Sabtu, 10 Mei 2014

Kalteng Menjadi Provinsi Perintis REDD+

Masyarakat Harus Diperhatikan
PALANGKA RAYA – Sebelumnya Provinsi Kalteng hanya ditunjuk sebagai provinsi percontohan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus (REDD+) atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Namun saat ini, statusnya berumah menjadi provinsi perintis REDD+.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang saat ditemui usai bertemu dengan Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Fasifik Axel van Trotsenburg dan rombongan, di Swiss Belhotel Danum, Sabtu (10/5) malam, kepada sejumlah wartawan mengatakan, saat ini Provinsi Kalteng tidak lagi menjadi sebagai Provinsi percontohan, namun sudah menjadi sebagai Provini perintis REDD+.
Dijadikanya Kalteng sebagai Provinsi perintis, karena Kalteng dianggap lebih duluan dari provinsi yang lainnya di Indonesia. “Sehingga oleh Badan Pengelola REDD+ yang dipimpin oleh Pak Heru Prasetyo, maka kita mendirikan satu tim, dimana tim ini dipimpin oleh Pak Heru dan saya diminta sebagai Provinsi Perintis, duduk di sharing komite itu, di panitia pengarah,” tuturnya.
Sementara yang dilakukan oleh tim tersebut, ujar Teras, yaitu untuk mempersiapkan langkah-langkah yang lebih konkrit lagi pada tahapan yang berikutnya. Sementara Bank Dunia akan menyalurkan dana dari negara-negara donor.
Namun program tersebut dinilai tidak dapat langsung terlihat, karena anggaran yang diberikan tersebut sifatnya untuk menunjang peningkatan kapasitas dan kepedulian masyarakat dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi.
Sehingga dalam pertemuan dengan pihak Bank Dunia tersebut, Teras berharap agar terlebih dahulu adanya program-program kongkrit yang bisa dilakukan Juni-Desember 2014 mendatang, “tolong kita duduk dulu, jadi jangan kita ngomong duit dulu, tetapi kita ngomong program,” ujarnya.
Karena dia menilai, bahwa untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi tersebut terlebih dahulu harus dicari penyebanya, apakah karena perkebunan, penebangan hutan, kebakaran atau apa?, sehingga itu yang harus di rundingkan dan diteliti.
Namun, yang paling penting dari pelaksanaan pengurangan emisi tersebut adalah memperhatikan kepentingan masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar hutan tersebut terlebih dahulu, baik perekonomiannya, kesehatannya, maupun pendidikannya.
“Kita harus banyak mendengar dan belajar dengan masyarakay, jangan cuman keinginan kita, tetapi kita melupakan kebutuhan dasar dari mereka (masyarakat),” ujarnya.
 Dan harapan itu sangat disambut baik oleh pihak Bank Dunia, bahkan meraka sangat senang sekali, ujar Teras.
Dalam kesempatan itu, Teras juga menuturkan, program REDD+ ini pernah di laksanakn di Brasilia, namun pelaksanaanya belum seperti yang diharapkan. Sementara Persiden RI sebelumnya menyampaikan, Indonesia mampu mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi sebesar 20 persen dengan kemampuan sendiri dan bisa mencapai 41 persen apabila dibantu oleh negara lain, sehingga itu menarik perhatian dari negara-negara lain.
Lanjut teras, sebelumnya di Indonesia ini ada 9 provinsi yang diharapkan mampu menerapkan pengurangan emisi tersebut, namun dari 9 provinsi tersebut yang dipilih menjadi percontohan adalah Kalteng dan Kalteng dinilai siap untuk itu.
Namun secara nyata, program-program tersebut belum terlihat, karena saat ini masih dalam rangka persiapan dan belum yang bersifat teknis “nah inilah yang kita bicarakan,” ujarnya.
Selain melakukan pertemuan dengan Gubernur Kalteng dan jajaran, kedatangan Wakil Presiden Bank Dunia dan rombongan ke Kalteng tersebut bertujuan untuk melihat secara langsung apa yang sudah dilakukan dan beberapa program yang dikaitkan dengan pelaksanaan REDD+ di daerah ini.dkw