Senin, 16 Januari 2012

Terus Kembangkan Energi Terbarukan

18-11-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kalteng terus menggiatkan energi baru terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga angin, feasibility study (FS), Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Kepala Distamben Kalteng Yulian Taruna saat dihubungi Tabengan, Kamis (17/11), mengatakan, untuk energi terbarukan saat ini terus digiatkan, antara lain energi angin yang pilot project-nya sedang dibangun di daerah Sei Baru, Kabupaten Sukamara.
Selain itu, juga sedang menggiatkan feasibility study (FS) di Kabupaten Seruyan, PLTMH yang di-FS-kan di Lamandau, kemudian mengembangkan PLTS di 2 desa, dan bantuan dari Finlandia untuk biogas dan biomass.
Sebelumnya, Yulian mengatakan, rasio elektrisitas atau pemenuhan kebutuhan listrik di Kalteng dinilai masih rendah, sehingga pihaknya akan bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan memprioritaskan penggunaan energi baru dan terbarukan.
Untuk mewujudkannya, kata Yulian, bisa dilakukan saat ini dengan memanfaatkan potensi energi baru dan  terbarukan (EBTKE) seperti angin, air, biomasa, biogas. “Ini yang akan kita galakkan pada 2011-2015 mendatang,” tegasnya.
Pada 2011 ini, dari anggaran pendapatan dan belanja derah (APBD), menganggarkan untuk 300 unit PLTS yang akan diprogramkan di 2 kabupaten, Barito Selatan dan Gunung Mas, masing-masing di 1 desa yang mendapatkan Program Mamangun tuntang Mahaga Lewu (PM2L).
Sementara anggaran dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan, belum bisa dipastikan, karena sedang digodok. Namun ke depan, pelaksanaannya akan dilakukan secara terpusat, agar lebih mudah perawatannya.
Mengingat kalau penyalurannya dilakukan secara tersebar, maka dalam perawatannya agak susah. Sementara masyarakat dinilai belum terlalu maksimal melakukan perawatan, sehingga alat rentan mengalami kerusakan.
Pembangunan PLTS di Kalteng sampai 2010 mencapai sekitar 17.000 unit yang tersebar di 13 kabupaten dan 1 kota dengan kekuatan hanya sekitar 50w.  Mengingat harganya masih cukup mahal, sehingga penyebarannya diprioritaskan di daerah-daerah hulu yang belum terjangkau PLN, serta tidak ada potensi angin dan mikrohidro.
Selain PLTS, pihaknya juga akan membuat pilot project pembangkit listrik tenaga angin di desa PM2L di Kabupaten Sukamara, mengingat daerah itu merupakan daerah pantai, sehingga anginnya cukup kencang.
Apabila pilot project pembangkit listrik tenaga angin yang memiliki kapasitas 5-10 KW tersebut dapat berhasil, maka hal itu sangat menjanjikan, karena di Kalteng terdapat 7 kabupaten yang memiliki daerah pantai.
Untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dianggarkan sebesar Rp1 miliar. Mengingat pilot project pembangkit listrik jenis ini tergolong baru, sehingga perlu pengkajian-pengkajian.
Lebih lanjut Yulian mengatakan, berdasarkan kajian pihaknya di daerah Sukamara, kecepatan angin mencapai 3-5 meter per detik, meski pengukurannya baru dilakukan seminggu, seharusnya minimal mencapai 6 bulanan.
Sementara untuk di daerah perbukitan atau daerah tinggi, seperti Kabupaten Murung Raya dan Lamandau akan menggunakan mikrohidro atau pembangkit listrik skala kecil tenaga air.
Yulian menilai, permasalahan utama terjadinya kekurangan energi saat ini akibat antara jumlah persediaan energi yang ada dan permintaan masyarakat tidak seimbang, sehingga perlu mendapat perhatian.
“Menurut analisis saya, kalau barangnya ada tidak ada masalah. Ini persoalannya barangnya yang kurang. Barangnya kurang ini kenapa, hingga kini perlu dicari solusinya,” tegasnya.
Dengan kondisi yang terjadi saat ini, Yulian menyarankan sejumlah langkah atau upaya yang bisa memberikan solusi, agar antara permintaan dari masyarakat dan persediaan energi selalu dalam keadaan stabil. dkw

Ada 1.439 Temuan

07-07-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,   PALANGKA RAYA
Hasil peme­riksaan reguler dan pena­nganan pengaduan masyarakat Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Itjen Kementerian Teknis, dan Badan Peng­awasan Keuangan dan Pem­bangunan (BPKP), pada 2010 lalu, khusus untuk Kemendagri terdapat 1.439 temuan dan 1.990 saran.
Jumlah tersebut merupakan resume hasil Rapat Konsolidasi dan Pemutahir­an Data Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) Itjen Kemendagri, Itjen Kementerian Teknis, BPKP, serta Penangulangan Pengaduan Masyarakat Regional II, yang dibacakan Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri Maliki Heru Santosa saat acara penutupan di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (6/7).
Selain di Kemendagri, lanjut Maliki, pada 2010 Kementerian Teknis terdapat 3.664 temuan dan 5.356 saran, dan untuk pengaduan masyarakat 387 temuan dan 384 saran.
Untuk di bidang Kemendagri terdapat 1.439 temuan dan 1.990 saran tindak lanjutnya yang sudah selesai sebanyak 1.602, dalam proses 178, dan belum ditindaklanjuti 210.
Kerugian negara/daerah dari 11 temuan senilai Rp12.536.375.378,75 dan yang sudah berhasil di­tarik sebesar Rp248.704.850, sementara sisanya masih Rp12.287.670.528,75. Sedangkan kewajiban yang disetor ke kas Negara/Daerah dari 20 temuan sebesar Rp.1.879.846.394.730, namun yang sudah disetor baru Rp183.941.685.179, dan sisanya masih mencapai Rp1.695.904.709.533,30.
Hal ini dinilai meningkat dari 2009 yang hanya terdapat 1.040 temuan dan 1.398 saran serta sudah selesai diproses sebanyak 1.180, dalam proses 146, dan yang belum ditindak­lanjuti 27. Kerugian Negara/Daerah dari 26 temuan tersebut senilai Rp45.626.869.880,05 namun yang sudah ditarik sebesar Rp21.825.727.469, dan sisanya Rp23.801.142.411,05. Kewajiban yang disetor ke kas Negara/Daerah dari 20 temuan sebesar Rp344.035.639.144,60, namun yang sudah di­setor Rp96.870.306.692,78 dan sisanya masih Rp247.165.332.551,82.
Sementara untuk bidang Kementerian Teknis yang meliputi Itjen Kementerian Per­tanian, Itjen Kementerian Tenaga ­Kerja dan Transmigrasi, Itjen Kementerian Sosial, Itjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Itjen Kementerian Kesehatan. Kemudian, Itjen Kementerian Perindustrian, Itjen Kementerian Perdagang­an, Itjen Kementerian Pekerja­an Umum, Itjen Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Kementerian Pendayagunaan Aparat Negara dan Reformasi Birokrasi terdapat 3.664 temuan dan 5.356 saran.
Sementara yang sudah ditindaklanjuti sebanyak 887, dalam proses 2.708, dan yang belum ditindaklanjuti 1.761. Temuan ini mengakibatkan kerugian Negara/Daerah dari 496 temuan tersebut sebesar Rp26,1 miliar, namun yang sudah ditarik baru Rp1,7 mi­liar dan sisanya masih Rp24 miliar. Kewajiban disetor ke Kas Negara/Daerah sejumlah 225 temuan dengan nilai Rp3,2 miliar, yang sudah disetor Rp55 juta, dan sisanya masih Rp3,1 miliar.
Sedangkan untuk bidang pengaduan masyarakat se­banyak 387 temuan dan 384 saran, dengan tindak lanjut yang sudah selesai 106, dalam proses 50, dan sisanya 228. Sementara perkembangan kerugi­an Negara/Daerah ­dengan jumlah mencapai Rp44,6 miliar, ditarik Rp1,2 miliar dan sisanya Rp43,4 miliar.
Lebih lanjut Maliki mengatakan, uraian data ter­sebut merupakan kesungguhan dari segenap pimpinan daerah dalam rangka percepatan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan Itjen Kemdagri dan Kementerian teknis. Diharapkan agar pertemuan ini dapat ditindaklanjuti dengan penyelengaraan pemerintah sesuai dengan perencanaan dan hasil evaluasi ini dapat dijadikan input (masukan) untuk perencanaan ke depan, sehingga tercipta sistem yang baik, khususnya dalam otonomi daerah.
Pada kesempatan itu, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam sambutan tertulis yang dibacakan Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran mengatakan, melalui rapat ini diharapkan dapat meningkatkan penyelesaian tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan Itjen Kemdagri dan Kementerian teknis, sehingga tidak ada lagi yang belum diselesaikan dan berlarut-larut.
Rekomendasi yang didapatkan diharapkan dapat menghasilkan perbaikan, di antara­nya meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan per­undang-undangan, tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bersih, berwibawa, dan bebas kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Mengingat sampai saat ini masih sedikit pemerintah daerah yang telah memperoleh opini WTP, menunjukkan banyak kelemahan harus diperbaiki dalam pengelolaan keuangan daerah. Pelaksanaan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yang maksimal merupakan unsur yang sangat penting mendapatkan perhatian.
Menurut Teras, aparatur harus memiliki kompetensi memadai, sehingga dapat memerankan tugasnya dengan baik dan profesional, memiliki integritas yang tinggi dan sanggup bekerja keras demi mencapai tata kelola peme­rintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. dkw

Pelaku Usaha Perkebunan Akan Diaudit

12-12-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Dalam Permentan No 26/2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan sudah jelas mengamanatkan agar para usaha perkebunan melaksanakan perkebunan plasma sebesar 20 persen dari luas izin yang diusahakannya. Jika tak melaksanakan, maka akan dilakukan audit terhadap pelaku usaha perkebunan guna mengetahui siapa saja yang belum menjalankan plasma sebesar 20 persen dari luas izin yang diusahakannya.
Dalam sambutannya pada puncak Hari Perkebunan ke-54 secara nasional, di Aula Tambun Bungai, Sabtu (10/12), Menteri Pertanian Suswono menegaskan, dirinya sudah memerintahkan Dirjen Perkebunan untuk  melakukan audit terhadap pelaku usaha perkebunan ini, agar mengetahui persis siapa saja yang belum menjalankan atau menerapkan plasma 20 persen ini.
Sementara audit dijalankan untuk menginventasisir siapa yang belum menjalankan, kata Suswono, maka bagi yang belum melaksanakan plasma 20 persen akan dipanggil.
Dikatakannya, kemungkinan besar Permentan yang baru atau Permentan hasil revisi atas Permentan No 26/2007  akan diterbitkan pada 2012 mendatang.
Direvisinya Permentan tersebut, kata Suswono, karena Permentan tersebut tidak mencantumkan sampai kapan pengusaha perkebunan tersebut harus membangun kebun plasma 20 persen, meski demikian dalam Permentan yang baru bahwa pembangunan plasma tersebut tetap akan diberikan limit waktu.
“Setelah audit tersebut, akan dapat diketahui berapa jumlah perusahaan yang belum melakukan plasma. Bagi perkebunan yang sama sekali belum melakukan plasma akan dipanggil dan diberikan teguran,” kata Suswono.
Sementara tindakan tegas yang akan diberikan kepada perusahaan perkebunan yang tidak melakukan plasma tersebut akan diatur pada Permentan yang baru, “Sanksi yang paling tinggi adalah pencabutan izin,” jelas Suswono.
 
Rehabilitasi Semak
Suswono juga menjelaskan, bahwa tanaman perkebunan mayoritas dalam bentuk pohon sehingga selain memiliki nilai ekonomis namun juga memiliki potensi hidrokornogis atau tanaman sebagai penahan erosi, konservasi lahan dan air dan fungsi eidrologis sebagai pegetasi CO2 dan produsen O2.
Selain itu, komoditi perkebunan juga berpotensi mengurangi emisi CO2 apabila komoditi perkebunan bisa dikembangkan untuk merehabilitasi semak belukar, sehingga jangan biarkan lahan tersebut hanya ditumbuhi semak belukar dan alang-alang saja.
Meski demikian pembangunan perkebunan tidak serta-merta seperti yang diinginkan, karena salah satu tantangan saat ini adalah adanya tudingan perkebunan khususnya kelapa sawit yang berdampak merusak sumber daya alam, kelestarian lingkungan hidup, perubahan iklim, dan pemanasan global.
Namun, Suswono menilai hal itu hanya tudingan dari negara lain agar minyak kelapa sawit kita tidak diterima oleh negara-negara  konsumen.
Suswono mengungkapkan bahwa perkebunan merupakan penghasil devisa, penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, sumber bahan buku industri, pengembangan ekonomi wilayah, dan berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kalau dilihat kontribusi perkebunan terhadap penerimaan devisa ekspor perkebunan pada 2010 saja melebihi 20 miliar dolar AS, terutama produk-produk kelapa sawit sekitar 15,4 miliar dolar AS, Karet 7,4 miliar dolar AS, kakau 1,6 miliar dolar AS, kopi 0,8 miliar dolar AS, dan kelapa 0,7 miliar dolar AS.
Disamping itu, devisa ekspor dan penerimaan negara dari cukai roko sekitar sampai Rp63 triliun, bea keluar minyak kelapa sawit Rp20 triliun dan bea keluar ekspor biji kakou dari Janoari 2010 - Februari 2011 sudah mencapai Rp1615,12 miliar.
Dari aspek tenaga kerja, pembangunan perkebunan bisa menyerap tenaga kerja sekitar 19,7 juta tenaga kerja, sehingga sangat diharapkan semua produk perkebunan harus diolah sebelum sampai ke konsumen, sehingga manfaat dan jumlah tenaga kerja yang diserap akan jauh lebih besar.
Sementara Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wagub Kalteng Achmad Diran mengatakan, luas perkebunan di Kalteng 1.60.5746 Ha. Dari luas tersebut, perkebunan rakyat seluas 643.366 Ha atau 40 persen yang didominasi tanaman karet rakyat seluas 419.946 Ha atau 65 persen, sementara yang lainya tanaman kelapa, kopi, lada, dan lainnya.
Sementara untuk perkebunan skala besar sampai saat ini sudah mencapai 962.380 Ha atau 60 persen, yang didominasi dengan perkebunan kelapa sawit seluas 950.372 Ha atau 98 persen, sementara seitar 2 persen lainnya adalah perkebunan karet.
Sementara sampai saat ini, investor yang sudah mendaftar di Kalteng mencapai 316 unit, namun yang sudah operasional baru 164 unit, sementara yang lainnya belum operasional. Namun yang krusial, bahwa pembangunan kebun plasma di Kalteng khususnya kelapa sawit baru 115.296 Ha atau 10,81 persen.
Namun, kata Gubernur, Pemerintah, DPRD, dan masyarakat Kalteng suatu saat nanti sangat berharap masyarakat dapat menjadi peserta dalam perkebunan plasma 20 persen dari luas izin yang diusahakan.
Lebih lanjut ia mengatakan, pada 8 Desember 2011 kemarin telah ditetapkan Perda tentang pengelolaan usaha perkebunan berkelanjutan, Perda tersebut mengacu pada Peraturan Mentri Pertanian 2007 dan Menteri Kehutanan 2011.
Salah satu yang diatur dalam Perda tersebut adalah pembangunan kebun palasma untuk masyarakat minimal 20 persen dari luas izin yang diusahakan, serta melalui beberapa krateria, khususnya dalam pengeluaran izin harus mencantumkan kebun plasma seluas 20 persen tersebut untuk mayarakat.
Sementara bagi perkebunan yang sudah memiliki HGU, sebelum peraturan ini diterbitkan dan dari luas izin tersebut sudah penuh, maka dalam Perda tersebut diatur bahwa bupati/walikota harus mencarikan lahan dan dalam kurun waktu 2 tahun PBS tersebut wajib untuk membangun plasma tersebut “Agar rakyat saya tidak menjadi penonton, namun memiliki kebun sawit dikampungnya,” tegas Gubernur.
Dalam pelaksanaan plasma memang sudah ada yang sudah mencapai 35 persen, namun juga masih ada yang masih nol, maka kedepan mereka wajib membangun 20 persen tersebut, sementara lahan menjadi tugas bupati/walikota untuk menyiapkannya.
Gubernur juga mengatakan sektor perkebunan di Kalteng memiliki nilai ekonomis yang tinggi, hal ini dapat dilihat sampai akhir 2010, angka pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, dan angka pengangguran di Kalteng berada di bawah rata-rata Nasional. dkw

Petani Ancam Musnahkan Kebun Rotan

04-11-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Sekitar 100 orang pengunjuk rasa tergabung dalam Asosiasi Rotan Kalimantan Indonesia (ARKI) dan petani rotan berunjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Kalteng. Aksi tersebut digelar untuk menolak rencana kebijakan Pemerintah Pusat menghentikan ekspor rotan asalan dan setengah jadi.
Para pendemo ditemui Wakil Gubernur Achmad Diran didampingi Sekdaprov Siun Jarias, Kepala Biro Humas dan Protokol Teras A Sahay, serta Kepala Badan Kesbangpolinmas Rigumi.
Koordinator Lapangan Sarwipeni mengatakan, petani rotan Kalteng menuntut pemerintah agar ekspor rotan tetap dipertahankan. Mereka juga meminta Gubernur Kalteng segera mengeluarkan surat rekomendasi untuk mendukung ekspor rotan tetap diberlakukan.
Terkait hal itu juga pihaknya menuntut Pemerintah Daerah agar bertanggung jawab terhadap rotan yang sudah mereka panen, apabila pelarangan ekspor rotan tetap diberlakukan Pemerintah Pusat.
“Jika rotan kami tidak laku dijual atau harga tidak memadai, kami akan memusnahkan kebun rotan. Selain itu, kami juga meminta Gubernur segera menghadirkan menteri terkait untuk berdialog langsung dengan petani rotan Kalteng, seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat," kata Sarwipeni, Kamis (2/11).
Ketua Umum ARKI Herman Yulius mengatakan, akibat kebijakan Pemerintah yang hanya melihat kepentingan sekelompok orang di Cirebon, justru mengorbankan jutaan petani rotan di 3 pulau, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. "Sekitar 300 ribu masyarakat Kalimantan terancam kehilangan mata pencaharian, seperti tenaga budidaya, pemotongan, angkutan, bongkar muat dan lainnya," tegas Herman.
Kepada para pendemo, Diran menegaskan, pihaknya akan segera mengirim surat kepada Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan terkait protes yang dilayangkan ratusan petani rotan se-Kalteng, terhadap rencana perubahan Keputusan Menteri (Kempen) Perdagangan RI No.28/M-DAG/PER/10/2011, tentang Pelarangan Ekspor Rotan.
Diran menilai, rencana pemerintah itu kurang tepat dan harus ditinjau ulang sebelum ditetapkan. Pasalnya, masyarakat merasa dirugikan apabila rencana pelarangan ekspor bahan baku rotan tersebut diberlakukan. Hal ini, terbukti dengan tidak lakunya rotan masyarakat, setelah mencuatnya statemen Mendag di media massa.
“Hari ini (kemarin), saya akan mengirim surat ke Mendag, meminta meninjau kembali rencana pelarangan ekspor rotan. Karena rencana tersebut sangat merugikan bagi masyarakat petani rotan, termasuk di Kalteng,” tegas Diran.
Diungkapkan, sedikitnya 15 persen masyarakat Kalteng menggantungkan hidupnya dari perkebunan rotan. Apabila dilarang mengekspor, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota tidak akan mampu berbuat apa-apa apabila sudah terlanjur ditetapkan. Karena itu, sebelum terjadi, Pemprov Kalteng berupaya meminta Mendag meninjau kembali kebijakan tersebut.
Diran juga menyambut baik aksi demo petani rotan di Kantor Gubernur dan DPRD Kalteng untuk menyampaikan aspirasinya, menuntut supaya Pemerintah Pusat meninjau terlebih dahulu rencana itu. Karena keputusan itu dinilai dapat merugikan masyarakat di daerah. Selama ini, di berbagai daerah di wilayah Kalteng sudah muncul gejolak menolak rencana tersebut.
Dikatakan Diran, apabila hal ini terjadi, ribuan masyarakat di Indonesia, termasuk Kalteng, apabila rotannya sudah tidak laku dijual akan berpengaruh pada hajat hidup masyarakat. Dan akhirnya, kebijakan bukan menyejahterakan, melainkan malah menyengsarakan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari hasil rotan.
Ia menilai produksi rotan Kalteng luar biasa, hanya 20 persen untuk industri, sedangkan sisanya 80 persen masih bahan baku. ”Apakah pemerintah sudah siap mengekspor rotan hanya sejumlah itu? Akhirnya rotan petani sekarang mulai tidak laku. Padahal masih wacana, apalagi kalau memang betul sudah ditetapkan,” kata Diran.
 
Datangi DPRD Kalteng
Dari Kantor Gubernur, pendemo kemudian mendatangi DPRD Kalteng di Jalan S Parman No 2 Palangka Raya. Ratusan massa datang menggunakan truk dan bus dilengkapi atribut berupa spanduk dan alat pengeras suara. Mereka juga membawa beberapa truk rotan kering yang kemudian diparkir di halaman Gedung DPRD Kalteng. Rotan yang mereka bawa dijadikan simbol penolakan rencana dihentikannya ekspor rotan.
Perwakilan massa diterima Wakil Ketua DPRD Kalteng Hendry S Dalim dan anggota Komisi B Walter S Penyang. Kepada sejumlah anggota DPRD, Herman Yulius kembali menyampaikan aspirasi mereka.
Ia menjelaskan, aksi yang mereka lakukan tersebut sebagai reaksi penolakan terhadap keputusan 3 menteri, Menteri Perindustrian, Menteri Kehutanan, dan Menteri Perdagangan, pada 28 Oktober 2011, di Cirebon, terkait penghentian ekspor rotan.
Herman menilai hal tersebut membuat masyarakat petani dan pengumpul rotan Kalteng resah dan menderita. Ribuan ton stok rotan di gudang terancam rusak karena tidak laku dijual. “Kalau peraturan itu tetap diberlakukan, kami petani Kalteng akan musnahkan seluruh kebun rotan kami,” tegasnya lagi.
Rotan di Kalteng, kata Herman, merupakan jenis taman, sega, dan irit, hasil budidaya masyarakat secara turun-temurun sejak 200 tahun lalu. Jenis rotan itu dapat tumbuh secara cepat, bahkan dalam usia 2 tahun bisa dipanen.
Pihaknya juga membantah ekspor rotan menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Karena bagi mereka, rotan tumbuh dari pohon-pohon pelindung, apabila dipotong akan tumbuh lagi tunas-tunas baru. ”Dan bagi kami sebagai masyarakat petani rotan Kalteng, rotan memiliki fungsi ekonomi dan fungsi ekologi,” katanya.
Dikatakan, jumlah produksi rotan di Kalteng setiap bulan mencapai 3.500 ton atau 42 ton/tahun. Sementara kemampuan industri dalam negeri hanya mampu menampung 20 persen, sedangkan 80 persennya jenis soft dan kubu ukuran 8-11mm kurang diminati. Budidaya rotan merupakan mata pencaharian masyarakat Kalteng, seperti di Barsel 75 persen dan Katingan 6 persen menggantungkan hidup dari rotan.
Di Kalteng, akibat keluarnya peraturan tersebut, sebanyak 300.000 orang akan kehilangan mata pencaharian, seperti tenaga budidaya, pemotong rotan, angkutan, bongkar muat, gosok runtih, belerang jemur, penyortiran, packing, dan sebagainya.
Efek negatif dari rencana dikeluarkannya larangan ekspor tersebut, kata Herman, dalam seminggu terakhir petani sudah kesulitan menjual hasil rotannya. Bahkan harga mengalami penurunan drastis, semula Rp2 ribu/kg menjadi Rp800/kg.
Apabila tetap diterapkan, tidak mustahil perkebunan rotan akan punah dan tidak dibudidayakan lagi, sehingga Indonesia yang dikenal sebagai negara penghasil rotan terbesar di dunia (mencapai 80 persen), hanya tinggal menjadi kenangan.
Menanggapi hal itu, Hendry S Dalim menyatakan, tidak ada aturan pemerintah yang akan menyengsarakan rakyatnya. Tuntutan masyarakat itu akan dibicarakan di internal Dewan, terutama Komisi B yang membidangi perekonomian. “Yang jelas, ini akan kita pelajari di internal Dewan dan kita carikan jalan keluarnya,” kata Hendry yang diamini Walter.
Aksi damai di kedua tempat itu mendapat pengawalan ketat aparat Polda dan Polres. Iring-iringan massa menggunakan truk juga dikawal mobil kepolisian agar tidak mengganggu arus lalu lintas di Kota Palangka Raya. sgh/dkw/adn

SPBU Jangan Bantu Pelangsir

01-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Pascademo, distribusi solar di Sampit sudah lancar. Tapi, aparatur dan para pengusaha SPBU diminta turut mengawasi kendaraan yang mengantre berulangkali untuk membeli BBM.
Aparat dan pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) diminta tidak membantu ulah pelangsir dalam menimbun bahan bakar minyak (BBM), mengingat kebutuhan dan ketersediaan BBM di Palangka Raya tidak seimbang.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang kepada wartawan, Senin (30/5), mengatakan, kebutuhan BBM, terutama di Palangka Raya meningkat, namun persediaan di SPBU kurang. Ini terjadi karena banyak truk dengan plat non-KH (luar Kalteng) ikut ngantre di SPBU yang melayani subsidi. Selain itu, terjadi keterlambatan distribusi yang mengakibatkan antrean panjang di seluruh SPBU akhir-akhir ini.
Teras berharap dalam beberapa hari ke depan distribusi BBM ke daerah ini normal. Truk-truk yang seharusnya menggunakan BBM nonsubsidi, jangan sampai mengganggu jatah yang bersubsidi, meski hal tersebut tidak dapat dihindari.
Aparatur dan para pengusaha SPBU diminta mengawasi kendaraan yang diketahui mengantre berulangkali untuk membeli BBM. Jika ada, agar dilaporkan ke polisi. “Jangan dibiarkan,” tegas Teras.
Teras menyambut baik usulan PT Pertamina yang disampaikan anggota DPRD Kalteng dari Dapil I (Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas, dan Katingan) dalam Rapat Paripurna Dewan, baru-baru ini, untuk mendirikan SPBU yang melayani BBM khusus nonsubsidi. Usulan ini dinilai Teras cukup baik guna menanggulangi antrean pembeli di SPBU.
Lebih lanjut Teras mengatakan, di daerah lain tidak ada antrean karena banyak alternatif untuk pengisian BBM seperti Petronas, Total, dan Shell. Sementara di Kalteng, khususnya di Palangka Raya, hanya dilayani Pertamina. Ia mengaku sangat bersyukur dan merasa terbantu apabila ada pihak swasta seperti Petronas, Total, dan Shell yang ingin mengembangkan usahanya di Kalteng.
Menyikapi akan ada cuti bersama, Teras berharap suplai BBM akan tetap lancar, karena ia sudah mengecek antrean mulai berkurang. “Suplainya sudah datang dan ada penambahan. Mudah-mudahan tidak ada kendala,” kata Teras.
Sementara itu, Rapat Pengendalian Inflasi Tingkat Provinsi Kalteng yang dilaksanakan di Gedung Serba Guna Bank Indonesia (BI) Palangka Raya, kemarin, dengan materi pembahasan tentang solusi kendala solar dan daging ayam ras,  menghasilkan dua opsi. Pertama, penambahan SPBU nonsubsidi di satu kota dan lima kabupaten. Kedua, penambahan kuota BBM untuk setiap SPBU yang sudah ada.
Asral Mashuri, Deputi Pemimpin BI Palangka Raya bidang ekonomi moneter, selaku pemimpin rapat mengharapkan agar opsi itu dapat ditindaklanjuti Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur Kalteng, untuk diteruskan ke Pemerintah Pusat.
Kemudian juga disepakati, pihak berwenang diminta agar bertindak mengatasi antrean panjang yang selama ini terjadi. Kondisi ini terjadi diduga kuat lantaran adanya penyelewengan BBM bersubsidi untuk keperluan industri oleh oknum tertentu.
Tugiyo Wiratmojo, Ketua Kadin Provinsi Kalteng, menilai antrean BBM terjadi semata-mata karena adanya aksi ambil untung oknum tertentu. Para oknum tersebut mendapat untung banyak ketimbang menjadi kuli bangunan maupun menyadap karet, karena melangsir tidak terlalu melelahkan.
 
Langsung Lancar
Sementara itu di Sampit, pascademonstrasi para sopir bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM) di DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Senin (30/5) lalu, distribusi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar langsung terlihat normal.
Antrean panjang, baik truk angkutan maupun mobil kecil di sejumlah SPBU nyaris sudah tidak tampak lagi. Walaupun ada, jumlahnya tidak lebih dari sepuluh buah.
"Sejak pagi hingga siang (kemarin), tidak terjadi lagi antrean panjang seperti beberapa hari lalu," kata Maman, seorang petugas SPBU Pelita.
Ia menjelaskan, sejak keluar keputusan Pemda bersama DPRD yang tidak membatasi pembelian solar di SPBU--kecuali bagi pelangsir--, di tempatnya bekerja tidak lagi ditemukan antrean panjang. Para sopir angkutan juga merasa puas karena tidak ada lagi pelangsir yang ikut mengambil solar subsidi di SPBU.
Seorang pengelola SPBU Jalan MT Haryono juga mengakui, mulai kemarin, antrean kendaraan pengguna solar tidak seperti dua hari lalu. "Memang masih ada yang mengantre solar, tetapi jumlahnya bisa dikatakan normal," ujarnya.
Pantauan Tabengan saat mengikuti sidak Komisi II di sejumlah SPBU, kemarin, hingga pukul 13.00 WIB, SPBU masih tampak beroperasi. Sebelumnya, sejumlah SPBU hanya melayani penjualan solar kurang dari empat jam. Bahkan beberapa SPBU, baru dua jam melayani penjualan solar sudah memampampang tulisan ’Stok solar habis’.
Normalnya distribusi solar di SPBU Sampit, selain disebabkan keputusan Pemda dan DPRD tidak membatasi pembelian solar bagi truk angkutan di SPBU, juga karena di seluruh SPBU dijaga ketat petugas kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Petugas gabungan tersebut mencatat nomor polisi (nopol) kendaraan yang mengisi solar di SPBU. Data tersebut akan dicocokkan dengan data petugas di semua SPBU. Jika ditemukan nopol kendaraan yang sama dan dicurigai sebagai milik pelangsir, polisi akan menindaknya.
“Data-data nopol kendaraan yang mengisi solar di SPBU ini akan kita bandingkan dengan data kendaraan yang mengisi solar di SPBU lainnya. Apabila ada yang dua kali mengisi BBM di SPBU akan dipanggil kepolisian,” jelas Suryadi, petugas kepolisian di SPBU Pelita.
Wakil Ketua Komisi II Ary Dewar yang memimpin sidak ke sejumlah SPBU menyatakan, sidak dilakukan untuk memantau langsung realisasi dari keputusan DPRD Kotim. Selain itu, pihaknya juga ingin memastikan kebenaran pernyataan pihak Pertamina bahwa kuota solar subsidi untuk sembilan SPBU dan tujuh APMS di Kotim adalah 145 kiloliter/hari. Dengan jatah tersebut dipastikan stok solar untuk Kotim aman.
Kedatangan rombongan anggota Dewan disambut gembira oleh sejumlah sopir yang kebetulan tengah mengisi solar. “Jangan bosan membantu kami ya pak. Membeli minyak solar menjadi lebih mudah,” ujar seorang sopir kepada Ary Dewar di SPBU Pelita.
Menurut Ary yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi II,  sidak SPBU akan dilakukannya secara kontinyu. Kami dari Komisi II DPRD Kotim akan terus memantau masalah ini,” ucap Ary.
 
Masih Lumpuh
Sementara itu, meski sejak kemarin kebutuhan akan solar sudah terbilang lancar, kelumpuhan di Pelabuhan Sampit tetap belum teratasi. Sepanjang hari kemarin belum terlihat aktivitas bongkar muat, sementara jumlah kapal yang antre terus bertambah menjadi sekitar 11 buah.
AR Fanany, General Manager PT Pelindo III Cabang Sampit mengatakan, kesulitan melakukan bongkar muat barang di Pelabuhan Sampit dapat menimbulkan preseden buruk bagi para investor maupun pengguna jasa pelabuhan lainnya. Sejumlah pihak mulai mengeluhkan sulitnya mendapatkan kapal yang mau berlayar ke Pelabuhan Sampit karena pemiliknya  takut rugi akibat lamanya proses bongkar muat.
“Pelabuhan Sampit menggunakan sistem bongkar langsung dimuat ke truk, jadi tidak ada penumpukan barang di pelabuhan. Dengan kondisi saat ini, otomatis setiap kali bongkar selalu membutuhkan waktu panjang,” jelas Fanany.
Fanany berharap, dengan lancarnya pasokan solar, aktivitas Pelabuhan Sampit bisa pulih kembali.  Saat ini, jumlah kapal yang antre untuk bongkar sudah mencapai 11 buah. Kapal-kapal tersebut sudah cukup lama berlabuh di tengah Sungai Mentaya menunggu giliran bongkar. ”Keadaan ini sungguh memprihatinkan,” ucapnya.
Menurut Fanany, lambannya bongkar muat  berpotensi terhadap terjadinya inflasi harga sejumlah kebutuhan pokok di Kotim. Karena kesulitan mendapatkan kapal, pengusaha terpaksa menggunakan berbagai macam cara mengangkut barangnya meskipun dengan biaya yang mahal. Akhirnya, ujar Fanany, masyarakat yang menjadi korban, harga naik.
Kebutuhan masyarakat Kotim terhadap barang-barang dari luar, khususnya Pulau Jawa terbilang tinggi. Satu-satunya transportasi yang murah yang mampu mengangkut dengan jumlah banyak adalah kapal. Bisa dengan alat transportasi lain, misalnya pesawat, namun biayanya sangat tinggi. dkw/liu/c-dis