Kamis, 20 Maret 2014

Kalteng Perjuangkan DBH Pajak Ekspor CPO dan PKO

PALANGKA RAYA – Kalteng merupakan salah satu penghasil crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) terbesar di Indonesia. Sehingga, untuk itu Pemerintah Provini Kalteng memperjuangkan untuk mendapatkan dana bagi hasil (DBH) dari pajak ekspor CPO dan PKO tersebut.
            Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Kalteng Jaya Saputra Silam, saat ditemui usai pembukaan temu Gubernur dengan pengusaha/investor sektor perkebunan dan kehutanan, di Swiss-belhotel Danum, baru-baru ini mengatakan, Pemerintah Kalteng saat ini memperjuangkan untuk mendapatkan DBH dari pajak ekspor CPO dan PKO.
            Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Kalteng, bahkan Gubernur Kalteng juga pernah menjadi pembicara Nasional dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh DPD RI mengenai hal tersebut.
            Diunkapkan Jaya, Pemerintah Kalteng juga mengusulkan agar adanya perubahan pada UU No 33/2004 tengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, agar didalam UU tersebut juga mengatur mengenai DBH pajak ekspor CPO dan PKO tersebut.
            Namun usulan tersebut, saat ini masih dilakukan pembahasan-pembahasan oleh Pemerintah Pusat. “Yang kita inginkan itu bukan dari hasil CPO dan PKO, namun dari pajak ekspor atas CPO dan PKO. Itu yang kita mau untuk dibagi hasilkan,” ujarnya.
            Sebelumnya Jaya juga mengatakan, berdasarkan data 2012 yang lalu, Kalteng menjadi penghasil terbesar CPO dan PKO nomor tiga di Indonesia, sementara di daerah Barito dan Gunung Mas belum menghasilkan “kalau sudah menghasilkan, mungkin Kalteng ini bias menjadi nomor urut satu,” ujarnya.
Sehingga sangat rugi kalau tidak ada bagi hasilnya untuk daerah, sementara truck untuk pengangkut CPO, PKO dan tandan buah segar (TBS) tersebut besar-besar, sehingga dinilai dapat merusak jalan. Disisi lain, kendaraan-kendaraan tersebut menggunakan plat luar, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pajak.
“Ini yang merusak infrastruktur kita, sementara yang kita dapatkan dari itu tidak ada selain dari pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penghasilan (PPh),” tegasnya.
            Sementara Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran mengatakan, daerah ini memiliki sekitar 1,1 juta perkebunan kelapa sawit yang sudah produksi dan ada pajak ekspor CPO dan PKO, sehingga diharapkan agar sebagian dari pajak ekspor tersebut dapat dikembalikan ke daerah atau dibagihasilkan.
DBH dari pajak ekspor CPO dan PKO ini sangat dibutuhkan untuk membiayai pemerintahaan dan pelaksanaan pembangunan daerah ini, tuturnya.
Disisi lain dalam penentuan alokasi umum (DAU), ujar Diran, penduduk Kalteng memang kurang bila dibandingkan dengan penduduk di pulau Jawa, namun wilayah Kalteng sangat luas dan terluas ke dua di Indonesia setelah Papua. Sehingga untuk membangun daerah ini tentu memerlukan biaya yang besar.
Sehingga dia berharap agar dana perimbangan untuk daerah ini juga dapat disesuaikan dengan dana perimbangan terhadap Pemerintahan Daerah di pulau Jawa dan Papua, ujarnya.dkw