Masyarakat
Harus Diperhatikan
PALANGKA RAYA – Sebelumnya
Provinsi Kalteng hanya ditunjuk sebagai provinsi percontohan Reducing Emissions from Deforestation and
Forest Degradation Plus (REDD+) atau pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan. Namun saat ini, statusnya berumah menjadi provinsi perintis
REDD+.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang saat
ditemui usai bertemu dengan Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia
Timur dan Fasifik Axel van Trotsenburg dan rombongan, di Swiss Belhotel
Danum, Sabtu (10/5) malam, kepada sejumlah wartawan mengatakan, saat ini
Provinsi Kalteng tidak lagi menjadi sebagai Provinsi percontohan, namun sudah
menjadi sebagai Provini perintis REDD+.
Dijadikanya Kalteng sebagai Provinsi
perintis, karena Kalteng dianggap lebih duluan dari provinsi yang lainnya di
Indonesia. “Sehingga oleh Badan Pengelola REDD+ yang dipimpin oleh Pak Heru
Prasetyo, maka kita mendirikan satu tim, dimana tim ini dipimpin oleh Pak Heru
dan saya diminta sebagai Provinsi Perintis, duduk di sharing komite itu, di
panitia pengarah,” tuturnya.
Sementara yang dilakukan oleh tim tersebut, ujar
Teras, yaitu untuk mempersiapkan langkah-langkah yang lebih konkrit lagi pada
tahapan yang berikutnya. Sementara Bank Dunia akan menyalurkan dana dari
negara-negara donor.
Namun program tersebut dinilai tidak dapat langsung
terlihat, karena anggaran yang diberikan tersebut sifatnya untuk menunjang
peningkatan kapasitas dan kepedulian masyarakat dalam pengurangan emisi dari
deforestasi dan degradasi.
Sehingga dalam pertemuan dengan pihak Bank
Dunia tersebut, Teras berharap agar terlebih dahulu adanya program-program
kongkrit yang bisa dilakukan Juni-Desember 2014 mendatang, “tolong kita duduk
dulu, jadi jangan kita ngomong duit dulu, tetapi kita ngomong program,”
ujarnya.
Karena dia menilai, bahwa untuk pengurangan emisi
dari deforestasi dan degradasi tersebut terlebih dahulu harus dicari
penyebanya, apakah karena perkebunan, penebangan hutan, kebakaran atau apa?,
sehingga itu yang harus di rundingkan dan diteliti.
Namun, yang paling penting dari pelaksanaan
pengurangan emisi tersebut adalah memperhatikan kepentingan masyarakat yang ada
di dalam dan di sekitar hutan tersebut terlebih dahulu, baik perekonomiannya,
kesehatannya, maupun pendidikannya.
“Kita harus banyak mendengar dan belajar
dengan masyarakay, jangan cuman keinginan kita, tetapi kita melupakan kebutuhan
dasar dari mereka (masyarakat),” ujarnya.
Dan harapan
itu sangat disambut baik oleh pihak Bank Dunia, bahkan meraka sangat senang
sekali, ujar Teras.
Dalam kesempatan itu, Teras juga menuturkan,
program REDD+ ini pernah di laksanakn di Brasilia, namun pelaksanaanya belum
seperti yang diharapkan. Sementara Persiden RI sebelumnya menyampaikan,
Indonesia mampu mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi sebesar 20
persen dengan kemampuan sendiri dan bisa mencapai 41 persen apabila dibantu
oleh negara lain, sehingga itu menarik perhatian dari negara-negara lain.
Lanjut teras, sebelumnya di Indonesia ini ada
9 provinsi yang diharapkan mampu menerapkan pengurangan emisi tersebut, namun
dari 9 provinsi tersebut yang dipilih menjadi percontohan adalah Kalteng dan
Kalteng dinilai siap untuk itu.
Namun secara nyata, program-program tersebut
belum terlihat, karena saat ini masih dalam rangka persiapan dan belum yang
bersifat teknis “nah inilah yang kita bicarakan,” ujarnya.
Selain melakukan pertemuan dengan Gubernur
Kalteng dan jajaran, kedatangan Wakil Presiden Bank Dunia dan rombongan ke
Kalteng tersebut bertujuan untuk melihat secara langsung apa yang sudah
dilakukan dan beberapa program yang dikaitkan dengan pelaksanaan REDD+ di
daerah ini.dkw