Tidak
stabilnya ketersediaan beberapa komoditi pertanian di Kalteng, selain
terkendala dengan iklim yang tidak bisa diprediksi, juga disebabkan tidak
tersedianya pasar memadai untuk menampung hasil panen petani.
PALANGKA
RAYA – Kepala
Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Provinsi Kalteng Tute Lelo,
mengatakan, pada prinsipnya kalau pasar dari komoditi tersebut bagus dan
harganya tidak merugikan petani, maka petani pasti mau mengembangkannya.
“Sekarang
yang menjadi permasalahan adalah dari segi pasarnya yang mau menampung dan
membeli hasil panen petani,” ujar Tute saat ditemui wartawan di ruang
kerjannya, Rabu (4/9).
Menurut
Tute, kondisi di Indonesia berbeda dengan negara luar, seperti Vietnam yang
sarana dan prasarana produksi, menampung dan menjual hasil pertanian dilakukan
oleh pemerintah. “Petani di luar negeri mendapat kepastian untung 30
persen dan itu pasti, tidak mau tahu harganya naik atau turun,” ujarnya.
Dengan
seperti itu, maka petani semangat mengembangkan berbagai komoditi karena pasti
ada pembeli dan tidak perlu memikirkan pemasarannya. Mereka hanya menanam dan
memeliharanya. “Coba kalau Indonesia seperti itu, petani pasti bersemangat,”
lanjutnya.
Karena tidak
ada kejelasan pasar, petani di Indonesia menjadi malas untuk mengembangkan
beberapa komoditi sehingga pada saat-saat tertentu bisa mengalami kekurangan
pasokan. Seperti bawang, kedelai, daging, dan beberapa komoditi lainnya yang
terpaksa harus didatangkan dari luar negeri.
Hal itu juga
terjadi di Kalteng. Tute menyebutkan ketersediaan lahan potensial untuk
dikembangkan di Kalteng. Bahkan, pada 2010 lalu, panen kedelai di wilayah itu
mengalami over produksi, namun karena tidak ada yang membelinya, menjadikan
petani enggan untuk mengembangkannya dalam jumlah besar.
Untuk itu,
Distanak Provinsi dan kabupaten/kota cukup sulit memprogramkan pengembangan
tanaman kedelai tersebut dalam jumlah besar. Di sisi lain, kekurangan kedelai
ini hanya terjadi pada saat tertentu. “Kami harapkan ada dukungan dari pihak
pengusaha agar dapat merangkul para petani yang ada dengan menampung dan
membeli hasil pertanian mereka,” katanya.
Tute juga mengatakan, jumlah produksi kedelai di
Kalteng sekitar 2.783 ton per tahun dan produksi tersebut dinilai masih kurang,
sehingga sebagian harus didatangkan dari luar daerah. Setiap tahun, pihaknya
memprogramkan pembudidayaan kedelai agar mampu memenuhi kebutuhan lokal.dkw