Selasa, 04 Maret 2014

Kalteng Termasuk 3 Provinsi Rawan Kebakaran

6 Tahun Terakhir, Jumlah Hot-spot Cenderum Menurun
PALANGKA RAYA – Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sipet Hermanto dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Bidang Perlindungan Hutan Sri Suwanto, pada Pelatian/Bimbingan Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, di Mess Rimbawan, Selasa (4/3), mengatakan, Kalteng merupakan salah satu dari 3 Provinsi yang rawan kebakaran di Indonesia.
            Sementara ke-3 provinsi tersebut yaitu Riau, Kalbar, dan Kalteng. Saat ini di Riau dan Kalbar sudah terjadi kebakaran dan terjadi kabut asap, sehingga kemungkinan selanjutnya terjadi kebakaran tersebut adalah Kalteng “namun Kalteng tidak akan terjadi kebakaran hutan apabila kita siap dan sigap,” tegasnya.
            Dan saat ini berbagai upaya untuk penanggulangan kebakaran dan bencana kabut asap tersebut sudah dilakukan, baik melakukan koordinasi dengan para instansi terkait, membuat atau mensosialisasikan berbagai peraturan yang ada, mempersiapkan personil, peralatan, bahkan kesiapan angaran.
Sementara dukungan angaran untuk penanggulangan kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan dilingkungan Kehutanan di Provinsi Kalteng pada 2014 yaitu sebesar Rp5,54 miliar dari APBN yang disalurkan melalui BKSDA, Rp450 juta dari dana Dekon, dan Rp700 juta dari APBD.
Untuk menanggulangi kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan ini tidak hanya menjadi tugas lingkup kebutanan saja, namun juga dari berbagai instansi terkait lainya, antaralain dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), ujarnya.   
            Dengan Berbagai upaya yang dilakukan tersebut, maka berdasarkan data dari satelit NOAA yang biasa digunakan untuk data Nasional, bahwa jumlah hot-spot atau titik panas pada 6 tahun terakhir menunjukan tren yang menurun, ujarnya.
Terpisah, Kasubdit Tenaga, Sarana dan Prasarana Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Agus Haryanta mengatakan, 10 Provinsi dengan jumlah hotspot terbanyak dan rawan kebakaran pada 2013 yaitu, Provini Riau sebanyak 5.163 titik hot-spot, Kalbar 3.192 titik, Kalteng 2.247, dan Sumsel 1.539.    
Kemudian di susul Provinsi Jambi sebanyak 1.142 titik, Kaltim 1.113 titik, Sumatera Utara 989 titik, Aceh 645 titik, Kalsel 479 titik, dan Sumatera Barat sebanyak 453 titk hot-spot, ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sipet Hermanto mengatakan, data hot-spot selama 8 tahun terakhir yiatu, Juni-Oktober 2002 sebanyak 20.014 titik, Juni-Desember 2003 sebanyak 9.726 titik, Agustus-Oktober 2004 sebanyak 12.196, Juni-Oktober 2005 sebanyak 2.841 titik.
Sementara Juli-Oktober 2006 sebanyak 42.101, April-Oktober 2007 sebanyak 4.192 titik, Januari-Oktober 2008 sebanyak 1.499 titik, Januari-Oktober 2009 sebanyak 2.988, Januari-Desember 2010 sebanyak 829 titik, Januari-November 2011 sebanyak 4.352 titik, Januari-Desember 2012 sebanyak 4.147 titik, dan Januari-Desember 2013 sebanyak 2.239 titik.
Dari data tersebut lebih dari 50 persen secara mengelompok di luar kawasan hutan, yaitu pada areal penggunaan lain seperti kebun, lahan pertanian, dan areal eks PLG 1 juta hektar. Selebihnya tersebar secara sporadis di seluruh wilayah Kalteng di lahan perkebunan, lahan masyarakat dan di dalam kawasan hutan.dkw

Dishut Gelar Bimtek Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

PALANGKA RAYA – Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Sipet Hermanto dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Bidang Perlindungan Hutan Sri Suwanto, pada Pelatian/Bimbingan Teknis Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, di Mess Rimbawan, Selasa (4/3), mengatakan, kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan terjadi hampir setiap waktu musim kemarau.
Akibatnya, bisa menimbulkan bencana kabut asap yang bisa berdampak pada berbagai sektor, baik lingkungan, kesehatan, perekonomian, transportasi, dan beberapa hal lainnya. 
Merlihat besarnya dampak yang diakibatkan oleh terjadinya kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan serta bencana kabut asap tersebut, maka dia meminta para peserta pelatian/bimbingan teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan tersebut, untuk dapat mengikutinya dengan sungguh-sungguh.
Karena, dalam waktu tidak terlalu lama lagi, diprediksi akan memasuki musim kemarau. Bahkan beberapa daerah, seperti Riau dan Kalbar sudah terjadi kebakaran lahan dan kabut asap.
“Namun Kalteng tidak akan terjadi kebakaran hutan dan kabut asap, apabila kita sudah siap dan sigap dari awal,” tegasnya.
Dan saat ini, berbagai upaya untuk penanggulngan kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan tersebut terus dilakukan, antaralain melakukan koordinasi dengan para instansi yang terkait.
Sementara dukungan angaran untuk penanggulangan kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan dilingkungan Kehutanan di Provinsi Kalteng pada 2014 yaitu sebesar Rp5,54 miliar dari APBN yang disalurkan melalui BKSDA, Rp450 juta dari dana Dekon, dan Rp700 juta dari APBD.
Namun untuk menanggulangi kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan ini tidak hanya menjadi tugas lingkup kebutanan saja, namun juga dari berbagai instansi terkait lainya, antaralain dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). “Ketika terjadi kebakaran, kita sama-sama untuk mengatasinnya dan memadamkanya, tanpa kita harus saling menyalahkan,” ungkapnya.
Penanggulangan kebakaran hutan merupakan salah satu yang prioritas dan salah satu yang perlu dilakukan adalah merubah pola pikir masyarakat. Karena, mereka sebagai ujung tombak di lapangan, sehingga kesadaran dan kepeduliannya sangat diharapkan.   
Sementara pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan penyedia sumber daya, memberikan pelatihan, agar pengelolaan hutan tersebut berbasis masyarakat. Intuk itu ia berharap agar tim atau masyarakat ini menyadari kerugian akibat kebakaran hutan dan kabut asap.
Sementara panitia Bajarmas dalam laporannya mengatakan, maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan wawan, pengetahuan, pembidaan, dan bimbingan tentang pengendalian kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan.
Karena dalam kegiatan tersebut juga dilakukan peraktek lapangan pemadaman kebakaran di daerah Daop Manggala Agni di RTA Milono dan prektek pembukaan lahan tanpa bakar di lahan masyarajat di Kelurahan Kelapangan.
Sehingga setelah pelatihan, para peserta diharapkan dapat menjadi pelopor atau ujung tombak dilapangan. Sehingga kebakaran lahan di daerah tersebut dapat diminimalisir.
Sementara pelatian/bimbingan teknis pengendalian kebakaran hutan dan lahan tersebut dilaksanakan dari 4-7 Maret 2014 dan diikuti sekitar 40 orang peserta dari beberapa tim serbu api kelurahan (TSAK) di Palangka Raya, ujarnya.dkw

Senin, 03 Maret 2014

Tanggulangi Kebakaran, Keterlibatan Masyarakat Sangat Diharapkan

PALANGKA RAYA – Untuk menanggulangi dan memanimalisir terjadinya kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan di daerah ini, berbagai uapaya sudah dilakukan oleh pemerintah Kalteng. Dari memberikan imbauan, pembentukan peraturan daerah, sampai pada pembentukan unit teknis, namun keterlibatan masyarakat sangat diharapkan.
            Sekretaris Daerah Provini Kalteng Siun Jarias dalam sambutan tertulisnya yang disampaikan oleh Staf Ahli Gubernur Kalteng Brigong Tom, pada pembukaan rapat kordinasi dan lokakarya managemen kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat, di Hotel Luwansa, Senin (3/3) mengatakan, menyambut baik dan mendukung kegiatan tersebut, mengingat Kalteng memiliki kawasan hutan yang luas.   
            Karena, dengan rapat kordinasi dan lokakarya managemen kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat tersebut diharapkan dapat memberikan langkah nyata dalam pengurangan emisi akibat kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan di daerah ini.
Lanjutnya, Indonesia berkomitmen mengurangi gas rumah kaca, dengan melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pengurangan emsisi, deforestasi, dan degradasi hutan.
Hal tersebut dapat terlihat dengan ditunjuknya Provinsi Kalteng sebagai Provinsi Percontohan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)+. Untuk itu, Provini Kalteng juga berkomitmen membantu wujudkan itu.
Diungkapkanya, pada 2013 Provini Kalteng terhindar dari bencana kabut asap, meski pada 2012 dan tahun-tahun sebelumnya Kalteng alami bencana kabut asap. Dan pada 2014 ini, beberapa daerah seperti Riau dan Kalbar sudah alami kabut asap.
Bencana kabut asap dinilai sangat menggangu dan mempengaruhi berbagai bidang termasuk perekonomi, kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan berbagai hal lainnya.
Sementara yang menjadi penyebab bencana kabut asap itu antaralain diakibatkan kebakaran pada lahan gambut, perkebuan, hutan, dan pembukaan lahan oleh masyarakat
Melihat begitu besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan, maka pemerintah Kalteng selalu memberikan imbaun agar jangan membakar lahan, termasuk menerbitkan  Perda No 5/2003 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta peraturan lainnya.
Tidak hanya itu, namun juga dibentuk unit teknis. Kendati demikiain, keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dan dengan kegiatan ini diharapkan dapat memperjelas koordinasi dan meningkatkan kemampuan masayarakat, agar mereka mampu melaksanakan pemadaman dan berkoordinasi dengan para pihak, sehingga kebakaran tersebut dapat diminimalisir.
Sementara anggota tim khusus REDD+ Heracls Lang mengatakan, kegiatan Rakor dan lokakarya managemen kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat atau community-based Forest and Land Fire Managemen (CBFFM) bertujuan untuk koordinasi penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta untuk mendat keputusan teknis kediklatan sebagai dasar penyusunan modul dan kurikulum diklatan, ujarnya.
Sementara CBFFM ini sudah mulai dikembangkan di Kalteng sejak 2012 dan pada 2014 ini programnya akan difokuskan pada pengembangan kemampuan masyarakat dan pemerintah dalam pencegahan kebakaran. Serta penguatan kelembagaan dan koordinasi untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, ujarnya.
Kegiatan tersebut tersebut dilaksankaan dari 3-4 Maret 2014 yang melibatkan pimpinan dan staf SKPD terkait di lingkungan Pemerintah Kalteng, serta 5 kabupaten/kota dengan hot-spot tertinggi seperti Palangka Raya, Pulang Pisau, Kapuas, Katingan, dan Kotawaringin Timur.
Juga dari Polda, Polres, Polisi Hutan, Manggala Agni, Camat, Kepala Desa, Damang dan perwakilan kelompok tim sebu api (TSK).dkw

Muchtar; 2014 Kondisi yang Rawan

PALANGKA RAYA – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalteng Muchtar, dalam paparanya pada rapat kordinasi dan lokakarya managemen kebakaran hutan dan lahan berbasis masyarakat, di Hotel Luwansa, Senin (3/3) mengatakan, pada 2014 ini kondisi cuacanya dinilai rawan.
            Kondisi cuaca saat ini memang sangat tidak menentu, bahkan kondisi di daerah Riau sangat ekstrim kebakarannya, di Sumatera Selatan masih ada hujan, sementara di Jawa banjir, di Kalteng beberapa waktu lalu jumlah hot-spot atau titik panas juga meningkat, namun Kalbar jumlahnya lebih besar dan cukup berat.
            “Sehingga, meski saat ini masih ada hujan, tetapi jangan dianggap enteng, karena 10 hari saja tidak hujan, maka sudah bisa kebakaran. Ini yang harus kita pahami semua, baik pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha,” tegasnya.
            Sehingga, Perda, Pergub, dan juknis terkait dengan pengendalian kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan tersebut harus terus disosialisasikan, sehingga diharapkan kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan di daerah ini dapat diminimalisit.
            Untuk itu ia mengajak semua pihak yang terkait dan semua lapisan masyarakat agar dapat secara bersama-sama melakukan pencegakan agar jangan sampai terjadinya kebakaran “preventif itu lebih utama dan kalau kita berhasi preventif, maka musibah atau bencana itu tidak akan terjadi,” ungkapnya.
            Terlebih Gubernur berharap agar dapat melakukan pencegahan sedini mungkin, jangan menunggu terjadi kebakaran hutan, lahan, dan perkarangan baru bergerak.
            Sehingga, belum lama ini pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan SKPD/instansi yang terkait lainnya untuk menyiapkan langkah-langkah sesuai dengan tugas dan fungsi instansinya masing-masing. Mengingat kebakaran hutan, lahan dan perakrangan ini masuk dalam standar pelayanan minimum.
Lanjut Muchtar, berdasarkan UU No 24/2007 tentang penanggulangan bencana, bahwa bencana merupakan urusan bersama, Pemerintah sebagai penanggungjawab penanggulangan bencana dengan peran serta aktif masyarakat dan lembaga usaha, dan merubah paradigma respons menjadi pengurangan risiko bencana.
Serta perlindungan masyarakat terhadap bencana dimulai sejak pra bencana, pada saat dan pasca bencana, secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan terpadu. Membangun masyarakat yang tangguh/tahan dalam menghadapi bencana, membangun sistem penanggulangan bencana yang handal melalui kelembagaan yang kuat, pendanaan yang memadai.
Sementara yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah yaitu, Pemerintah Daerah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya, Bupati/Walikota sebagai penanggungjawab utama dan Gubernur memberikan dukungan perkuatan/pendampingan.
Sementara yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah tersebut yaitu,  menjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum, perlindungan masyarakat dari dampak bencana, pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan,
Serta pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan belanja daerah yang memadai, ujarnya.dkw