Selasa, 05 April 2011

Penerimaan CPNS

Daerah Harus Koordinasi Dengan Pemprov
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA Guna menghindari potensi masalah dalam penerimaan CPNS tahun 2011, Pemkab dan Pemko harus berkoordinasi dengan Pemprov Kalteng. Sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah, Gubernur berwenang menerapkan satu pintu dalam pengadaan PNS.
Pemprov Kalteng mengingatkan Pemkab dan Pemko di wilayah itu untuk menjalin koordinasi dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2011.
Plt Sekda Kalteng Siun Jarias seusai membuka Safari Jurnalistik 2011 di Hotel Barito Sweet Shinta, Palangka Raya, Selasa (5/4), mengatakan, koordinasi dengan Pemprov wajib dilakukan guna menghindari potensi masalah dalam penerbitan Nomor Induk Pegawai (NIP), seperti yang terjadi pada peserta CPNS tahun 2010 lalu.
Siun menegaskan, Pemkab dan Pemko yang tidak berkoordinasi dengan Pemprov harus  bertanggung jawab jika ada masalah seperti itu. Koordinasi penting dilakukan mengingat Gubernur merupakan wakil Pemerintah Pusat di daerah.
Seperti dalam penerimaan CPNS tahun 2010, Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan, Pulang Pisau, dan Kota Palangka Raya tidak berkoordinasi dengan Pemprov dan memutuskan tidak bekerja sama dengan Universitas Palangka Raya (Unpar).
Hingga kini, nasib peserta yang lulus  tes belum jelas apakan akan menerima NIP atau sebaliknya. Padahal, 10 kabupaten lain yang berkoordinasi dengan Pemprov telah menerima NIP.
Menanggapi hal itu, Siun menyatakan tidak mengetahui persis apakah bisa keluar dalam waktu dekat, karena hanya empat daerah tersebut yang dinilai paling mengetahui proses selanjutnya.
Sebagai wakil Pemerintah Pusat, lanjut Siun, Gubernur memiliki kewenangan untuk menentukan bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam pengadaan soal tes CPNS. Ini dilakukan satu pintu agar dalam penerapan mampu meminimalisir penyimpangan dan lebih mudah dalam pengawasan.
Selain itu, jika terjadi masalah, Gubernur akan bertanggung jawab menyelesaikannya. Meski demikian, seluruh keputusan mengenai formasi dan penunjukan perguruan tinggi dalam penerimaan CPNS tahun ini akan ditetapkan melalui rapat koordinasi yang dihadiri Badan Kepegawaian Kabupaten dan Kota se-Kalteng.
Ketika ditanya berapa jumlah formasi CPNS tahun 2011, Siun menyatakan telah menyiapkannya. Tapi, dia tidak menyebutkan secara rinci dan hanya menyatakan, untuk Pemprov diusulkan 500 orang kepada Pemerintah Pusat. “Namun tidak semua diterima karena akan menyesuaikan dengan kebutuhan dan angaran yang ada,” kata Siun. 
Sebelumnya, Kepala BKPP Kalteng Agustina D Dewel mengungkapkan, usulan kuota penerimaan CPNS 2011 telah dikirimkan sesuai dengan surat pemberitahuan dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN dan RB).
Kuota CPNS Kalteng untuk tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun 2010 yang mencapai 3.934 formasi untuk Pemprov, 13 kabupaten, dan satu kota. Usulan itu disampaikan dengan mempertimbangkan penerimaan sesuai kebutuhan (zero growth). Meski demikian, Agustina tidak menyebutkan jumlah formasi yang telah dikirimkan.
Selain itu, usulan mengacu pada jumlah PNS yang pensiun, berhenti, meninggal, dan mutasi ke luar daerah pada tahun ini. Dari pertimbangan itu, data kebutuhan CPNS 2011 tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan kursi baru, tetapi untuk menambal kursi-kursi PNS yang lowong. Dipastikan kuota CPNS tahun ini, untuk formasi bidang pendidikan (guru) dan kesehatan (dokter dan tenaga medis) masih mendominasi.dkw/rjt


Senin, 04 April 2011

Pemda Diharapkan Dukung Program JSLU

04-04-2011 00:00 
Harian Umum Tabengan,
Dinas Sosial (Dinsos) Kalteng mengharapkan pemerintah daerah memberikan perhatian kepada para pendamping dan program jaminan sosial lanjut usia (JSLU) untuk memerhatikan para lansia di daerah ini.
Kepala Seksi Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dinsos Kalteng Budi Santoso, baru-baru ini, mengungkapkan, hingga saat ini masih banyak lansia yang seharusnya mendapatkan JSLU, belum bisa diakomodir akibat keterbatasan anggaran.  
Dana yang didalurkan kepada para lansia sebesar Rp300 ribu per bulan tidak diperbolehkan untuk memenuhi kebutuhan anak dan cucunya, karena itu menjadi hak penerima. Melalui bantuan tersebut, diharapkan mampu menunjang kebutuhan hidup dan pengobatan para lansia.
Budi juga mengungkapkan, honor 30 orang pendaping lansia dari lima kabupaten/kota yang mendapatkan bantuan JSLU dianggap belum memadai. Honor para pendaping sebesar Rp200 ribu, namun dibayar hanya 10 bulan. Kelima kabupaten/kota tersebut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kotawaringin Barat (Kobar), Sukamara, Gunung Mas, dan Kota Palangka Raya yang mendapatkan program JSLU.  
Menurut Budi, meski kelihatan ringan namun untuk mendampingi para lansia memerlukan kesabaran karena harus secara rutin berkunjung ke tempat para lansia, minimal satu kali seminggu. Dengan demikian, diketahui dapat diketahui yang menjadi keluhan para lansia. “Peran mereka sangat penting dalam mendapingi dan ikut memfasilitasi persoalan para lansia,” katanya.  
Untuk mengetahui efektivitas program tersebut, Dinsos rutin mengevaluasi program tersebut. Hasil terakhir menyebutkan, lansia yang mendapatkan JSLU beberapa orang di antaranya sudah meninggal dunia, di Kabupaten Kobar dan Kabupaten Kotim masing-masing dua orang, Gunung Mas satu orang. “Untuk yang sudah meninggal akan diganti,” kata Budi.dkw

 

Minggu, 03 April 2011

Perlu Pengakuan Masyarakat Adat

Kedatangan Wakil Ketua MPR RI disambuat secara adat Kalteng

31-03-2011 00:00 
Harian Umum Tabengan,
PALANGKA RAYA,
Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) mengemukakan perlunya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dalam pelaksanaan pilot project (proyek percontohan) program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus (REDD Plus/pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan). 
Ketua Badan Pelaksana Harian AMAN Kalteng Simpun Sampurna, baru-baru ini, menuturkan, selama ini pelibatan masyarakat adat di sekitar hutan dinilai masih rendah. Sehingga, perlu dilakukan pemetaan terhadap daerah-daerah yang menjadi hak masyarakat adat. Ini penting dilakukan guna menghindari masalah sosial yang bisa terjadi di lapangan.
Sedangkan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Arie Rompas menambahkan, program REDD Plus ini harus diletakan sesuai dengan tujuan utamanya untuk menurunkan emisi, deforestasi, dan degradasi.
Dia menilai penting untuk melihat penyebab utama terjadinya degradasi yang disebabkan konsesi hutan oleh perkebunan kelapa sawit dan tambang skala besar. “Inilah yang harus diperhatijan dan dihentikan dengan memoratorium hutan dan perizinan,  untuk dijadikan titik poin penurunan deforestasi dan degradasi hutan,” katanya.dkw

Masyarakat Adat Selalu Kalah

Rumah masyarakat di Kampung Nelayan di daerah Petak Puti
25-03-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA,
Ironis, AMAN dengan 200 komunitas masyarakat adat tidak mempunyai jaminan pengakuan atas hak-haknya. Padahal, deklarasi PBB  mengakui keberadaan masyarakat adat. Perlu UU Perlindungan hak masyarakat adat.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng mencatat, sekitar 1.400 kasus konflik agraria selama 2009-2011 yang melibatkan komunitas adat di seluruh Indonesia, tidak satupun dimenangkan masyarakat adat.
Kekalahan komunitas adat ini, menurut Ketua Badan Pelaksana Harian AMAN Kalteng Simpun Sampurna, karena Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan hak masyarakat adat belum ada.
Di Kalteng, dari 15 kasus yang ditangani AMAN, hanya satu  yang berhasil diselesaikan untuk kemenangan komunitas adat. Dan, itu pun kasus kecil.  Lainnya, terutama kasus-kasus besar, tidak pernah bisa diselesaikan. Seandainya pun masuk ke pengadilan, komunitas adat selalu di pihak yang kalah.
Simpun memberi contoh terakhir kasus Wardian, warga Sembuluh, Kabupaten Seruyan. Wardian berjuang untuk mendapatkan tanah haknya, namun di depan hukum  kalah. Wardian malah mendekam di penjara.
“Tidak ada tempat bagi masyarakat adat tanpa payung hukum untuk melindungi hak-haknya,” kata Simpun usai pembukaan Seminar dan Lokakarya Konsultasi Wilayah Kalimantan Dalam Rangka Penyusunan UU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Aula Rahan Rektorat Universitas Palangka Raya, Kamis (24/3).
Ironis memang ketika 200 komunitas masyarakat adat yang berhimpun dalam AMAN tidak mempunyai jaminan tentang pengakuan terhadap hak-haknya. Padahal, pada 13 September 2007, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam deklarasinya mengakui keberadaan masyarakat adat.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada Hari Ulang Tahun Masyarakat Adat se-Dunia di Taman Mini Indonesia Indah, 9 Agustus 2006, malah sudah menekankan agar UU tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat  segera diterbitkan.
Sampai saat ini, tetap saja belum ada titik terang dari para pengambil kebijakan untuk merancang UU yang berkaitan dengan pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat.
Di Kalteng sudah ada Peraturan Gubernur (Pergub) dan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang kelembagaan adat, hak-hak adat, dan tanah adat, namun belum cukup kuat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.
Pergub dan Perda tersebut harus didukung oleh aturan lebih tinggi berupa UU. Karena itu, dengan dibahasnya naskah akademik rancangan UU ini, diharapkan dapat memberikan kepastian, pengakuan, dan perlindungan hak masyarakat adat.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kalteng Siun Jarias mengatakan, masyarakat adat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang perlu mendapat perhatian.
Perhatian pemerintah terhadap pengakuan dan perlindungan masyarakat adat belum maksimal. Buktinya, belum adanya UU yang mengakui dan melindungi hak masyarakat adat tersebut. Padahal masyarakat adat sudah jauh sebelum Republik ini berdiri.
Terpinggirnya masyarakat adat di Kalteng, kata Teras, karena wilayah mereka sudah dimasuki perusahan-perusahaan kayu, perkebunan sawit, pertambangan, dan taman nasional.
Pembahasan naskah akademik tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat di Palangka Raya, harap Teras, hendaknya dapat mencarikan jalan keluar permasalahan yang dihadapi masyarakat adat.
Menurut Pembantu Rektor I Universitas Palangka Raya Kumpiadi Widen, pembahasan naskah akademik  mencakup kepentingan masyarakat adat ecara nasional, sehingga hasil pembahasan diharapkan dapat membela masyarakat adat.
Berdasarkan resume rapat, untuk penanganan gangguan usaha perkebunan (GUP) Dinas Perkebunan Kalteng, 4 Maret 2011, Dewan Adat Dayak (DAD) saat ini menerima pengaduan masyarakat secara langsung, khusus mengenai GUP hampir 100 masalah.
Seharusnya, masalah bisa diselesaikan oleh pemberi izin, namun atas tuntutan masyarakat, DAD akhirnya ikut turun lmelakukan mediasi di tempat kejadian perkara (TKP).
DAD bersepakat membentuk tim kecil dengan fungsi menangani masalah sosialisasi norma, sistem, dan prosedur Selain itu, DAD mengarahkan  masyarakat agar melakukan pendekatan tuntutan pada bantuan penyediaan infrastruktur, pendidikan, sarana sosial (jangka pendek), dan menjadi plasma (jangka panjang).
Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) menyatakan, pada prinsipnya pelaku usaha perkebunan pasti akan mengakomodir aturan legal formal dan adat. Sebagian pelaku usaha perkebunan mempunyai cara berbisnis tersendiri, sehingga ada yang melanggar aturan. Hal ini seharusnya bisa diselesaikan di daerah.dkw

Koperasi di Kalteng Perlu Dikaji Ulang

30-03-2011 00:00 
Harian Umum Tabengan, 
Palangka Raya, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam acara Gubernur Hasupa Rakyat (Gubernur Bertemu Rakyat) di Televisi Republik Indonesia (TVRI) Kalteng, Selasa (29/3), mengatakan, jumlah koperasi yang tidak aktif di Kalteng masih besar. Karena itu perlu dikaji kembali, apakah koperasi berguna bagi anggotanya dan dapat menciptakan pertumbuhan perekonomian rakyat atau tidak.
Teras khawatir, koperasi di Kalteng hanya terdapat di Ibukota Provinsi dan Kabupaten/Kota. Padahal, koperasi perlu hidup sampai di pelosok daerah. Koperasi tidak terlepas dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta perekonomian rakyat.
Dari sekitar 2.511 koperasi di Kalteng, saat ini memang hanya 1.721 dengan sekitar 23.554 orang anggota yang aktif. Lainnya, 790 koperasi mati suri. Usha mikro sekitar 22.785, usaha kecil 4.603, usaha menengah 1.724 unit. Jumlahnya ini cukup banyak, namun UMKM di Kalteng masih perlu bantuan.
Teras mengatakan, perlu dicari tahu  penyebabnya, apakah karena permodalan atau hal lain. Jika masalahnya permodalan, beberapa bank seperti BNI, BRI, Mandiri Syariah, BTN, dan Bank Kalteng sebenarnya sudah menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) sekitar Rp552 miliar. Tapi, pada 2010, hanya sekitar Rp348 miliar terserap UMKM.
Kalteng bertekad terus menekan angka kemiskinan, sehingga perlu kerja keras dan cerdas. “Hanya kerja keras, tetapi tidak cerdas, itu  tidak akan bisa tercapai,” kata Teras. Dalam upaya menekan angka kemiskinan itu, Pemprov sudah meluncurkan Program Memangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L) dan bantuan langsung tunai.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kalteng Jamilah Yakob menyebutkan, banyak koperasi yang tidak aktif karena keterbatasan sumberdaya manusia (SDM) pengelola. Selain itu, sebagian orang masih memandang koperasi hanya usaha kecil-kecilan. Dan, yang mengakses dana ke bank untuk UMKM  juga masih sedikit.
Untuk mengoptimalkan koperasi di daerah-daerah, kata Jamilah, pihaknya akan lebih giat melakukan rapat koordinasi, termasuk di Kabupaten/Kota. Kendala koperasi termasuk karena penganggarannya  belum diadakan semua kabupaten/kota, hanya berharap dari dana  dekosentrasi provinsi yang nilainya tidak memadai.
Bank Kalteng pada 2010  menganggarkan Rp25 miliar untuk KUR dan yang terserap 98 persen. Sedangkan 2011 dianggarkan Rp25 miliar. Dari total dana Rp50 miliar pada 2010 dan 2011, sampai saat ini sudah terserap 77 persen.
Sementara BRI yang mewakili Palangka Raya, Gunung Mas, dan Katingan pada 2010 menganggarkan Rp40,268 miliar untuk KUR. Sampai 31 Desember 2010 terserap Rp31,262 miliar, mencapai 110 persen dari target.
BTN pada 2010 menargetkan Rp3 miliar, tapi penyerapannya sampai 31 Desember 2010 mencapai Rp3,850 miliar. Pada 2011 ditargetkan Rp4 miliar, saat ini sudah terserap sekitar 200 juta. Sementara Bank Mandiri Syariah pada 2011 menganggarkan Rp4 miliar untuk KUR, saat ini sudah terserap Rp135 juta.
Pembangunan di Kalteng, jelas Teras, terkendala  rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) yang sampai saat ini belum disahkan. Apabila ini terus berlangsung, akan memengaruhi perekonomian. Tukang bangunan, batu, dan bata/batako tidak bisa bekerja.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kalteng Moenartining Teras Narang telah memasarkan hasil usaha peningkatan pendapatan keluarga (UP2K). Ke depan juga akan dibentuk koperasi dan mendata UP2K di Kalteng.
Prof Danes Jayanegara dari Universitas Palangka Raya  mengatakan, secara Nasional UMKM masih rendah dari negara-negara lain. Bahkan nilainya belum sampai satu persen dari target. Karena itu, suatu daerah perlu memiliki produk unggulan sendiri, seperti yang diharapkan Pemerintah Pusat. Pengembangan perekonomian masyarakat diharapkan berdasarkan lokasi dan potensi yang ada.
Sedangkan mantan anggota DPR RI asal Kalteng Afridel Djinu menyarankan agar Pemerintah Daerah melindungi UMKM. Kalau usaha rakyat belum memperoleh penyaluran bantuan dana, perbankan dapat melakukannya dengan sistem jemput bola. dkw