Kamis, 12 Desember 2013

Di Kalteng Hanya Terdapat 39 Orang Penyulu Kehutanan



PALANGKA RAYA – Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sipet Hermanto, dalam sambutannya di sela-sela musyawarag daerah Ikatan Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (IKA SKMA), di Palangka Raya belum lama ini mengatakan, penyuluh kehutanan yang ada di Kalteng saat ini hanya ada 39 orang tenaga penyuluh.
Sementara dari 39 orang penyuluh tersebut berada pada tujuh kabupaten dan satu kota. Sehingga, di Kalteng ini masih terdapat enam kabupaten yang belum memiliki penyuluh kehutanan, ujarnya.
Sementara keberadaan para tenaga penyuluh kehutanan tersebut dinilai sangat penting mengingat mereka merupakan ujung tombak untuk menyampaikan program-program pembangunan kehutanan di daerah ini.
Untuk itu ia berharap kepada anggota IKA SKMA yang sudah purna tugas namun dinilai masih mampu agar mempelajari dan membetuk tenaga penyuluh swadaya untuk mengisi beberapa daerah yang belum memiliki tenaga penyuluh kehutanan tersebut “sehingga masih bias berbuat, meski sudah purna tugas,” ujarnya.
Sehingga dengan kondisi personil yang ada tersebut pembangunan kehutanan kedepan tidak semakin mudah, disisi lain terdapat beberapa kendala lainya seperti fungsi kawasan kehutanan dilapangan yang belum mantap, persoalan mendasar lainya antaralainnya, masih belum selesainya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan belum seragamnya acuan aturan mengenai kehutanan.
Diungkapkanya, berdasarkan hasil analisa data oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), secara Nasional, luasan kawasan hutan yang sudah mantap itu baru pada posisi 9,8 persen.
Sehingga yang dibutuhkan oleh sektor kehutanan saat ini adalah segera dilakukanya proses pemantapan kawasan hutan dilapangan, ujarnya.
Dalam kesempatan itu Sipet juga mengatakan, IKA SKMA harus dan wajib menguasai dan mensosialisasikan Permenhut No 39/2013 tentang pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan kepada masyarakat yang berada di dalama  dan di sekitar unit manajemen HPH maupun unit manajamen HTI, ujarnya.
Mengingat ini kepentinganya adalah untuk mensejahterakan masyarakat di dalam dan disekitar areal kerja melalui kemitraan kehutanan “saya berharap ini dikuasi secara baik oleh IKA SKMA dan saya juga berharap agar ini diterjemahkan secara luas,” tegasnya.dkw

Hutan di Indonesia Alami Kerusakan yang Siknipikan



BP2HP Wilayah XII Palangka Raya Gelar Sosialisasi UU No 18/2013
PALANGKA RAYA – Kepala Bagian Perundang-undangan Pada Biro Hukum Kementerian Kehutanan Baes Sunirdja, saat ditemui di sela-sela sosialisai UU No 18/2013 dan Permenhut No P.14/MENHUT-II/2013 Jo P.18/ENHUT-II/2011, di hotel Aquarius, Senin (9/12) kepada wartawan mengatakan, saat ini hutan di berbagai belahan Indonesia alami kerusakan yang siknipikan.
Kerusakan hutan tersebut diakibatkan penebangan liar, pertambangan liar, dan juga dari sektor perkebunan yang tidak mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar itu, maka kejahatan pengrusakan hutan itu dinilai menjadi kejahatan yang luar biasa, ungkapnya.
Untuk itu diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang memperkuat baik dari segi penegakan hukum, koordinasi, dan sanksinya sehingga memberikan epek jera kepada para pelaku pengrusakan hutan.
Diungkapkanya antara UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan UU No 41/1999 tentang kehutanan ini saling melengkapi dan mempertegas dari sanksinya. Mengingat dalam UU No 18/2013 tersebut, subjek pelakuknya ada tiga yaitu perorangan, korporasi, dan pejabat pemerintah.
Sehingga, kalau pejabat pemerintah tersebut keluar dari tupoksinya dan terjadi pengrusakan baik oleh pertambangan, perkebunan, penebang liar, pemegang izin dan tidak mau peduli atas kejadian itu, maka yang bersangkutan akan dikenai sanksi itu “sanksinya sangat berat, ada pidana dan denda,” tegasnya.
Sementara Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Siun Jarias dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh staf ahli Gubernur bidang Pembangunan Brigong Tom M mengatakan, UU No 18/2013, dari 12 pasal yang mengatur ketentuan pidana, dua pasal hanya menambahkan mekanisme pemidanaan, dua pasal mengatur pidana yang dilakukan pejabat negara.
Selain itu, satu pasal mengenai kejahatan korporasi dan tujuh pasal mengatur pidana-pidana perbuatan langsung. Sehingga UU ini diperuntukan bagi para pelaku langsung atau pelaku tunggal suatu perusahaan, serta terdapat satu pasal mengenai kejahatan korporasi.
Di dalam UU itu tersebut juga ada pasalnya yang mengatur kedisiplinan pejabat yang lalai melaksanakan tugas dalam rangka kepentingan perusa hutan dan melindungi sumber informasi, ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sipet Hermanto mengatakan, UU No 18/2013 merupakan UU yang ideal dalam rangka mendapatkan epek jera bagi para pelaku pengrusakan hutan.
Namun dengan terbitnya UU No 18/2013 tersebut, maka yang dibutuhkan oleh pelaku dunia usaha adalah penyelesaian pemantapan pungsi kawasan hutan yang ada dilapangan, baik batas pungsi maupun batas luar. Karena UU ini bisa berlaku efektif apabila pungsi kawasan hutan itu sudah mantap secara Nasional, ujarnya.
Hal ini sangat diperlukan terlebih apabila suatu saat nanti diminta untuk melakukan pembuktian dilapangan. Mengingat, kalau ada sengketa, maka akan dilakukan pembuktian lapangan dan sidang lapangan, serta diminta untuk menunjukan batas-batas yang ada dilapangan dengan patok-patok yang jelas, ungkapnya.
Ketua panitia Iman Lesmana dalam laporanya mengatakan, kegiatan ini dengan maksut untuk memberikan penjelasan tentang pemberlakukan UU No 18/2013 dan tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Permenhut No P.14/MENHUT-II/2013 Jo P.18/ENHUT-II/2011 tentang perubahan peraturan Menhut No P.18/MENHUT-II tentang pinjam pakai kawasan hutan.
Sementara tujuan dari kegiatan ini adalah untuk terciptanya kecamaan pandang, pikiran, persepsi, dan pemahaman tentang UU No 18/2013 dan Permenhut No P.14/MENHUT-II/2013 Jo P.18/ENHUT-II/2011.
Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari yaitu 9-10 Desember yang diikuti sekitar 40 orang peserta yang berasal dari Pemerintah, UPT Kementerian, Akademisi, dan LSM, ujarnya.dkw

Tute ; Jangan Sampai Gabah Itu Dijual Keluar Daerah



PALANGKA RAYA – Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalteng berharap agar kedepan Kalteng tidak hanya sekedar berketahanan pangan saja, namun dapat berdaulat pangan. Mengingat saat ini, khusunya untuk beras dinilai sudah mencukupi, kendati demikian ia berharap agar gabah yang dihasilkan itu jangan sampai lari atau dijual keluar daerah.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provini Kalteng Tute Lelo kepada sejumlah wartawan saat ditemui di ruang kerjanya baru-baru ini mengatakan, untuk bera dinilai sudah cukup atau sudah berketahan, karena sudah surplus sekitar 160.000 ton.
Kendati demikian, ia meminta perhatian dari pemerintah kabupaten/kota, terutama di sentra-sentra pertanian agar gabah yang dihasilkan itu jangan sampai lari atau dijual kedaerah lani, namun dapat di tampung dan diolah sendiri.
“Kalau bisa, yang dijual keluar daerah tersebut adalah berasnya, bukan gabahnya, sehingga ada nilai tambahnya bagi petani,” tegasnya.
Disisi lain, Bulog juga menyerap hasil pertanian itu, sehingga sisa yang diserab Bulog tersebut agar menjadi perhatian dari kabupaten/kota, sehingga gabah tersebut tidak lari kedaerah lain, namun dapat diolah sendiri dan hasilnya dijual di Kalteng juga.
Untuk itu, dukungan dari kabupaten/kota setempat sangat diharapkan agar mengamankan itu, mengingat keberadaan gabah tersebut ada di kabupaten/kota, lanjutnya.
Sementara yang menjadi tugas dari Pemerintah Provini hanya mensupport agar produksi dan produktivitas pertanian di daerah ini bisa meningkat setiap tahun, yaitu  dengan memberikan bantuan bibit, sarana produksi (Saprodi), dan berbagai peralataan lainnya.
Bahkan pada 2014 mendatang pihaknya akan memprogramkan untuk pengadaan alat pemanen, karena untuk mendukung program Kalteng besuh atau Kalteng kenyang, pihaknya lebih mengarah ke mekanis, ungkapnya.
Selan itu, dalam mendukung program Kalteng besuh tersebut, khusunya dari sektor peternakannya, pihaknya fokus pada pengembangan ternak sapi atau peningkatan produksi daging yaitu melalui peningkatan kelahiran melalui inseminasi buatan (IB) dan kawin alam, kemitraan integrasi sapi-kelapa sawit, dan pencegahan pemotongan sapi betina produktif.
Sementara untuk di sektor pangan, pihaknya akan fokus pada peningkatan produksi beras yang akan difokuskan di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau.
Kendati demikian, ujar Tute, di kabupaten/kota yang lain juga ada kegiatan untuk mendukung program Kalteng Besuh ini, sehingga diharapkan program ini benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat, unarnya.dkw

Dukung Plasam, Dishut Lakukan Inventarisasi Persoalan



PALANGKA RAYA – Untuk mendukung pembangunan perkebunan plasma di daerah ini, Dinas Kehutanan Provionsi Kalteng melakukan inventarisasi persoalan yang dihadapi oleh dunia usaha perkebunan di Kalteng ini.
Kepala Dinas Kehutanan Provionsi Kalteng Sipet Hermanto saat ditemui di sela-sela temu investor perkebunan besar se Kalteng, di Swiss Belhotel Danum, baru-baru ini mengatakan, melalui pertemua ini pihaknya juga akan melakukan inventarisasi untuk mengetahui persoalan yang dihadapi oleh dunia usaha perkebunan di Kalteng.
Hal tersebut pihaknya lakukan dengan menggiring atau mengacu pada perusahaan yang sudah clean and clear atau sudah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dar segi kehutanan. Sementara perusahaan yang sudah clean and clear di Kalteng ini yaitu sebanyak 86 unit.
Namun ada sekitar 82 yang sudah oprasional dilapangan namun perizinanya masih berproses. Terkait hal itu, pihaknya telah melaksanakan review dan berdasarkan data yang mereka miliki, ada 42 unit perusahaan perkebunan dengan total luasan sekitar 1,9 juta hektare yang sudah mendapatkan izin prinsip pelepasan kawasan hutan.
Sehingga ini harus dicermati, karena tinggal satu langkah lagi menuju pelepasan kawasan, namun kenapa sampai saat ini hal tersebut belum selesai. Sementara di izinan prinsip pelepasan kawasan hutan tersebut juga ada jangka waktunnya, yaitu satu tahun dan bisa diperpanjang dua kali kalau belum selesai, ungkapnya.
Dalam kesempatan itu ia juga mengatakan, untuk menghindari terjadinya kecemburuan sosial yang bisa berakibat pada konflik sosial, sebenarnya sudah jelas dukungan atau keberpihakan dari sisi kehutanannya kepada masyarakat, yaitu melalui Peraturan Menteri Kehutanan No P.33/Menhut-II/2010 tentang tata cara pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Karena dalam peraturan itu memperhatikan kemungkinan terjadinya konflik atau kecemburuan sosial. Untuk itu, pada saat akan disetujuinya izin prinsip pelepasan kawasan hutan, maka izin usaha perkebunan wajib membuat surat pernayataan untuk mengalokasikan 20 persen dari areal yang akan dilepaskan tersebut bagi kepentingan plasma.
“Sehingga dari sisi kehutanan sebenarnya sudah mengakomodir itu (menghindari terjadinya konflik), karena sebelum mereka (perkebunan) mendapatkan izin prinsip pelepasan meweka, mereka wajib menyiapkan 20 persen dan membuat pernyataan,” tegasnya.
Sementara didalam peryataan itu menyatakan, apabila tidak merealisasikan yang 20 persen tersebut, maka meski setelah diberikanya izin pelepasan, maka izin pelepasan kawasan tersebut bisa dicabut oleh Kementerian Kehutanan, ujarnya.
Jadi tinggal bagaimana pengawasan dan pengendalian pungsi-pungsi pengendalian oleh SKPD teknis. Kendati demikian, persoalannya memang tidak semudah itu, karena ada banyak izin usaha perkebunan ini yang sudah eksis karena keterlanjuran,” ungkapnya.dkw