Senin, 10 Maret 2014

Kotim Terbanyak Konflik Lahan Perkebunannya

De Indonesia, Kalteng Tertinggi Konflik Lahan Perkebunannya
PALANGKA RAYA – Konflik lahan perkebunan di Kalteng dinilai yang tertinggi di Indonesia yaitu sekitar 136 an kasus. Jumlah tersebut jauh diatas konflik lahan perkebunan yang terjadi di Provini Riau yang hanya sekitar 66 kasus, meski daerah tersebut perkebunanya jauh lebih luas dibandikan Kalteng.
            Kepala Dinas Perkebunan Provini Kalteng Rawing Rambang, usai membuka sosialisasi pembinaan usaha perkebunan 2015, di Swiss-belhotel Danum, baru-baru ini, kepada sejumlah wartawan mengatakan, kasus konflik lahan di sektor perkebunan di Kalteng tertinggi di Indonesia, berada diatas Riau yaitu sebanyak 136 kasus.
            Dari jumlah tersebut, ujar Rawing, yang terbanyak konflik lahan antara perusahaan dengan perusahaan, maupun perusahaan dengan masyarakat “itu yang paling banyak,” ujarnya.
            Namun konflik lahan tersebut kebanyakan berada pada kabupaten/kota dan Kabupaten Kotawaringin Timur dinilai yang paling banyak dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Kalteng. Sementara untuk yang lintas kabupaten/kota hampir tidak ada terjadi konflik, ujar Rawing, meski dia tida merinci konflik lahan perkebunan di masing-masing kabupaten/kota tersebut.
            Tetapi dengan barbagai upaya dan usaha yang telah dilakukan baik oleh Pemerintah Provini maupun pemerintah kabupaten/kota, maka jumlah konflik lahan perkebunan di daerah ini terus menurun.
            Karena, untuk menanggulangi terjadinya konflik lahan perkebunan tersebut, saat ini pihaknya memiliki tim gangguan usaha perkebunan yang bertugas untuk memfasilitasi penyelesaian konflik tersebut.
Sehingga kalau pihak kabupaten menyatakan diri sudah tidak sanggup, maka akan ditangani oleh provinsi. Kendati demikian, pihaknya juga sering berkoordinasi dan turun kelapangan bersama pemerintahan kabupaten/kota, ujarnya.
Sementara langkah yang harus dilakukan Dinas Perkebunan untuk memanimalisir jumlah konflik lahan perkebunan tersebut adalah segera menangani konflik tersebut dan diharapkan agar kabupaten/kota dapat melakukan hal yang serupa.
Terlepas dari konflik lahan yang ada, namun dengan luasnya perkebunan di daerah ini berkontribusi terhadap pembangunan, perekonomian, dan menyerap tenaga kerja di daerah ini “suka tida suka itu harus kita akui,” ujar Rawing.
Sehingga yang harus dilakukan, pemerintah dan semua lapisan masyarakat yaitu mengawal kegiatan perkebunan, anatalain mengawasi pembangunan kebun untuk masyarakatnnya, “harus komit, agar mesyarakat merasa dibina. Kita harus terus mendorong pembangunan kemitraan ini,” tegasnya.dkw