasan kawasan
hutan produksi yang dapat dikonversi yang mencapai 116.000 tersebut. “Sisanya
bagaimana, apakah kurang lampiran petanya yang diberikan untuk kita, atau bagaimana.
Ini yang akan kita pertanyakan,” tegas Tute.
Menurut dia, hal itu penting
untuk dilakukan mengingat pencadangan lahan tanaman pangan baru di kawasan
hutan produksi yang dapat dikonversi, untuk mendukung program Peningkatan
Produksi Beras Nasional (P2BN), di Provinsi Kalteng.
Berdasarkan Surat Menteri
Kehutanan No.522/244/Dishut, 15 Januari 2013, yang ditujukan kepada Gubernur
Kalteng, yang berpotensi untuk tanaman pangan itu hanya 61.935 hektare. Dengan
rincian di Kabupaten Murung Raya 25.585 hektare, Barito Utara 2.542 hektare,
Barito Timur 5.959 hektare, Kapuas 1.042 hektare, Pulang Pisau 10.614 hektare,
dan Gunung Mas 1.499 hektare.
Selain itu, di Kabupaten
Katingan 12.536 hektare, Kotawaringin Timur 1.419 hektare, Kotawaringin Barat
156 hektare, Seruyan 380 hektare, dan Sukamara 206 hektare. “Kalau luasan ini
memang sudah benar, masing-masing kabupaten tersebut harus dapat mempertahankan
agar tidak terjadi alih fungsi lahan,” ujarnya.
Diancam Pidana
Tute mengatakan, pelaku praktik
alih fungsi lahan dapat diancam pidana penjara dan dena hingga miliaran rupiah.
Sebab, saat ini sudah ada ketentuan yang mengaturnya, yakni UU No.41/2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Selain itu, Peraturan Pemerintah
(PP) No.1/2011 tentang Penetapan dan
Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, serta Surat
Keputusan Gubernur Kalteng No.188.44/407/2012, 6 November 2012, tentang
Pencadangan Lahan Untuk Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Pertanian.
Berkaitan dengan larangan
mengalihfungsikan lahan pertanian, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang telah
menyurati para bupati/walikota se-Kalteng. Surat itu dengan
No.521.5/031/Distanak tentang Pencadangan Lahan dan Penetapan Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.
Sesuai pasal 72 UU No.41/2009,
pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman kurungan selama 5 tahun
dan denda sebesar Rp 5 miliar. Sedangkan alih fungsi lahan yang dilakukan oleh
korporasi, sesuai dengan pasal 74 UU No.41/2009, akan dikenakan sanksi pidana
kurungan selama 2-7 tahun dan denda Rp2-7 miliar.
Selain itu, akan dikenakan
pidana tambahan berupa perampasan kekayaan, pembatalan kontrak dengan
pemerintah, pemecatan pengurus, dan atau pelarangan pengurus mendirikan
korporasi. Apabila pelakunya memiliki izin usaha, bisa saja dicabut atau
dikenakan sanksi pidana berupa kurungan selama 3 tahun dan denda Rp3 miliar. Dan
kalau itu dilakukan oleh pejabat pemerintah, maka tambahan pidana akan lebih
berat.
Bagi pemberi izin alih fungsi lahan, sesuai pasal 73 UU No.41/2009,
pejabat pemerintah dapat dipidana kurungan selama 1-5 tahun dan denda Rp1-5
miliar.dkw