Jumat, 11 April 2014

Kasus Rabies di Kalteng Menurun

PALANGKA RAYA – Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Peternakan Kalteng Candra Rahmawan, saat ditemui di ruang kerjanya baru-baru ini, kepada wartawan mengatakan, bila dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, jumlah kasus rabies di daerah ini cendrung menurun.
            Karena samapi saat ini, di Kalteng hanya terdapat 7 kasus rabies saja dan tertinggi terjadi di daerah Kabupaten Barito Timur yaitu sebanyak 4 kasus, Palangka Raya 1 kasus, Pulang Pisau 1 Kasus, dan Gunung Mas 1 kasus, ujarnya.
            Diungkapkan Candra, berdasarkan situasi rabies pada 2012 dan 2013 yaitu Palangka Raya pada 2012 sebanyak 67 kasus dan 2013 sebanyak 24 kasus, Gunung Mas pada 2012 sebanyak 24 kasus dan 2013 sebanyak 10 kasus, dan Pulang Pisau pada 2012 sebanyak 8 kasus dan 2013 sebanyak 5 kasus.
            Sedangkan Kabupaten Kapus pada 2013 sebanyak 3 kasus, Barito Timur 2012 sebanyak 5 kasus dan 2013 sebanyak 4 kasus, sementara Barito Selatan pada 2012 sebanyak 4 kasus dan 2012 sebanyak 2 kasus, dan Barito Utara 2012 sebanyak 2 kasus.
            Sementara Murung Raya 2012 sebanyak 1 kasus, Katingan 2012 sebanyak 3 kasus, Seruyan 2012 sebanyak 1 kasus dan 2013 sebanyak 1 kasus, sementara beberapa kabupaten lainya tidak terdapat kasus rabies.
            Lanjut Candra, berdasarkan roadmap pemberantasan zoonosis untuk rabies, bahwa pada Oktober 2013 yang lalu finalisasi konsep, sementara Kalteng menargetkan bebas rabies pada 2019, dan pada 2020 target bebas rabies secara Nasional, ujarnya.
            Namun untuk mencapai bebas kasus rabies tersebut tidaklah mudah, sehingga diharapkan dukungan dari semua instansi terkait termasuk dari masyarakat. Karena, sebelumnya kasus rabies di daerah ini dinilai yang tertinggi bila dibandingkan dengan provinsi lainya di pulau Kalimantan.
Hal tersebut dapat terlihat bahwa pada 2012 yang lalu, jumlah kasus rabies di wilayah ini mencapai 115 kasus. Sementara pada 2013, dari Januari-September sudah terjadi 36 kasus dan ada kabupaten yang dulunya tidak terjadi kasus rabies, namun saat itu terjadi kasus rabies.
Ini terjadi karena pelaksanaan vaksinasi di daerah tersebut tidak samapai mencapai 70 persen. Sementara masih rendahnya realisasi vaksinasi tersebut antaralain dikarenakan terkendala sumber daya manusia (SDM) yang terbatas dan pemilik anjing yang tidak mau menangkap ternaknya sendiri, sehingga ini cukup menyulitkan bagi petugas.
Sehingga sangat diharapkan dukungan dan kerja keras dari semua pihak yang terkait termasuk dari masyarakat, agar pada 2014 ini jumlah kasus rabies mampu ditekan seminim mungkin. Sehingga bagi daerah yang tidak ada kasus rabiesnya diharapkan agar dapat mempertahankan kondisi tersebut dan dapat melaksanakan vaksinasi semaksimal mungkin, ujarnya.dkw

Selasa, 08 April 2014

Perselisihan Tenaga Kerja Cenderung Meningkat

Januari-Maret Terdapat 18 Kasus Perselisihan Tenaga Kerja
PALANGKA RAYA – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provini Kalteng mencatat, bahwa perselisihan tenaga kerja dari Januari hingga Maret 2014 hanya sebanyak 18 kasus. Namun, jumlah tersebut dinilai menunjukan peningkatan bila dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.
            Karena, dari Januari hingga Maret 2014 sudah ada 18 kasus perselisihan, sementara pada periode yang sama pada 2013 yang lalu hanya sekitar 10 kasus saja, kata Kasi Perselisihan, Bidang Hubungan Industrial, Disnakertrans Kalteng Rinal Sihombing, kepada sejumlah wartawan, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (8/4).
Kendati demikian, bahwa jumlah perselisihan tenaga kerja yang dilimpakan ke Provinsi tersebut biasanya karena di daerah tersebut tidak ada mempunyai tenaga mediator.
Sementara di Kalteng ini masih ada beberapa kabupaten yang belum memilikinya tenaga mediator seperti Kabupaten Murung Raya, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Katingan, Gunung Mas, dan Sukamara, ujarnya
            Diungkapkan Rinal,            dari 4 macam perselisihan tenaga kerja yang ada yaitu, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), perselisihan hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja atau buruh, perselisihan tenaga kerja yang ada di daerah ini didominasi perselisihan PHK dan perselisihan hak.
            Sementara perselisihan tenaga kerja tersebut dinilai cukup banyak terjadi di sektor pertambangan, ujar Rinal yang juga sebagai tenaga teknis mediasi tersebut.
            Cenderung meningkatnya perselisihan tenaga kerja di sektor pertambangan tersebut diduga tidak terlepas dengan kondisi pasar yang ada, dengan menurunya harga batubara, mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM), larangan ekspor mineral mentah, dan yang lainnya, tuturnya.dkw

Rabu, 02 April 2014

Teras ; Peti Sangat Menggangu

PALANGKA RAYA – Di Kalteng ini dinilai masih cukup banyak terdapat pertambangan emas tanpa izin (Peti) dan keberadaanya dinilai sangat menggangu. Namu dari tahun-ketahun, jumlahnya terus menurun.
            Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang pada koordinasi dan supervise pengolahan pertambangan mineral dan batu bara, di Aula Eka Hapakat, Komplek Kantor Gubernur Kalteng, belum lama ini mengatakan, di Kalteng ini masih cukup banyak terdapat Peti, baik di sungai maupun di daerat, ujarnya.
            Namun dari tahun-ketahun jumlahnya dinilai terus alami penurunan seiring dengan menurunya potensi yang ada. Tetapi, keberadaan Peti ini dinilai sangat mengganggu dan merugikan, lanjutnya.
            Sehingga, saat ini Pemerintah Kalteng sedang mengkampanyekan stop peti dan berkerja sama dengan pihak Kepolisian untuk melakukan penindakan. Namun yang dilakukan tidak hanya melakukan penindakan saja, tetapi juga mencari solusinya, yaitu dengan memberikan wilayah pertambangan rakyat (WPR).
            Hanya saja dalam menetapkan WPR pihaknya masih terkendala izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan (Menhut).
Sebelumnya Teras mengatakan, untuk WPR ini menjadi suatu problem tersendiri, karena dia sudah membuat kebijakan untuk di Pujon dan Timpah, namun sampai sekarang belum ada izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Padahal itu hanya sekitar 75 Ha lahan yang akan ditambang oleh masyarakat, ungkapnya.
Sehingga dalam menentukan WPR masih terkendala dengan masalah izin pinjam pakai dari Pemerintah Pusat dan itulah menjadi PR pemerintah berikutnya, mudah-mudahan pemerintahan yang akan datang memikirkan hal-hal yang kecil seperti itu.
“Ini hal kecil, tetapi dampaknya bagi masyarakat luar biasa. Kemarin saya dapat laporan bahwa rute kapal susur sungai di sungai Rungan, bahwa penambang liar hampir menutupi sungai itu, ini yang saya saya sedih,” ungkapnya.
Untuk itu ia meminta kepada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Kalteng untuk segera memperingatkan Pemerintah Kota Palangka Raya untuk menindak tegas penambang liar tersebut dan mencari solusinya agar jangan sampai merusakan dan menggangu lingkungan, ujarnya.
            Sementara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Kalteng Syahril Tarigan mengatakan, semua daerah sudah mengusulkan WPR, meski memang ada beberapa yang masih bermasalah, antaralain di daerah Kotawaringin Timur (Kotim) mengingat mereka mengusulkan WPR di daerah atau Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), sehingga terjadi tumpang tindih.
Untuk itu ia menyarankan agar WUP nya diusulkan untuk dirubah, karena dalam menetapkan WPR, Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pencadangan Nasional (WPN) tidak boleh terjadi tumpang tindih.
Namun ada beberapa kabupaten yang mengusulkan WPR tepat di WUP, untuk itu pihaknya meminta kabupaten agar mengubah usulan WUP tersebut menjadi WPR, sementara proses Wilayah Pertambangan (WP) belum ditetapkan.
“Selain itu, rata-rata WPR yang diusulkan kabupaten/kota tersebut masuk dalam kawasan hutan. Sebab, prosesnya akan menjadi rumit karena harus meminta IPPKH dari Menhut,” terangnya.
Disisi lain, jelas Syahril, mengapa disaranakan mengubah usulan dari WUP ke WPR, karena dalam UU menyebutkan tidak boleh ada tumpang tindih lahan dalam wilayah pertambangan yang sama. Contohnya dalam WPN, tidak boleh tumpang tindih dengan penetapan WPR.
“Kalau dahulunya di usulkan menjadi WPN, kemudian di usulkan kembali menjadi WPR, itukan tidak bisa. Kita juga harus mengusulkan perubahan seperti itu,” ujarnya.dkw

Perusahaan di Kalteng Diharapkan Gunakan NPWP Lokasi

PALANGKA RAYA – Pemerintah Provini Kalteng dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Provini Kalteng mengharapkan agar perusahaan di daerah ini, khusunya perusahaan pertambangan agar dapat menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) lokasi atau NPWP dinmana perusahaan tersebut berada, serta melunasi kewajibannya.           
            Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provini Kalteng Jaya Saputra Silam, di Palangka Raya, Rabu (2/4), mengharapkan perusahaan tambang di daerah ini agar menggunakan NPWP lokasi dan melunasi yang menjadi kewajibannya.
            Hal ini dinilai penting, karena berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak, bahwa ada tunggakan yang cukup besar dan banyak perusahaan pertambangan di daerah ini yang tidak memiliki NPWP lokasi dimana perusahaan itu berada, tuturnya.
            Karena, dengan perusahaan tersebut menggunakan NPWP lokasi, maka pajak penghasilan (PPh) akan masuk bagi daerah tersebut. Karena, dari PPh tersebut, daerah mendapatkan bagi hasil sebesar 20 persen, dengan rincian 8 persen untuk provini dan 12 persen untuk kabupaten/kota.
            Selain itu, perusahaan pertambangan di daerah ini juga diharapkan dapat melunasi kewajibanya, antaralain membayar Royalti dan Landrentnya. Karena kalau pemasukan dari Royalti dan Landrent tersebut meningkat, maka penerimaan daerah juga akan meningkat.
            Karena dari Royalti dan Landrentnya tersebut, daerah mendapatkan bagian sebesar 80 persen dengan rincian 16 persen untuk provini dan 64 persen untuk daerah dengan pembagian 32 persen untuk daerah penghasil dan 32 persen dibagi rata untuk kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut, tuturnya.
            Diungkapkan Jaya, penerimaan dari sektor pertambangan khusunya dari Royalti dan Landrent di daerah ini memang menunjukan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dengan terus meningkatnya target penerimaan Royalti dan Landrent, dan target tersebut setiap tahunya selalu terlampaui, ujarnya.
            Kedati demikian, penerimaan tersebut memang masih belum signifikan dan memadai dengan jumlah pertambangan yang ada, karena masih terdapat tunggakan-tungakan dan perusahaan yang belum memiliki NPWP lokasi.
            Sehingga dengan koordinasi dan supervise pengolahan pertambangan mineral dan batu bara yang dihadiri oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Juru Bicara KPK Johan Budi, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Paul Lubis, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto, Dirjen Pajak Dadang Suwarna, Gubernur Kalteng Agutin Teras Narang, bupati/walikota, dan para instansi terkait ini diharapkan dapat meningkatkan penataan dan pengawasan sektor pertambangan.
            Selain itu, Jaya juga berharap agar alat besar atau alat berat, serta kendaraan oprasional perusahaan tersebut dapat menggunakan plat KH (kode wilayah Kalteng), sehingga kendaraan tersebut dapat menjadi objek pajak dan dapat menjadi sumber pemasukan bagi daerah tersebut, tutupnya.dkw