Senin, 16 Januari 2012

Petani Ancam Musnahkan Kebun Rotan

04-11-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Sekitar 100 orang pengunjuk rasa tergabung dalam Asosiasi Rotan Kalimantan Indonesia (ARKI) dan petani rotan berunjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Kalteng. Aksi tersebut digelar untuk menolak rencana kebijakan Pemerintah Pusat menghentikan ekspor rotan asalan dan setengah jadi.
Para pendemo ditemui Wakil Gubernur Achmad Diran didampingi Sekdaprov Siun Jarias, Kepala Biro Humas dan Protokol Teras A Sahay, serta Kepala Badan Kesbangpolinmas Rigumi.
Koordinator Lapangan Sarwipeni mengatakan, petani rotan Kalteng menuntut pemerintah agar ekspor rotan tetap dipertahankan. Mereka juga meminta Gubernur Kalteng segera mengeluarkan surat rekomendasi untuk mendukung ekspor rotan tetap diberlakukan.
Terkait hal itu juga pihaknya menuntut Pemerintah Daerah agar bertanggung jawab terhadap rotan yang sudah mereka panen, apabila pelarangan ekspor rotan tetap diberlakukan Pemerintah Pusat.
“Jika rotan kami tidak laku dijual atau harga tidak memadai, kami akan memusnahkan kebun rotan. Selain itu, kami juga meminta Gubernur segera menghadirkan menteri terkait untuk berdialog langsung dengan petani rotan Kalteng, seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat," kata Sarwipeni, Kamis (2/11).
Ketua Umum ARKI Herman Yulius mengatakan, akibat kebijakan Pemerintah yang hanya melihat kepentingan sekelompok orang di Cirebon, justru mengorbankan jutaan petani rotan di 3 pulau, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. "Sekitar 300 ribu masyarakat Kalimantan terancam kehilangan mata pencaharian, seperti tenaga budidaya, pemotongan, angkutan, bongkar muat dan lainnya," tegas Herman.
Kepada para pendemo, Diran menegaskan, pihaknya akan segera mengirim surat kepada Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan terkait protes yang dilayangkan ratusan petani rotan se-Kalteng, terhadap rencana perubahan Keputusan Menteri (Kempen) Perdagangan RI No.28/M-DAG/PER/10/2011, tentang Pelarangan Ekspor Rotan.
Diran menilai, rencana pemerintah itu kurang tepat dan harus ditinjau ulang sebelum ditetapkan. Pasalnya, masyarakat merasa dirugikan apabila rencana pelarangan ekspor bahan baku rotan tersebut diberlakukan. Hal ini, terbukti dengan tidak lakunya rotan masyarakat, setelah mencuatnya statemen Mendag di media massa.
“Hari ini (kemarin), saya akan mengirim surat ke Mendag, meminta meninjau kembali rencana pelarangan ekspor rotan. Karena rencana tersebut sangat merugikan bagi masyarakat petani rotan, termasuk di Kalteng,” tegas Diran.
Diungkapkan, sedikitnya 15 persen masyarakat Kalteng menggantungkan hidupnya dari perkebunan rotan. Apabila dilarang mengekspor, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota tidak akan mampu berbuat apa-apa apabila sudah terlanjur ditetapkan. Karena itu, sebelum terjadi, Pemprov Kalteng berupaya meminta Mendag meninjau kembali kebijakan tersebut.
Diran juga menyambut baik aksi demo petani rotan di Kantor Gubernur dan DPRD Kalteng untuk menyampaikan aspirasinya, menuntut supaya Pemerintah Pusat meninjau terlebih dahulu rencana itu. Karena keputusan itu dinilai dapat merugikan masyarakat di daerah. Selama ini, di berbagai daerah di wilayah Kalteng sudah muncul gejolak menolak rencana tersebut.
Dikatakan Diran, apabila hal ini terjadi, ribuan masyarakat di Indonesia, termasuk Kalteng, apabila rotannya sudah tidak laku dijual akan berpengaruh pada hajat hidup masyarakat. Dan akhirnya, kebijakan bukan menyejahterakan, melainkan malah menyengsarakan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari hasil rotan.
Ia menilai produksi rotan Kalteng luar biasa, hanya 20 persen untuk industri, sedangkan sisanya 80 persen masih bahan baku. ”Apakah pemerintah sudah siap mengekspor rotan hanya sejumlah itu? Akhirnya rotan petani sekarang mulai tidak laku. Padahal masih wacana, apalagi kalau memang betul sudah ditetapkan,” kata Diran.
 
Datangi DPRD Kalteng
Dari Kantor Gubernur, pendemo kemudian mendatangi DPRD Kalteng di Jalan S Parman No 2 Palangka Raya. Ratusan massa datang menggunakan truk dan bus dilengkapi atribut berupa spanduk dan alat pengeras suara. Mereka juga membawa beberapa truk rotan kering yang kemudian diparkir di halaman Gedung DPRD Kalteng. Rotan yang mereka bawa dijadikan simbol penolakan rencana dihentikannya ekspor rotan.
Perwakilan massa diterima Wakil Ketua DPRD Kalteng Hendry S Dalim dan anggota Komisi B Walter S Penyang. Kepada sejumlah anggota DPRD, Herman Yulius kembali menyampaikan aspirasi mereka.
Ia menjelaskan, aksi yang mereka lakukan tersebut sebagai reaksi penolakan terhadap keputusan 3 menteri, Menteri Perindustrian, Menteri Kehutanan, dan Menteri Perdagangan, pada 28 Oktober 2011, di Cirebon, terkait penghentian ekspor rotan.
Herman menilai hal tersebut membuat masyarakat petani dan pengumpul rotan Kalteng resah dan menderita. Ribuan ton stok rotan di gudang terancam rusak karena tidak laku dijual. “Kalau peraturan itu tetap diberlakukan, kami petani Kalteng akan musnahkan seluruh kebun rotan kami,” tegasnya lagi.
Rotan di Kalteng, kata Herman, merupakan jenis taman, sega, dan irit, hasil budidaya masyarakat secara turun-temurun sejak 200 tahun lalu. Jenis rotan itu dapat tumbuh secara cepat, bahkan dalam usia 2 tahun bisa dipanen.
Pihaknya juga membantah ekspor rotan menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Karena bagi mereka, rotan tumbuh dari pohon-pohon pelindung, apabila dipotong akan tumbuh lagi tunas-tunas baru. ”Dan bagi kami sebagai masyarakat petani rotan Kalteng, rotan memiliki fungsi ekonomi dan fungsi ekologi,” katanya.
Dikatakan, jumlah produksi rotan di Kalteng setiap bulan mencapai 3.500 ton atau 42 ton/tahun. Sementara kemampuan industri dalam negeri hanya mampu menampung 20 persen, sedangkan 80 persennya jenis soft dan kubu ukuran 8-11mm kurang diminati. Budidaya rotan merupakan mata pencaharian masyarakat Kalteng, seperti di Barsel 75 persen dan Katingan 6 persen menggantungkan hidup dari rotan.
Di Kalteng, akibat keluarnya peraturan tersebut, sebanyak 300.000 orang akan kehilangan mata pencaharian, seperti tenaga budidaya, pemotong rotan, angkutan, bongkar muat, gosok runtih, belerang jemur, penyortiran, packing, dan sebagainya.
Efek negatif dari rencana dikeluarkannya larangan ekspor tersebut, kata Herman, dalam seminggu terakhir petani sudah kesulitan menjual hasil rotannya. Bahkan harga mengalami penurunan drastis, semula Rp2 ribu/kg menjadi Rp800/kg.
Apabila tetap diterapkan, tidak mustahil perkebunan rotan akan punah dan tidak dibudidayakan lagi, sehingga Indonesia yang dikenal sebagai negara penghasil rotan terbesar di dunia (mencapai 80 persen), hanya tinggal menjadi kenangan.
Menanggapi hal itu, Hendry S Dalim menyatakan, tidak ada aturan pemerintah yang akan menyengsarakan rakyatnya. Tuntutan masyarakat itu akan dibicarakan di internal Dewan, terutama Komisi B yang membidangi perekonomian. “Yang jelas, ini akan kita pelajari di internal Dewan dan kita carikan jalan keluarnya,” kata Hendry yang diamini Walter.
Aksi damai di kedua tempat itu mendapat pengawalan ketat aparat Polda dan Polres. Iring-iringan massa menggunakan truk juga dikawal mobil kepolisian agar tidak mengganggu arus lalu lintas di Kota Palangka Raya. sgh/dkw/adn

SPBU Jangan Bantu Pelangsir

01-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Pascademo, distribusi solar di Sampit sudah lancar. Tapi, aparatur dan para pengusaha SPBU diminta turut mengawasi kendaraan yang mengantre berulangkali untuk membeli BBM.
Aparat dan pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) diminta tidak membantu ulah pelangsir dalam menimbun bahan bakar minyak (BBM), mengingat kebutuhan dan ketersediaan BBM di Palangka Raya tidak seimbang.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang kepada wartawan, Senin (30/5), mengatakan, kebutuhan BBM, terutama di Palangka Raya meningkat, namun persediaan di SPBU kurang. Ini terjadi karena banyak truk dengan plat non-KH (luar Kalteng) ikut ngantre di SPBU yang melayani subsidi. Selain itu, terjadi keterlambatan distribusi yang mengakibatkan antrean panjang di seluruh SPBU akhir-akhir ini.
Teras berharap dalam beberapa hari ke depan distribusi BBM ke daerah ini normal. Truk-truk yang seharusnya menggunakan BBM nonsubsidi, jangan sampai mengganggu jatah yang bersubsidi, meski hal tersebut tidak dapat dihindari.
Aparatur dan para pengusaha SPBU diminta mengawasi kendaraan yang diketahui mengantre berulangkali untuk membeli BBM. Jika ada, agar dilaporkan ke polisi. “Jangan dibiarkan,” tegas Teras.
Teras menyambut baik usulan PT Pertamina yang disampaikan anggota DPRD Kalteng dari Dapil I (Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas, dan Katingan) dalam Rapat Paripurna Dewan, baru-baru ini, untuk mendirikan SPBU yang melayani BBM khusus nonsubsidi. Usulan ini dinilai Teras cukup baik guna menanggulangi antrean pembeli di SPBU.
Lebih lanjut Teras mengatakan, di daerah lain tidak ada antrean karena banyak alternatif untuk pengisian BBM seperti Petronas, Total, dan Shell. Sementara di Kalteng, khususnya di Palangka Raya, hanya dilayani Pertamina. Ia mengaku sangat bersyukur dan merasa terbantu apabila ada pihak swasta seperti Petronas, Total, dan Shell yang ingin mengembangkan usahanya di Kalteng.
Menyikapi akan ada cuti bersama, Teras berharap suplai BBM akan tetap lancar, karena ia sudah mengecek antrean mulai berkurang. “Suplainya sudah datang dan ada penambahan. Mudah-mudahan tidak ada kendala,” kata Teras.
Sementara itu, Rapat Pengendalian Inflasi Tingkat Provinsi Kalteng yang dilaksanakan di Gedung Serba Guna Bank Indonesia (BI) Palangka Raya, kemarin, dengan materi pembahasan tentang solusi kendala solar dan daging ayam ras,  menghasilkan dua opsi. Pertama, penambahan SPBU nonsubsidi di satu kota dan lima kabupaten. Kedua, penambahan kuota BBM untuk setiap SPBU yang sudah ada.
Asral Mashuri, Deputi Pemimpin BI Palangka Raya bidang ekonomi moneter, selaku pemimpin rapat mengharapkan agar opsi itu dapat ditindaklanjuti Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur Kalteng, untuk diteruskan ke Pemerintah Pusat.
Kemudian juga disepakati, pihak berwenang diminta agar bertindak mengatasi antrean panjang yang selama ini terjadi. Kondisi ini terjadi diduga kuat lantaran adanya penyelewengan BBM bersubsidi untuk keperluan industri oleh oknum tertentu.
Tugiyo Wiratmojo, Ketua Kadin Provinsi Kalteng, menilai antrean BBM terjadi semata-mata karena adanya aksi ambil untung oknum tertentu. Para oknum tersebut mendapat untung banyak ketimbang menjadi kuli bangunan maupun menyadap karet, karena melangsir tidak terlalu melelahkan.
 
Langsung Lancar
Sementara itu di Sampit, pascademonstrasi para sopir bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM) di DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Senin (30/5) lalu, distribusi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar langsung terlihat normal.
Antrean panjang, baik truk angkutan maupun mobil kecil di sejumlah SPBU nyaris sudah tidak tampak lagi. Walaupun ada, jumlahnya tidak lebih dari sepuluh buah.
"Sejak pagi hingga siang (kemarin), tidak terjadi lagi antrean panjang seperti beberapa hari lalu," kata Maman, seorang petugas SPBU Pelita.
Ia menjelaskan, sejak keluar keputusan Pemda bersama DPRD yang tidak membatasi pembelian solar di SPBU--kecuali bagi pelangsir--, di tempatnya bekerja tidak lagi ditemukan antrean panjang. Para sopir angkutan juga merasa puas karena tidak ada lagi pelangsir yang ikut mengambil solar subsidi di SPBU.
Seorang pengelola SPBU Jalan MT Haryono juga mengakui, mulai kemarin, antrean kendaraan pengguna solar tidak seperti dua hari lalu. "Memang masih ada yang mengantre solar, tetapi jumlahnya bisa dikatakan normal," ujarnya.
Pantauan Tabengan saat mengikuti sidak Komisi II di sejumlah SPBU, kemarin, hingga pukul 13.00 WIB, SPBU masih tampak beroperasi. Sebelumnya, sejumlah SPBU hanya melayani penjualan solar kurang dari empat jam. Bahkan beberapa SPBU, baru dua jam melayani penjualan solar sudah memampampang tulisan ’Stok solar habis’.
Normalnya distribusi solar di SPBU Sampit, selain disebabkan keputusan Pemda dan DPRD tidak membatasi pembelian solar bagi truk angkutan di SPBU, juga karena di seluruh SPBU dijaga ketat petugas kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Petugas gabungan tersebut mencatat nomor polisi (nopol) kendaraan yang mengisi solar di SPBU. Data tersebut akan dicocokkan dengan data petugas di semua SPBU. Jika ditemukan nopol kendaraan yang sama dan dicurigai sebagai milik pelangsir, polisi akan menindaknya.
“Data-data nopol kendaraan yang mengisi solar di SPBU ini akan kita bandingkan dengan data kendaraan yang mengisi solar di SPBU lainnya. Apabila ada yang dua kali mengisi BBM di SPBU akan dipanggil kepolisian,” jelas Suryadi, petugas kepolisian di SPBU Pelita.
Wakil Ketua Komisi II Ary Dewar yang memimpin sidak ke sejumlah SPBU menyatakan, sidak dilakukan untuk memantau langsung realisasi dari keputusan DPRD Kotim. Selain itu, pihaknya juga ingin memastikan kebenaran pernyataan pihak Pertamina bahwa kuota solar subsidi untuk sembilan SPBU dan tujuh APMS di Kotim adalah 145 kiloliter/hari. Dengan jatah tersebut dipastikan stok solar untuk Kotim aman.
Kedatangan rombongan anggota Dewan disambut gembira oleh sejumlah sopir yang kebetulan tengah mengisi solar. “Jangan bosan membantu kami ya pak. Membeli minyak solar menjadi lebih mudah,” ujar seorang sopir kepada Ary Dewar di SPBU Pelita.
Menurut Ary yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi II,  sidak SPBU akan dilakukannya secara kontinyu. Kami dari Komisi II DPRD Kotim akan terus memantau masalah ini,” ucap Ary.
 
Masih Lumpuh
Sementara itu, meski sejak kemarin kebutuhan akan solar sudah terbilang lancar, kelumpuhan di Pelabuhan Sampit tetap belum teratasi. Sepanjang hari kemarin belum terlihat aktivitas bongkar muat, sementara jumlah kapal yang antre terus bertambah menjadi sekitar 11 buah.
AR Fanany, General Manager PT Pelindo III Cabang Sampit mengatakan, kesulitan melakukan bongkar muat barang di Pelabuhan Sampit dapat menimbulkan preseden buruk bagi para investor maupun pengguna jasa pelabuhan lainnya. Sejumlah pihak mulai mengeluhkan sulitnya mendapatkan kapal yang mau berlayar ke Pelabuhan Sampit karena pemiliknya  takut rugi akibat lamanya proses bongkar muat.
“Pelabuhan Sampit menggunakan sistem bongkar langsung dimuat ke truk, jadi tidak ada penumpukan barang di pelabuhan. Dengan kondisi saat ini, otomatis setiap kali bongkar selalu membutuhkan waktu panjang,” jelas Fanany.
Fanany berharap, dengan lancarnya pasokan solar, aktivitas Pelabuhan Sampit bisa pulih kembali.  Saat ini, jumlah kapal yang antre untuk bongkar sudah mencapai 11 buah. Kapal-kapal tersebut sudah cukup lama berlabuh di tengah Sungai Mentaya menunggu giliran bongkar. ”Keadaan ini sungguh memprihatinkan,” ucapnya.
Menurut Fanany, lambannya bongkar muat  berpotensi terhadap terjadinya inflasi harga sejumlah kebutuhan pokok di Kotim. Karena kesulitan mendapatkan kapal, pengusaha terpaksa menggunakan berbagai macam cara mengangkut barangnya meskipun dengan biaya yang mahal. Akhirnya, ujar Fanany, masyarakat yang menjadi korban, harga naik.
Kebutuhan masyarakat Kotim terhadap barang-barang dari luar, khususnya Pulau Jawa terbilang tinggi. Satu-satunya transportasi yang murah yang mampu mengangkut dengan jumlah banyak adalah kapal. Bisa dengan alat transportasi lain, misalnya pesawat, namun biayanya sangat tinggi. dkw/liu/c-dis

Tim Pemburu Api Kerja Siang-Malam

04-10-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap di Kalteng, selain dilakukan melalui operasi hujan buatan oleh Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), juga dengan cara operasi darat. Bahkan pada malam hari juga tetap melakukan pemadaman.
Mugeni, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalteng di Sekretariat Operasi Darat Posko Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan, dan Perkarangan Kalteng 2011, Senin (3/10), mengatakan, kebakaran saat ini cenderung terjadi pada malam hari atau sudah berubah pola agar tidak terpantau regu pemadam.
Operasi udara sudah dilaksanakan sejak Sabtu, 16 September lalu dan direncanakan hingga 16 Oktober 2011 mendatang. Hanya dalam pelaksanaannya terkendala minimnya ketersediaan awan comulus sebagai modal menyemai garam agar tercipta hujan. Dengan kendala tersebut, operasi darat lebih dioptimalkan, khususnya di wilayah Palangka Raya dan sekitarnya, mengingat di kabupaten lain juga sudah didirikan posko serupa.
Bahkan, sejak 22 September lalu, pemadaman juga dilakukan hingga malam hari. “Makanya ada tiga Manggala Agni yang ditugaskan di posko ini, dari Tagana ada 1 regu, tim pemadaman kebakaran dari Dinas Kehutanan Kalteng, dan pemadam kita,” katanya.
Lebih lanjut Mugeni mengatakan, seminggu sebelum 30 September lalu, kondisi cukup kering, bahkan dalam sehari lebih dari 200-300 hotspot, mengingat data itu hanya terpantau saat satelit NOAA berotasi di atas wilayah Kalteng. Sementara pada sore hari hotspot tersebut tidak terpantau lagi. Begitu juga dengan kebakaran yang terjadi cukup banyak. Pihaknya mengaku kewalahan menangani kondisi tersebut, sehingga kemungkinan operasi ini dilakukan hingga 16 Oktober mendatang, mengingat pada pertengahan Oktober diperkirakan sudah mulai masuk musim hujan.
Terpisah, Andreas Dody, Bidang Deteksi Dini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng mengatakan, meski sebaran hotspot pada 1 dan 2 Oktober Kota Palangka Raya 0 titik, namun kabut asap tetap menyelimuti ibukota Kalteng tersebut. Kondisi ini disebabkan kebakaran yang terjadi di Pulang Pisau, Kapuas, dan beberapa daerah di Kalsel terbawa angin ke Palangka Raya.
Sesuai data satelit NOAA, 1-2 Oktober terdapat 71 titik, tertinggi berada di Pulang Pisau 24 titik, disusul Kapuas 14 titik, dan Katingan 9 titik. Masing-masing Palangka Raya, Kabupaten Barito Utara, dan Barito Timur selama 2 hari tersebut tidak terdapat titik panas. “Meski demikian, tetap perlu diwaspadai karena pola pembakaran lahan oleh masyarakat masih terjadi hingga saat ini,” katanya, kemarin.
Senada disampaikan Heru Widodo, Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT Pusat. Meski 0 titik, kata Heru, namun Palangka Raya yang merupakan pusat ekonomi Kalteng tetap menjadi prioritas dalam operasi hujan buatan. Sejauh ini, kendala awan tipis mengakibatkan penyemaian tidak menghasilkan hujan deras dan merata. Tapi, Heru menilai upaya mereka berhasil karena beberapa hari terakhir titik api menurun dibanding jumlah pada September lalu yang mencapai ratusan.
Berdasar pantauan udara, kabut asap merupakan kiriman dari Kalsel yang juga tengah dilanda kebakaran lahan dan pekarangan. Bahkan, Kepala BPBD Kalsel telah meminta Pemerintah Pusat agar melakukan operasi hujan buatan di Kalsel untuk memadamkan dan menurunkan jumlah titik api.
Meski demikian, hal ini tergantung dengan keputusan Pemerintah Pusat. Menurutnya, Kalteng masih memerlukan hujan buatan karena kebakaran pada lahan gambut belum sepenuhnya padam. Beberapa meter di kedalaman gambut masih menyimpan bara dan mengepulkan asap tebal. Selain itu, pembakaran lahan untuk kepentingan pertanian masih dilakukan masyarakat.
 
Kualitas Udara Membaik
Sementara itu, seiring hujan yang mulai mengguyur Palangka Raya, kabut asap semakin berkurang. Hal ini juga berdampak positif terhadap kualitas udara. Menurut hasil uji laboratorium terhadap indeks standar pencemaran udara (ISPU) dan konsentrasi pencemar udara yang dilakukan Laboratorium Lingkungan BLH Kota Palangka Raya, kualitas udara dengan parameter kritis PM10 (partikel berukuran kurang dari 10 mikron) pada 3 oktober, menunjukkan nilai ISPU 85.
Bahkan pada 2 hari lalu, nilai ISPU sempat turun hingga 65, turun dibanding sehari sebelumnya yang mencapai 82. Padahal, pada Kamis (29/9), konsentrasi pencemaran udara di Kota Palangka Raya sempat menujukkan angka tidak sehat, karena nilai ISPU berada pada angka 101.
Pada kategori sedang, udara tidak berpengaruh pada kesehatan manusia, tetapi berdampak pada tumbuhan. Namun pada kondisi tidak sehat, udara dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang sifatnya merugikan.
Dari pantauan Tabengan, setelah sempat turun hujan buatan di beberapa wilayah pada Sabtu (1/10), kondisi kabut asap sedikit berkurang, terutama waktu pagi hari, dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB. Tidak seperti hari sebelumnya, kabut asap cukup mengganggu aktivitas warga.
Di pihak lain, sebagian warga mengaku tetap khawatir, sebab kebakaran bisa muncul setiap saat dan memunculkan kabut asap. “Kalau kemarau masih berlanjut, asap masih bisa muncul lagi. Sebab, kebakaran hutan pasti akan tetap terjadi,” kata Hermanus, salah seorang pengusaha di Palangka Raya, kemarin. dkw/adn

Izin PBS Akan Dicabut

23-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Gubernur Kalteng memberikan peringatan keras dan akan mencabut izin PBS bidang perkebunan, jika terbukti melakukan pembakaran lahan.
Menjelang musim kemarau saat ini, perkebunan besar swasta (BPS) kelapa sawit diingatkan secara keras untuk tidak melakukan pembakaran, agar menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendalai.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang usai Rapat Koordinasi Kesehatan se-Kalteng di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, Rabu (22/6),  mengatakan, hal ini tidak diimbau lagi, namun untuk perkebunan akan lebih tegas, sehingga kalau ada yang ketahuan melakukan pembakaran, izinnya bakal dicabut.
Selain itu, untuk menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalteng, Pemprov akan berkoordinasi dengan Dinas dan Badan terkait penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Bahkan saat ini Dinas Perkebunan se-Kalteng melakukan rapat koordinasi mengenai pencegahan kebakaran lahan dan kebun, begitu juga dengan posko-posko pengendalian kebakaran sudah aktif semua.
Teras memerintahkan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Kepala Balai, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah membuat surat untuk minta bantuan hujan buatan, sebagai salah satu upaya antisipasi menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Karena dengan musim kemarau yang belum terlalu kering ini, awan komulus masih ada, sehingga dinilai mudah untuk dilakukan hujan buatan. Hal tersebut diharapkan dapat didukung oleh Pemerintah Pusat terkait keinginan dan target yang mau dilakukan.
Teras juga berharap hujan buatan tersebut dapat dilakukan di seluruh Kalteng, terutama di daerah-daerah yang dinilai rawan, seperti Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis), Kotawaringin Timur (Kotim), dan Kotawaringin Barat (Kobar) yang saat ini sudah terdapat beberapa titik api.
Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalteng, ada beberapa langkah yang akan dilakukan di antaranya hujan buatan, meminta bantuan pesawat atau helikopter untuk membuat bom air, dan tindakan-tindakan lainnya.
Namun yang lebih perlu untuk dilakukan saat ini, posko-posko yang ada harus diaktifkan kembali untuk memadamkan kebakaran secara konvensional. Sementara di tingkat kabupaten/kota, sesuai dengan Peraturan Gubernur, agar dapat dilaksanakan secara maksimal.
Kendati demikian,  Teras mengaku tidak ingat persis jumlah anggaran untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan 2011 ini, karena dana tersebut terdapat di beberapa instansi dan dinas terkait, sehingga kalau semuanya dikumpulkan akan cukup besar. Tetapi untuk membuat hujan buatan dan menyewa pesawat, anggaran tersebut tidak memadai.
Terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Kalteng Erman P Ranan juga mengingatkan PBS agar dalam membersihkan lahannya tidak dengan cara membakar. “Jangan berpikir memadamkan yang sudah terbakar,” katanya.
Ia mengharapkan PBS swasta tersebut mengantisipasi agar jangan sampai terjadi kebakaran. Karena apabila terjadi kebakaran, perkebunan tersebut juga yang rugi. “PBS memang dilarang melakukan pembakaran dan bisa dikenakan sanksi secara hukum,” katanya.
 
Tertinggi se-Kalteng
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kotim dari Januari hingga kemarin, terdapat sebanyak 48 titik hotspot (titik panas) yang tersebar di wilayah Kabupaten Kotim. Titik hotspot yang kian bertambah tersebut  menempatkan Kotim sebagai peringkat pertama untuk jumlah hotspot se-Kalteng.
Berdasarkan pantauan pada Mei, tercatat 27 hotspot, kemudian Juni sekitar 21 titik, apabila ditotal dari Januari hingga mendekati akhir Juni, terdapat 48 hotspot yang  tersebar di Kotim. “Jumlah ini sangat tinggi apabila dibandingkan dengan data pada 2010 lalu yang hanya terdapat sebanyak lima titik,” kata Kepala BKSDA Kotim Ian Septiawan kepada Tabengan, di Sampit, kemarin.
Diterangkan Ian, hotspot paling mendominasi di wilayah Kecamatan Parenggean, Mentaya Hulu dan perkotaan, Baamang, sementara Ketapang masih dinyatakan aman.
Kebakaran yang terjadi tersebut disebabkan oleh musim kemarau yang saat ini sedang melanda kabupaten Kotim dan perilaku masyarakat yang seenaknya membakar lahan.
Dalam hal antisipasi, pihaknya terus melakukan pemantauan secara aktif terhadap lokasi-lokasi yang berpotensi terjadi kebakaran lahan. Kendati demikian, ia mengakui BKSDA Kotim sendiri sifatnya hanya bisa melakukan pemantauan, sedangkan untuk aksi di lapangan merupakan ranah dari Pemerintah Daerah.
Pihaknya juga telah meningkatkan kewaspadaan terhadap wilayah-wilayah rawan di Kotim seperti dengan  melakukan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan. “Tim Manggala Agni Regu 003 mengaku siap mem-back up Pemkab Kotim untuk mengatasi kebakaran lahan yang terjadi,” ujarnya.
Terpisah, Wakil Bupati Kotim HM Taufik Mukrie meminta masyarakat Kotim mewaspadai kebakaran lahan sedini mungkin untuk menghindari dampak yang ditimbulkan dari bencana kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan yang sering terjadi di musim kemarau.
Dampak dari kebakaran lahan tersebut akan membawa banyak kerugian, sehingga perlu meningkatkan kewaspadaan, seperti dengan membatasi pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. “Sebaiknya warga melakukan pembakaran lahan terkendali yang tidak menimbulkan potensi terjadinya kebakaran lahan,” kata Taufik kepada Tabengan via telepon seluler, kemarin.
 
Berkurang
Sementara di Kuala Kapuas, BLH Kapuas menyatakan titik panas di daerah itu terjadi penurunan jumlah karena partisipasi masyarakat terhadap bahaya kebakaran lahan meningkat.
"Meskipun terjadi penurunan jumlah titik panas, namun masyarakat diminta tetap waspada terhadap bahaya kebakaran lahan," kata Kepala BLH Kapuas Andarias Lempang melalui Staf Bagian Penanggulangan Bencana, Mardhinata D Bulit, kemarin.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kehutanan hasil pencitraan satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) 18 yang diperoleh dari ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) sampai 19 Juni 2011, titik panas di daerah itu mencapai 31 titik.
Ia mengatakan dari rincian titik panas dari Januari 2011 hingga 19 Juni 2011, Januari sebanyak empat titik panas, Februari enam titik panas. Kemudian, Maret, sebanyak 14 titik panas, April dan Mei masing-masing tiga titik, dan hingga 19 Juni satu titik.
Mardhinata mengatakan ada beberapa koordinat titik panas yang tidak masuk dalam administrasi Kapuas, tetapi masuk ke wilayah Kabupaten Pulpis, Gunung Mas, dan Barito Selatan.
Titik panas yang masuk dalam batas wilayah Kapuas sebanyak delapan titik, sebenarnya masuk ke Pulpis tiga titik, Gumas satu titik panas, dan empat titik di Barsel.
Sedangkan wilayah kecamatan yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan, di antaranya Mantangai, Dadahup, dan Kapuas Murung.
Bupati Kapuas HM Mawardi MM telah meminta seluruh camat mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan, lahan dan pekarangan menindaklanjuti surat edaran Gubernur Kalteng No.660/1059/III/BLH/2010 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan tahun 2010 dan 2011.
Selain itu, Mawardi juga meminta warga mewaspadai kebakaran lahan sedini mungkin guna menghindari dampak ditimbulkan dari bencana yang kerap terjadi pada musim kemarau. dkw/c-mye/ant

Kemenbudpar Terkesan Wisata Susur Sungai


28-07-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Wisata susur sungaidi Kalteng memiliki prospek menjanjikan dan perlu dikelola secara profesional. Pihak Kemenbudpar saat berkunjung ke Kalteng menyatakan terkesan dengan wisata alam tersebut.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) memberikan apresiasi terhadap wisata susur sungai di Kalteng yang memiliki prospek menjanjikan jika dikelola secara maksimal dan profesional. Mereka terkesan dengan keindahan dan keberadaan sungai besar di Kalteng yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah agar mampu meningkatkan kunjungan wisatawan dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) setempat.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kalteng Rudiansyah Iden kepada Tabengan, Selasa (26/7). “Pengelolaan wisata kapal susur sungai di Kalteng mendapatkan pujian dari pihak Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata saat mereka berkunjung ke Kalteng dan memantau keberadaan kapal susur sungai, terutama di Palangka Raya,  beberapa waktu lalu,” katanya.
Rudiansyah juga mengatakan, pengelolaan kapal susur sungai dinilai pihak Kemenbudpar lebih baik bila dibanding dengan daerah lain di Indonesia. Ia mengaku bangga dan ini menjadi tantangan bagi instansinya agar mampu mengelola lebih baik dan profesional dalam memajukan wisata susur sungai di daerah ini.
Rudiansyah menyebut, potensi wisata susur sungai di Kalteng ini cukup beragam karena seluruh kabupaten/kota memiliki alur sungai besar maupun kecil. Selain itu terdapat garis pantai yang membentang di tujuh kabupaten, Sukamara, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Seruyan, Katingan, Pulang Pisau, dan Kapuas. “Kabupaten/kota yang memiliki potensi sungai dan pantai kami harap dapat mengembangkan wisata susur sungai di daerah masing-masing,” ujarnya.
Sebab, jika potensi pariwisata tersebut mampu dimanfaatkan dan dibarengi promosi yang gencar, ia yakin dapat meningkatkan kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara. Hingga saat ini, kata Ridiansyah, kapal susur sungai milik pemerintah daerah maupun milik swasta untuk di wilayah Kota Palangka Raya ada empat buah, Kumai di Kabupaten Kotawaringin Barat ada 50 unit, dan terdapat beberapa unit di kabupaten lainnya.
Ke depan pihaknya juga akan mengembangkan wisata susur sungai di Kabupaten Kapuas dan saat ini dalam proses penjajakan dengan pemerintah daerah setempat. Selain itu, di Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Kotawaringin Barat. “Untuk memajukan wisata susur sungai ini diperlukan beberapa hal, di antaranya kesiapan pengelola dalam pemberian pelayanan dan tenaga pariwisata yang mampu memberikan informasi kepada para wisatawan,” katanya.
Mereka dituntut untuk mampu memberikan informasi secara jelas dan lengkap terhadap kondisi kapal dan rute yang akan ditempuh kepada para wisatawan. Dengan demikian, mereka akan memiliki kesan tersendiri dan diharapkan turut menginformasikan kepada wisatawan lain di dalam maupun luar negeri.
Namun demikian, wisata susur sungai memiliki kelemahan terutama pada musim kemarau yang berakibat terjadi pendangkalan alur sungai yang menyulitkan kapal berukuran besar bisa berlayar dalam jarak cukup jauh.  
Meski secara umum belum mampu menyumbang PAD Kalteng, namun selama ini mapu memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar, terutama di daerah pelabuhan baik dari segi perekonomian maupun wisata seperti pajak transportasi sungai, retribusi, dan pajak-pajak lainnya.
Terpisah, pengelola KM Lasang Teras Garu yang merupakan kapal wisata susur sungai di Palangka Raya Gamaliel Tumon, mengatakan, kapalnya melayani rute kunjungan situs bidaya dan wisata alam dengan jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat.
Untuk itu, Gamaliel mengharapkan Disbudpar Kalteng mampu meningkatkan keberadaan objek wisata yang dilintasi kapalnya, seperti desa wisata dan beberapa situs budaya yang banyak menarik minat pengunjung.
“Seperti yang ada di Danau Rawit (Palangka Raya), di sana sangat menarik untuk dikembangkan karena terdapat kehidupan alami warga Dayak dalam memelihara hutan dan danau serta profesi nelayan yang dilakukan secara turun temurun dengan kearifan lokal,” katanya, kemarin.
Gamaliel mengaku pembinaan dari Disbudpar Kalteng masih perlu ditingkatkan terutama berkaitan dengan keberadaan wisata susur sungai yang tidak bisa dilihat hasilnya dalam waktu yang singkat. Sebab, semua memerlukan promosi dan berbagai upaya untuk menarik minat wisatawan ebrkunjung.
“Wisata adalah hal yang sederhana karena yang ditampikan menyangkut kehidupan alami masyarakat Dayak. Dan ini justru menjadi daya tarik tersendiri sehingga perlu dikelola secara maksimal,” katanya.
Selain itu, Gamaliel mengharapkan agar instansi terkait mampu memerhatikan kondisi air sungai agar tidak tercemar aksi penangkapan ilegal, penambang ilegal, dan penebangan hutan ilegal yang dapat merusak habitat dan ekosistem sungai dan danau yang menjadi lokasi kunjungan.dkw/anr


Pengangkatan Tenaga Honorer Tunggu PP

02-12-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Para tenaga honorer yang tersisa diminta tetap bersabar karena hingga kini belum bisa diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya, Pemerintah Pusat belum menandatangani Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengangkatan tenaga honorer di Indonesia.
Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kalteng Agustina D Dewel mengatakan, keputusan ini merupakan hasil dari pertemuan seluruh Kepala BKPP, serta Sekretaris Derah Provinsi dan Kabupaten/Kota Regional VIII di Batam pada pertengahan November lalu, yang khusus membahas pengangkatan sisa tenaga hororer.
“Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengangkatan tenaga honorer tersebut sampai saat ini belum diterbitkan,” kata Agustina yang didampingi Kepala Bidang Diklat Struktural Sintharna di ruang kerjanya kepada Tabengan, Kamis (1/12).
Hal itu terjadi mengingat pergantian Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) RI dari EE Mangindaan kepada Azwar Abubakar, sehingga masih ada penyesuaian yang menyebabkan pengangkatan tenaga honorer tersebut harus dipelajari lagi oleh MenPAN-RB yang baru.
Dengan belum diterbitkannya PP tersebut, tidak ada dasar bagi para pihak untuk melakukan pengangkatan terhadap para tenaga honorer, sehingga mereka diharapkan tetap bersabar menunggu informasi selanjutnya. Menurut Agustinan, pada 2011 ini tidak memungkinkan dilakukan pengangkatan para tenaga honorer karena hanya tinggal 1 bulan tersisa. “Tidak mungkin untuk mengangkat yang kategori I karena waktu tinggal 1 bulan dan anggarannya dari mana,” kata Agustina.
Karena itu, pengangkatan para tenaga honorer tersebut kemungkinan akan dilakukan pada 2012 mendatang. Sementara dengan belum diterbitkannya PP tersebut, BKPP diminta menata PNS di lingkungan kerja masing-masing.
Sementara mengenai tenaga honorer di lingkungan Pemprov Kalteng yang diterima hingga 2005 dan belum diangkat menjadi CPNS hanya tinggal 114 orang. Dengan rincian, honorer kategori I atau digaji dari APBN atau APBD sebanyak 80 orang dan untuk honorer kategori II atau digaji berasal dari non-APBN dan APBD 34 orang.
Ia menegaskan, sejak 2006 sampai saat ini, yang ada hanya tenaga kontrak, karena penerimaan tenaga honorer sudah tidak diperbolehkan lagi oleh pemerintah berdasarkan PP No.43/2007 perubahan atas PP 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebelumnya berdasarkan PP 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS sudah dilakukan pendataan  dan diangkat semuanya sampai 2009 lalu. Namun dari pendataan tersebut, masih ada yang tertinggal atau belum diangkat, sehingga akan dilakukan pengangkatan lagi. Namun tenaga honorer yang diangkat tersebut masih memenuhi syarat dalam PP 48/2005.
Hal tersebut didukung dengan adanya Surat Edaran Menpan-RB No.5/2010 untuk melakukan pendataan ulang terhadap para tenaga honorer yang masih tertinggal dengan masa jabatan dari Januari-Desember 2005. Sementara terhadap para tenaga honorer yang belum diangkat ini, beberapa waktu lalu pihaknya sudah mengirim surat kepada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menata tenaga honorer di instansinya masing-masing.
Dari SKPD juga sudah menyampaikan data tersebut kepada pihaknya dan selanjutnya diusulkan ke Pemerintah Pusat untuk diverifikasi. Bahkan, Pemerintah Pusat sudah menurunkan tim yang berasal dari Kemenpan-RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Sekretariat Negara ke Palangka Raya untuk memvalidasi data tenaga honorer tersebut.
Karena itu, yang memutuskan apakah tenaga honorer tersebut layak diangkat atau tidak ditentukan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini tim validasi. Sedangkan pihaknya hanya menyediakan data dan memfasilitasi.
Sementara yang diusulkan untuk tenaga honorer kategori I sebanyak 80 orang dan honorer kategori II mencapai 34 formasi. “Namun itu hanya tenaga honorer di lingkungan Pemprov Kalteng, karena dari kabupaten/kota berhubungan langsung dengan Menpan-RB,” jelasnya.
Lebih lanjut Agustina mengatakan, untuk tenaga honorer kategori I tidak melalui tes, sementara tenaga honorer kategori II masih dites. Namun hal tersebut dilakukan atas sesama honorer yang kemudian hasilnya akan divalidasi oleh tim dari Pemerintah Pusat.
Karena itu, pihaknya tidak mengetahui berapa orang yang dinyatakan oleh tim bisa diangkat menjadi CPNS, meskipun yang bersangkutan diangkat layak diangkat. Namun hal itu belum bisa dilakukan, mengingat PP pengangkatan tenaga honorer tersebut belum ditandatangani. dkw

Perusahaan Terindikasi Rambah Hutan


08-11-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Perusahaan yang beroperasi di Desa Bereng Rambang, Kahayan Tengah, selain bersengketa lahan dengan masyarakat, ternyata juga diindikasikan merambah hutan produksi.
Selain terjadi sengketa lahan dengan masyarakat, perusahaan yang beroperasi di Desa Bereng Rambang, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, terindikasi telah merambah hutan di wilayah desa tersebut.
Hal itu terungkap dari hasil peninjauan Dinas Kehutanan (Dishut) Kalteng, Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan anggota DPRD Kalteng, Senin (7/11). Peninjauan tersebut membuat masyarakat Bereng Rambang, yang sebelumnya mengadu ke DPRD Kalteng, dapat sedikit bernafas lega.
Ketua Komisi A DPRD Kalteng Yohanes Freddy Ering mengatakan, peninjauan lapangan tersebut sebagai tindak lanjut terhadap pengaduan masyarakat Bereng Rambang kepada DPRD Kalteng, Rabu, 19 Oktober 2011, tentang dugaan pencaplokan lahan warga oleh Nego J Abel dan kawan-kawan.
“Kita dari DPRD Kalteng tadi hanya mendampingi dan ingin memantau secara langsung pengaduan dari masyarakat Bereng Rambang, ternyata apa yang disampaikan masyarakat tersebut benar adanya,” kata Freddy kepada Tabengan yang diamini Imam Mardhani, Iber H Nahason dan Lina Ningsih, yang juga turut serta dalam peninjauan ke lapangan tersebut.
Menurut Freddy, selain diduga menyerobot tanah warga desa, dengan membuat surat keputusan tentang penetapan pejabat penerbit surat keterangan sah kayu bulat (P2SKSKB) kayu rakyat mengatasnamakan masyarakat desa tersebut, juga terindikasi telah merambah hutan, yang ke depannya dikhawatirkan mengganggu ekosistem wilayah setempat.
“Berdasarkan pengamatan kita, jelas sekali akibat ulah oknum tersebut ada yang dirugikan, terutama warga setempat. Selain itu, beberapa oknum tersebut juga terindikasi telah merambah kawasan hutan,” tambah Freddy.
Legislator senior dari PDI Perjuangan ini menjelaskan, meskipun sudah ada aksi masyarakat dengan mengadu ke DPRD Kalteng, namun ternyata perusahaan tersebut masih melakukan aktivitas. Di lokasi terdapat bandsaw, jalur rel untuk pengangkutan kayu, jalan, dan membangun berbagai fasilitas pendukung aktivitasnya.
Karena hal itu diindikasikan telah merambah hutan, Freddy meminta pemerintah segera menyelidiki keberadaan perusahaan tersebut. “Kita minta kepada pihak aparat untuk dapat serius dalam melakukan penyelidikan ini, karena berdasarkan penilaian kita, perbuatan oknum tersebut diduga ada bentuk pidananya,” kata Freddy.
Freddy menambahkan, kedatangan rombongan peninjauan tersebut mendapat sambutan hangat dari warga, kepala desa maupun perangkat Desa Bereng Rambang.
Rudy Naik, jurubicara warga Desa Bereng Rambang mengatakan, sejumlah tanah adat masyarakat setempat dikuasai oleh Nego J Abel bersama rekan-rekannya. Penguasaan tanah adat dan hutan desa tersebut dilakukan tanpa berkoordinasi dengan aparat atau kepala desa setempat. Luas lahan yang dikuasai tersebut sekitar 1.000 hektare, yang dibuka lebih secara bertahap.
Untuk mendukung aktivitas dengan pembukaan lahan tersebut, Nego dan rekan-rekannya juga telah mendirikan Koperasi Bukit Rambang, Bandsaw UD Setia, dan memasukkan PT Jatayu. “Itu merupakan salah satu sarana Nego untuk mengapling dan memperluas penguasaan hutan/lahan, yang mana kegiatan tersebut telah merusak habitat hutan,” katanya.
Selain itu, tanda tangan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kalteng Sipet Hermanto diduga dipalsukan dalam SK tentang P2SKSKB kayu rakyat.
Sipet yang juga turut meninjau ke lapangan mengatakan, pihaknya terus melakukan pemeriksaan mengenai surat tersebut. Apabila kemungkinan ada pemalsuan, akan dilaporkan kepada pihak kepolisian. Terbitnya surat bernomor 522.2.221/118/Dishut, 11 Januari 2011, dengan tanda tangan Kedishut Kalteng Sipet Hermanto tersebut, menimbulkan keresahan warga Desa Bereng Rambang.
Saat diwawancarai di kantornya, kemarin, Sipet menegaskan, dari hasil pengecekan di lapangan, secara umum dengan menggunakan global positioning system (GPS), lokasi kegiatan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) tanah milik yang diadukan oleh warga Bereng Rambang ke DPRD Kalteng beberapa waktu lalu, terindikasi berada di kawasan hutan produksi.
Apabila memang terbukti kegiatan tersebut berada di lokasi hutan produksi, akan diproses sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku dan dilimpahkan kepada pihak Polda Kalteng. “Kalau memang terindikasi industri yang ada di sana melakukan pengolahan berasal dari kayu-kayu ilegal, tidak menutup kemungkinan juga akan kami usulkan kepada Gubernur untuk dicabut izin industrinya,” tegas Sipet.
Ia menjelaskan, dalam pengecekan itu pihaknya lebih pada menyangkut fungsi kawasan, baik lokasi industri maupun lokasi IPK tanah milik dengan aspek legal formal sertifikat tanah milik kelompok masyarakat tersebut.
Namun berdasarkan tinjauan di lapangan, lokasi kegiatan IPK tanah milik tersebut berada pada hutan produksi, baik dari segi Perda No.8/2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng maupun pada lampiran peta SK Menteri Kehutanan No.292/menhut-II/2011, tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
Melihat kondisi itu, kata Sipet, pekan ini akan diturunkan tim terpadu, terdiri dari tim teknis Dishut Kalteng, dalam hal ini Subdin Perlindungan dan Keamanan Hutan serta Subdin Perencanaan, didampingi Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) BKSDA Kalteng untuk memastikan indikasi tersebut.
Seandainya nanti dari hasil tim terpadu tersebut membenarkan di lokasi  IPK tanah milik tersebut berada pada hutan produksi, untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab atas kejadian itu menjadi tugas dari pihak kepolisian. Baik melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk penetapan status barang bukti dan tersangkanya. sgh/dkw