Kamis, 26 Mei 2011

Mura dan Kalbar Raih Juara

26-05-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) dan Festival Borneo yang gelar 19-23 Mei 2011 dan melombakan 17 kegiatan, resmi ditutup, Selasa (24/5) malam. Kabupaten Murung Raya (Mura) berhasil menyabet juara umum FBIM, sementara Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) menjadi juara Festival Borneo.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam sambutan tertulis yang dibacakan Wakil Gubernur Achmad Diran mengatakan, FBIM dan Festival Borneo merupakan sarana untuk mengembangkan dan melestarikan seni dan budaya, sehingga tidak terdegradasi oleh budaya asing.
Karena seni dan budaya merupakan aset yang harus diberdayakan dan dilestarikan, mengingat Kalimantan, khususnya Kalteng begitu kaya dengan kreasi seni yang dapat ditampilkan pada event nasional dan internasional. Dengan harapan agar masyarakat luas dapat mengetahui budaya Kalteng, sehingga menarik wisatawan berkunjung ke Kalteng.
Lebih lanjut Teras mengatakan, kepada kontingen, baik FBIM maupun Festival Borneo yang belum berhasil menjadi juara agar jangan berkecil hati dan terus berlatih. Sedangkan bagi yang berhasil meraih juara agar dapat mempertahankan, bahkan ditingkatkan lagi dengan mengikuti berbagai event nasional.
Bupati Mura Willy M Yoseph sangat bersyukur karena daerahnya berhasil merebut juara umum, yang sebelumnya juga pernah diraih selama tiga tahun berturut-turut.
Menurut Willy, gelar juara ini merupakan tanggung jawab pihaknya kembali untuk mempertahankan, kemudian membina atlet maupun putra-putri pariwisata Kalteng ke event-event nasional dan tingkat provinsi.
Ia juga menyatakan konsisten untuk mewujudkan pariwisata Kalteng sebagai wilayah tujuan domestik maupun dunia agar Kalteng lebih dikenal. Willy menilai seni dan budaya yang sangat khas ini merupakan kebanggaan dan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Rudiansyah Iden, Ketua Panitia FBIM 2011, dalam laporannya menyampaikan, pada malam penutupan di Lapangan Sanaman Mantikei, FBIM 2011 berjalan aman dan lancar, berkat dukungan semua pihak, baik panitia, masyarakat, maupun satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Terlebih para Pemerintah Daerah untuk menyukseskan FBIM dengan mengirimkan utusannya, meski karena sesuatu dan lain hal Kabupaten Katingan tidak bisa ikut berpartisipasi.
Jumlah peserta FBIM 2011 mencapai sekitar 1.500 orang dari beberapa daerah. Bahkan ada beberapa warga negara asing yang turut menyaksikan pelaksanaan FBIM tersebut, di antaranya dari Cina dan lainnya.
Kunjungan masyarakat terhadap pelaksanaan FBIM 2011 dinilai mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Ke depan diharapkan agar jumlah masyarakat yang berkunjung lebih banyak, mengingat akses jalan khususnya dari daerah Barito dan Murung Raya sudah terbuka dan lancar.
Juga dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi masyarakat. Karena pada FBIM berlangsung, khususnya pedagang di lokasi pameran mendapat pemasukan yang lumayan, sehingga mereka berharap agar event bisa dilaksanakan selama satu bulan penuh.
 
Rudiansyah yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng, mengatakan, dari event-event yang dilaksanakan dalam FBIM ini, dari tahun-ke tahun hampir sama, walaupun ada beberapa penampilan yang diubah.
Ke depan pihaknya berharap ada tambahan event tertentu, seperti karungut untuk anak-anak. Bertujuan agar anak-anak dapat menyadari bahwa karungut tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan masyarakat lokalnya, sehingga budaya menjadi pijakan bagi masyarakat Kalteng.
Dalam Festival Borneo 2011 yang melombakan tarian pedalaman dan tarian pesisir, Kalbar berhasil memperoleh juara I, disusul Kalteng JuaraII, dan Kalsel juara III.
Lebih jauh dikatakan Rudiansyah, Festival Borneo merupakan agenda dua tahunan yang dilaksanakan bersamaan dengan rapat kosultasi tujuan wisata wilayah E (Kalimantan). Karena itu, ke depan diharapkan yang dilombakan tidak hanya tarian, namun juga olahraga tradisional yang ada kesamaan di empat provinsi di Kalimantan.
Rapat konsultasi tujuan wisata wilayah E ini menghasilkan beberapa tempat wisata yang akan diusulkan ke Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata agar dapat dimasukkan dalam tujuan wisata Nasional.
Tujuan wisata tersebut di antaranya Kaltim, Kepulauan Berawan, Kalsel, Loksado dan Pasar Terapung, Kalteng, Taman Nasional Tanjung Puting, Taman Nasional Sebagau, dan Wisata Alam Tangkiling, sementara Kalbar, Taman Nasional Danau Sentarum dan Sungai Kapuas di tengah Kota Pontianak.
Untuk melestarikan kebudayaan Kalimantan dan meningkatkan kunjungan wisata, ke depan akan dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antar-Gubernur se-Kalimantan untuk melakukan revitalisasi objek wisata. Bertujuan untuk menanamkan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan dan olahraga tradisional agar tidak terkikis oleh era globalisasi. dkw

Sabtu, 14 Mei 2011

Jaga Kelestarian Anggrek Kalteng

Upaya pelestarian aggrek Kalteng

10-05-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
Sebagai kawasan hutan, Kalteng sangat terkenal sumber daya alam kayu dan nonkayu. Salah satunya anggrek. Bunganya merekah berwarna-warni dan harum baunya.
Keindahan, keanekaragaman, dan keunikan jenis anggrek endemik Kalteng membuat kesan keindahan tersendiri yang sangat menawan dipandang mata, sehingga mampu memperkenalkan Kalteng ke daerah lainnya, bahkan luar negeri.
Seiring perkembangan zaman, kini keberadaan anggrek-anggrek tersebut sudah mulai berkurang. Penyebabnya mulai dari perambahan hutan, pengembangan kawasan perkebunan, pertambangan, hingga hak penguasaan hutan.
Penyebab lainnya, seringnya pengambilan tumbuhan anggrek hutan secara besar-besaran oleh masyarakat karena nilai jualnya yang tinggi.
Beberapa jenis anggrek unggulan Kalteng yang sering diburu itu antara lain, anggrek ekor tikus, anggrek hitam, dan anggrek tebu. Ketiganya memang memiliki karakter yang unik, terutama pada bunga yang indah, cerah, dan harum.
Semakin menyusutnya keberadaan anggrek-anggrek tersebut mengundang keprihatinan dari jajaran Dewan Pimpinan Daerah Perhimpunan Angrek Indonesia (DPD PAI) Kalteng. Sebagai organisasi pecinta anggrek, DPD PAI Kalteng periode 2010-2015 di bawah pimpinan Moenartining Teras Narang dan Nani Winarni Achmad Diran berkomitmen untuk mendukung Kalteng sebagai Provinsi Hijau, dan Palangka Raya Kota Anggrek.
Sejumlah program aksi untk melestarikan anggrek khas Kalteng pun dijalankan DPD PAI Kalteng. Di antaranya, melakukan eksplorasi, perlindungan, dan pelestarian anggrek khususnya spesies Kalteng serta melakukan penguatan kapasitas masyarakat penganggrekan.
Upaya-upaya itu diharapkan mampu mengembangkan khasanah tanaman anggrek untuk tujuan ekonomi dengan tetap melestarikan keberadaannya. Hal itu dipandang perlu segera dilakukan mengingat tingginya pengrusakan lingkungan dan hutan, yang makin mengancam keberadaan anggrek Kalteng.
Ketua Pelaksana Harian PAI Kalteng Titik Sundari mengatakan, untuk mendukung Kalteng sebagai Provinsi Hijau dan Palangka Raya sebagai Kota Anggrek, seperti arahan Gubernur, maka PAI Kalteng membuka demplot koleksi anggrek.
Demplot tersebut dibuka di kawasan hutan seluas satu hektar berada di Kompleks Kantor Gubernur, persis di belakang Kantor Humas Setda Kalteng atau di seberang SMAN-3 Palangka Raya. Tujuannya, eksplorasi dan pelestarian spesies seluruh anggrek Kalteng yang mencapai sekitar 250 spesies, sekaligus tempat kunjungan wisata anggrek dan sarana pendidikan.
Sejak diresmikan Gubernur pada 4 Mei lalu, kini, sudah 50 jenis spesies tumbuh di sana. Anggrek diambil dari beberapa daerah seperti Kabupaten Kapuas, Barito Timur, Barito Selatan, Pulang Pisau, dan beberapa kabupaten lainnya.
Bibit anggrek sebagian besar diambil dari alam, tapi ada juga yang dibeli dari warga. Harganya relatif murah, Rp200 ribu-Rp300 ribu per karung, belum dikemas.
Untuk meningkatkan pembudidayaan dan melengkapi semua spesies anggrek yang ada, pada 2011 ini PAI memprioritaskan upaya konsolidasi organisasi, dan berusaha membentuk DPC PAI di 14 kabupaten/kota dengan cara bekerja sama dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) di Kabupaten/Kota.
Menurut Titik, tidak hanya warga Indonesia yang mengagumi anggrek Kalteng, tapi juga negara lain. Bahkan, Malaysia sudah berkoordinasi dengan PAI Kalteng untuk membeli koleksi anggrek yang ada. Namun, karena takut aset alam asli Indonesia itu diakui negara lain, koleksi anggrek itupun urung dijual.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang setelah peresmian Sekretariat PAI dan Demplot koleksi anggrek menyebut, banyaknya spesies anggrek di Kalteng menjadi modal besar untuk menunjang kemajuan daerah dari berbagai sisi. Karena itu, tambahnya, kekayaan sumber daya alam berupa anggrek ini perlu dilestarikan.
Gubernur berharap, lokasi budidaya bukan hanya menjadi objek wisata, tapi juga dimanfaatkan para pelajar untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terkait pengenalan berbagai jenis anggrek. debi kriswanto

Rabu, 27 April 2011

Pemkab/Pemko Diminta Tetapkan Wisata Unggulan

04-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang minta Pemkab dan Pemko se-Kalteng menetapkan produk wisata unggulan dan melaporkannya ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi. Upaya itu bisa dilakukan dengan mendirikan museum sesuai kemampuan daerah, mengoptimalkan program dan revitalisasi kepariwisataan, dan memberikan dukungan pendanaan yang memadai.
Teras mengatakan hal itu dalam sambutan tertuli yang dibacakan Plt Sekda Kalteng Siun Jarias pada Rapat Koordinasi Revitalisasi Kepariwisataan di Kalteng 2011 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, Selasa (26/4). Sejak 2008, sektor kepariwisataan merupakan prioritas pembangunan di Kalteng, di samping infrastruktur, pendidikan, kesehatan, perekonomian, dan lingkungan hidup.
"Mengingat potensi objek pariwisata Kalteng saat ini masih berbasis pada alam, maka jenis pariwisata yang kita kembangkan adalah ekowisata. Namun demikian, bukan berarti objek wisata yang lain diabaikan pengembangannya," kata Teras. 
Menurutnya, objek wisata lainnya juga tetap menjadi perhatian, seperti agrowisata, wisata budaya, wisata kota, wisata kuliner, wisata religi, wisata pedesaan, wisata pendidikan, dan wisata kesehatan. 
"Pendataan tentang keberadaan pariwisata di suatu daerah sangat penting, dalam rangka menyinergikan upaya-upaya tersebut agar data yang disampaikan itu sinkron dengan kegiatan-kegiatan antara kabupaten/kota dengan provinsi," ujarnya. 
Dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata, hal yang perlu mendapat perhatian mengenai masalah kelestarian lingkungan, agar keindahan potensi alam tetap terpelihara dan bisa dikemas. Sehingga, laku dijual baik dalam maupun luar negeri dalam waktu yang tidak terbatas. 
"Kalteng mempunyai anjungan yang merupakan potret Kalteng dan juga sebagai sarana promosi budaya dan kepariwisataan. Saya minta perhatian para Bupati dan Walikota terhadap keberadaan anjungan kita tersebut. Mari kita benahi, tata kembali sesuai dengan peruntukannya," katanya. 
Dijelaskannya, berkaca pada keberhasilan tahun kunjungan wisata tahun 2006 sampai 2010 lalu, semua peangku kepentingan diminta meningkatkan kinerja, sehingga para wisatawan lebih banyak berkunjung ke Kalteng. 
Sebagai gambaran, jumlah kunjungan wisata baik turis mancanegara maupun turis lokal pada tahun 2006 berjumlah 33.280 wisatawan. Terdiri dari 2.038 orang wisatawan mancanegara dan 31.242 orang wisatawan nusantara. 
Kemudian, pada tahun 2010 terjadi peningkatan cukup siginifikan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara berjumlah 39.060 orang, terdiri dari wisatawan mancanegara 2.650 orang dan wisatawan nusantara 36.410 orang. 
“Selama kurun waktu lima tahun tersebut terdapat peningkatan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 5.780 orang. Sebagian besar wisatawan berkunjung ke objek wisata Taman Nasional Tanjung Puting di Kabupaten Kotawaringin Barat," katanya.dkw/ant

Minggu, 24 April 2011

Aliansi Bumi Prihatin Dampak Investasi

24-04-2011 00:00 
Harian Umum Tabengan, 
PALANGKA RAYA
Aliansi Bumi menilai pertumbuhan investasi di Kalteng telah membawa dampak negatif bagi masyarakat. Masalah sengketa lahan dan sumber daya alam harus segera diselesaikan.
Memperingati Hari Bumi pada 22 April, Aliansi Bumi yang berasal dari gabungan aktivis lingkungan hidup dan organisasi kemahasiswaan menyampaikan rasa prihatin  terhadap keadaan bumi saat ini, khususnya di Kalteng.
Aliansi Bumi menggelar aksi damai dengan menggelar orasi di Halaman Kantor  Gubernur Kalteng, Kamis (21/4). Jurubicara aksi tersebut Afandi F mengatakan, pertumbuhan investasi di Kalteng dinilai telah membawa dampak negatif bagi masyarakat. Dampak itu  di antaranya muncul persoalan seperti sengketa tanah yang dapat memicu konflik sumber daya alam dan masalah sosial.
Afandi mengungkap, selama November-Desember 2010 lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng  menerima 30 pengaduan konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan. Bahkan,  Plt Sekda Kalteng dalam sebuah seminar mengungkapkan, setidaknya ada 300 laporan masyarakat mengenai konflik tanah masuk ke Pemprov Kalteng. “Ini membuktikan persoalan tersebut cukup serius dan harus segera diproses,” katanya.
Dalam aksi itu, Aliansi Bumi menyampikan sembilan tuntutan. Hentikan dan cabut izin perusahaan yang menimbulkan konflik, stop izin sawit dan tambang yang bermasalah, stop konversi hutan, tegakan hukum di sektor kehutanan, serta lakukan evaluasi implementasi REDD+ di Kalteng.
Tututan lainnya, berikan seluas-luasnya kawasan kelola rakyat, lindungi hak masyarakyat adat, evaluasi izin-izin yang telah dikeluarkan pada sektor kehutanan, dan laksanakan moratorium (jeda tebang) hutan.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Kalteng Kardinal Tarung saat menerima peserta aksi tersebut menyatakan, pembangunan boleh meningkat namun masyarakat juga harus mengalami peningakatan, baik ekonomi, pendidikan maupun  kesehatan. Menanggapi tuntutan Aliansi Bumi, Kardinal berjanji akan menyampaikan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng, sebagai pengambil keputusan.
Dalam aksi itu, mereka juga mendatangi Kantor Pendukung REDD+ dan diterima anggota Satgas REDD+ Mathius Hosang dan Febrina Natalia. Mereka menjelaskan, fokus program REDD+ selain penurunan emisi dan deforestasi, juga memerhatikan masyarakat adat di sekitar kawasan hutan.
Sebelum provinsi ini ditetapkan sebagai percontohan REDD+, Pemprov Kalteng dinilai sudah berkomitmen menurunkan emisi dan deforestasi. Melalui REDD+, diharapkan pada 2020 mendatang dapat membantu mengurangi emisi menjadi 26 persen.
Aksi Bersama itu dimulai pukul 08.00 WIB. Peserta dari Walhi, SOB, AMAN, BEM Unpar, Unkrip, STIMIK, STAIN, KAMMI, GMKI, Slenkers, dan Salingkate mengadakan longmarch dari Bundaran Besar menuju Bundaran Kecil dan dilanjutkan dengan orasi dan pembagian famlet. Setelah orasi, mereka mendatangi Kantor Gubernur Kalteng untuk menyatakan tuntutan tentang Hari Bumi. Aksi tersebut diakhiri dengan penyerahan famlet kepada pimpinan Kantor Pendukung REDD+ di Kompleks Kantor Gubernur.dkw
 
 

Menata Wisata Kuliner Jembatan Kahayan

Wisata Kuliner di Bawah Jembatan Kahayan
24-04-2011 00:00 
Harian Umum Tabengan, 
Di usia yang sudah mencapai lebih setengah abad, wajah Kota Palangka Raya terus ditata. Upaya itu juga meliputi pengembangan sarana dan prasarana hiburan. Termasuk, rencana merelokasi wisata kuliner di bawah Jembatan Kahayan.
Terencana, aman, nyaman, tertib, indah, dan keterbukaan. Itulah artikulasi dari kata ‘Cantik’ yang dilekatkan dengan Kota Palangka Raya. Upaya ke arah itu pun terus dilakukan dan menjadi suatu keharusan. Sebagai ibukota provinsi, kemajuan Palangka Raya dari berbagai sisi cerminan kemajuan Kalteng secara keseluruhan.
Berbagai program telah dilakukan pemerintah kota. Selain program pengembangan sosial, politik, budaya, sisi hiburan dan pariwisata juga tak luput dari perhatian. Berkembangnya kedua sisi tersebut berkait erat dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sejumlah titik kota yang dianggap berpotensi mendukung kemajuan sisi hiburan dan kepariwisataan pun dikembangkan. Salah satunya, kawasan bawah Jembatan Kahayan.
Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah memberikan fasilitas tempat bagi masyarakat untuk menjadikan kawasan itu sebagai lokasi wisata kuliner. Alhasil, di lokasi itu kini terdapat sekitar 16 tenda penjual berbagai jenis makanan.
Susi dan Siti adalah di antara pengusaha yang membuka tenda dagangan di kawasan itu. Sesuai ketentuan, mereka membuka usaha dagangan makanan dari pukul 07.00 WIB-17.00 WIB. Per hari, mereka juga mesti membayar dana kebersihan sebesar Rp5.000. Selain itu, setiap seminggu, diwajibkan membayar uang air bersih, juga Rp5.000.
Menurut Susi, tempat itu setiap hari selalu dipadati warga untuk bersantai, terutama kalangan menengah ke bawah dan para remaja. Sebab, harga makanan yang dijual pedagang di sini relatif terjangkau.
Susi yang menjual soto, nasi goreng, bakso, dan beberapa jajanan ringan lain, mematok harga dagangan Rp7.000-Rp12 ribu per porsi. Di waktu-waktu tertentu, pendapatan kotor mereka dari berjualan makanan bisa mencapai Rp1 juta lebih per hari. Susi pun mengaku, ekonomi keluarganya cukup terbantu dengan membuka usaha di situ.
Kendati demikian, ia tetap memberikan masukan bagi pemerintah agar kawasan itu lebih berkembang di masa mendatang. Menurutnya, untuk memberikan kenyamanan bagi para pengunjung, seharusnya dibuat fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK) umum.
Sekretaris Satpol PP Palangka Raya Kadar Rismanto mengatakan, lokasi tersebut merupakan cikal bakal dari pengembangan wilayah pariwisata dengan skala yang lebih besar.
Menurut Kadar, ada rencana ke depan para pedagang dipindahkan ke kawasan Pasar Kahayan yang sedang dalam proses penyelesaian. Sedangkan kawasan Jembatan Kahayan akan murni dikembangkan sebagai lokasi kepariwisataan.
“Berjualan di tempat itu (bawah jembatan) sebenarnya tidak dilarang, tapi juga tidak dibenarkan. Sementara mereka dibiarkan, asalkan jangan menggangu lalu lintas,” ujarnya.
Relokasi belum dilakukan, karena saat ini pemerintah lebih fokus membangun daerah lingkar luar dan taman kota dalam rangka meraih adipura. Karena belum ada tempat penampungan, para pedagang dibiarkan saja berjualan sepanjang menjaga kebersihan dan tidak berada di bahu jalan raya.
Kepala Dinas Pasar Palangka Raya Manuel Notanubun mengharapkan, setelah Pasar Kahayan yang baru selesai, semua pedagang dapat tertampung. “Pedagang jangat takut penghasilannya berkurang, di mana pun mereka berada akan tetap dicari pembeli,” ujarnya.
Manuel mendukung keberadaan pedagang, karena bisa membuka peluang usaha dan mengurangi pengangguran di daerah ini. Namun, perlu ditata agar menciptakan Palangka Raya yang indah, bersih, dan rapi. Pedagang yang tidak bisa direlokasi ke Pasar Kahayan, akan dipindahkan ke lokasi Pasar Besar atau Pasar Blauran.
Untuk meningkatkan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini, kata Manuel, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, karena dana untuk pembinaan para UMKM ada di sana. debi kriswanto