Rabu, 25 April 2012


Antrean BBM Kesalahan Pemerintah Pusat
Harian Umum Tabengan
2012-04-25
PALANGKA RAYA - Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengungkapkan panjangnya antrean warga yang hendak membeli bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan baker untuk umum (SPBU), disebabkan kesalahan Pemerintah Pusat.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan PT Pertamina, terungkap bahwa kuota BBM Kalteng dikurangi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Padahal, kebutuhan masyarakat dibanding persediaan yang ada tidak mencukupi. Jadi wajar saja antrean BBM di SPBU terjadi.
Hal itu disampaikan Gubenur Kalteng Agustus Teras Narang dalam rapat koordinasi antara Pemprov Kalteng, Pemko Palangka Raya, PT Pertamina Perwakilan Kalteng, Polda Kalteng, Hiswana Migas Kalteng dan Yayasan Konsumen Indonesia Kalteng, di Aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (24/4).
Teras mengatakan, apa yang dilakukan Pemerintah Pusat cukup tidak adil untuk daerah Kalteng. Sebab, menurutnya, di Pulau Jawa hampir tidak pernah terdengar adanya kesulitan dalam mendapatkan BBM.
"Pemerintah Pusat meminta pemerintah daerah untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat. Saat ini dengan adanya masalah kelangkaan BBM, tentu akan banyak permasalahan yang dihadapi oleh daerah, yang pasti berdampak terhadap perekonomian masyarakat," ujarnya.
Karena itu, pihaknya akan membentuk tim teknis untuk mencari kejelasan masalah tersebut dengan Pemerintah Pusat. Dalam waktu dekat tim tersebut berencana mendatangi BPH Migas untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pengurangan kuota BBM di Kalteng, baru kemudian daerah mencari kebijakan mengatasi permasalahan tersebut.
"Saya sudah 3 kali meminta kepada Pemerintah Pusat atau BPH Migas tentang penambahan kuota BBM untuk Kalteng, namun tidak pernah diberikan jawaban. Padahal saya merupakan perpanjangan Pemerintah Pusat di daerah, tapi tidak pernah diberikan respons," tandasnya.
Karena itu, pihaknya menilai perlu adanya tim teknis yang akan diketuai Asisten II Setdaprov untuk mencari penjelasan atas pengurangan kuota BBM Kalteng. Setelah mendapatkan jawaban, sambung Teras, baru pemerintah daerah bisa mengambil langkah-langkah mencari solusinya.
Terkait dengan kebijakan pembatasan BBM untuk kendaraan bermotor, Teras mengaku mendukung hal tersebut. Pihaknya juga akan mengeluarkan surat edaran tentang penghematan penggunaan BBM untuk pemerintah daerah di 14 kabupaten dan kota.
Selain itu, Teras juga mendesak PT Pertamina agar menambah kuota BBM jenis Pertamax bagi kawasan Kalteng. Sebab, apabila dilihat dari jumlah kendaraan yang wajib menggunakannya, kuota yang ada masih kurang. “Saya juga akan mengeluarkan surat instruksi untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang diduga menggunakan BBM bersubsidi,” katanya.
"Kalau ketahuan pasti akan diberikan sanksi tegas. Sebab, perusahaan atau usaha yang bergerak pada bidang bisnis wajib menggunakan BBM kelas industri, bukan bersubsidi," tegasnya.
Sementara itu, Sales Representatif Area Manager BBM Retail Pertamina Wilayah Kalimantan Selatan-Kalimantan Tengah (Kalselteng) Asep Wicaksono mengakui, kuota BBM Kalteng untuk 2012 berkurang dibandingkan 2011.
Pengurangan kuota BBM tersebut, menurutnya, juga bersifat nasional bukan hanya Kalteng, dan yang mengaturnya pihak BPH Migas, bukan Pertamina.
BBM jenis premium pada 2011 berjumlah 271.895 kiloliter dan solar 163.185 kiloliter. Sedangkan pada 2012, berkurang menjadi premium sebanyak 263.784 kiloliter, namun solar bertambah menjadi 180.649 kiloliter.
Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran menambahkan, di Kalteng setiap tahunnya mengalami kenaikan jumlah kendaraan bermotor minimal 15 persen, namun tidak didukung dengan kuota BBM yang memadai. Kuota yang ada malah dikurangi.
“Saya berharap agar pihak kepolisian menindak mobil-mobil yang membawa buah kelapa sawit, namun ngantre untuk mendapatkan BBM bersubsidi. Seharusnya mobil industri mempergunakan BBM industri juga,” tegasnya.
Plh Sekretaris YKI Kalteng Arniansyah, mengatakan, mengatasi terjadinya antrean BBM yang selalu terjadi di setiap SBPU di Kalteng, PT Pertamina harus transparan terhadap kuota BBM. Sebab, selama ini PT Pertamina terkesan menutup-nutupi kuota BBM di Kalteng.
Ketua Hiswana Migas Kalteng Andrey L Narang mengatakan hal serupa dan mengakui terjadinya penurunan kuota. Bahkan, berdasarkan data penerimaan, kuota BBM dari DPC Hiswana Migas pada Maret ke April di Depo Pulang Pisau ada pengurangan premium sebanyak 920 kiloliter dan untuk solar 290 kiloliter. dkw/ant


Sabtu, 04 Februari 2012

Sedih Berlangganan Banjir Setiap Waktu

20-09-2010 00:00 
Harian Umum Tabengan,  Kisah pilu bencana banjir tak henti-hentinya melanda negeri ini. Tanpa kecuali daerah Kota Palangka Raya, Ibukota Provinsi Kalteng. Tidak sedikit masyarakat menjerit kelaparan, tak bisa sekolah, sakit, dan sulit beraktivitas gara-gara rumahnya jadi langganan banjir. Halaman rumah Ajisiah masih becek dan kotor. Sejak banjir menerjang kawasan Jalan Mendawai, Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya, beberapa hari lalu, hampir semua rumah, terutama di Jalan Mendawai IV terendam. Meski pemerintah sudah menyediakan banyak anggaran dan seabrek peralatan untuk membantu korban bencana, tapi tidak serta-merta bantuan tersebut dapat dikucurkan ketika banjir menerjang. Penduduk setempat tetap dirundung kesedihan. Apalagi, genangan air bisa setinggi lutut orang dewasa. Dari pantauan Tabengan, Minggu (19/9) siang, beberapa lokasi rumah dan ruas jalan masih tergenang air. Warga terpaksa menjemur kasur dan seperangkat perabotan rumah tangga yang basah di luar rumah. Yang membuat ironi, keadaan tak mengenakkan harus berlangganan banjir ini sudah berlangsung lama, bertahun-tahun. Tidak hanya ‘menyerang’ rumah, banjir juga telah merusak badan jalan. Dari muara terlihat lubang-lubang kecil dan sampah yang ditinggalkan banjir. Belum lagi batu-batu tajam akibat aspal yang sudah rusak tertutup air, juga menambah pemandangan menjadi sangat tidak sedap. Titi dan Ajisiah, dua orang ibu rumah tangga warga Jalan Mendawai IV mengungkapkan, selama tahun 2010 sudah terjadi delapan kali banjir cukup parah menggenangi rumah-rumah mereka. Rendaman air lambat turun karena daerah tersebut lebih rendah dari daerah lainnya. Parahnya, selama ini pihaknya belum pernah menerima bantuan dalam bentuk apapun dari siapapun. Karena itulah, mereka meminta kepada aparatur pemerintah dapat mencarikan solusi agar dapat terhindar dari banjir. “Bagaimana baiknya saja, kalau kami ngikut saja, yang penting kami bisa bebas dari banjir ini,” kata Titi diiyakan Ajisiah. Mereka bersedia bila pemerintah meminta untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi, asalkan ada perumahan untuk tempat tinggal. Selama ini, mereka tak bisa tidur nyenyak bila hujan lebat tiba. Bahkan, sering terbangun di tengah malam buta untuk menyelamatkan barang-barang dan terjaga akibat tempat tidurnya sudah basah karena air mulai masuk dalam rumah. Bahkan, pada Januari lalu, selama seminggu warga Mendawai tak bisa beraktivitas dan harus mengungsi ke bangunan Pasar Kahayan yang sekarang. Soalnya, air yang sudah mencapai palang kaca rumah atau setinggi lutut orang dewasa. Namun, lagi-lagi bantuan tidak kunjung datang, meski pihaknya mendengar ada batuan yang diberikan kepada Ketua RT setempat, tapi ketika ditanyakan, justru sebaliknya mereka malah ditanya balik. “Seakan-akan tidak tahu dengan keadaan warganya, sementara setiap hari ia melewati lokasi tersebut. Kami malas untuk menanyakannya lagi,” ujar Titi. Titi menceritakan, banjir yang baru-baru ini melanda membuat keluarganya bagaikan jatuh tertimpa tangga. Karena, selain menjadi korban banjir, juga harus mengobati anak yang terkena cacar air dampak musibah banjir. Penyakit menular bermunculan akibat sampah berhamburan terbawa arus. Air pun menjadi bau lantaran septic tank warga banyak yang terendam dan sengaja dibuka. Tentu saja, rawan menimbulkan berbagai penyakit kulit, seperti gatal-gatal, cacar air, dan diare. Banjir juga memaksa sekolah taman kanak-kanak yang ada di daerah tersebut sering diliburkan, transportasi terhambat, anak-anak tak bisa sekolah, dan tak jarang kendaraan masyarakat sering rusak karena tergenang air. Selain Jalan Mendawai, banjir juga menjadi langganan di daerah Petuk Katimpun, Bereng Bengkel, dan Pahandut Seberang. Anehnya, sampai sekarang belum ada solusi jelas dan tindakan yang begitu berarti dari Pemerintah Kota untuk mengatasi masalah ini. Masyarakat hanya selalu diminta bersabar. debi kriswanto

 

Minggu, 29 Januari 2012

Pekebunan Harus Berdayakan Masyarakat

09-05-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Sebagai pelaku sektor riil, perkebunan memiliki peran strategis dalam menyerap tenaga kerja dan memberikan peluang usaha, terutama bagi masyarakat di sekitar perusahaan. “Perkebunan juga menjadi bagian penting dalam mendistribusikan pembangunan,” kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Palangka Raya, belum lama ini.
Untuk itu, pembangunan usaha perkebunan agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Teras meminta agar mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Melalui Permentan tersebut diharapkan masyarakat dapat meingkamati keuntungan atas kewajiban perusahaan perkebunan menyediakan 20 persen lahannya sebagai kebun plasma.
Dikatakan Teras, sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan pro rakyat, Pemprov Kalteng sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perkebunan untuk merevisi Peraturan Daerah No.3 Tahun 2003 tentang Perkebunan. Revisi itu antara lain mengenai usaha perkebunan harus memerhatikan lingkungan hidup, permasalahan lahan, serta adat istiadat dan budaya setempat.
Selain itu, Pemprov Kalteng berkomitmen terhadap masalah lingkungan dan sosial kemasyarakatan untuk mendorong pengurangan pemanasan global. Untuk itu, pihaknya akan mengakomodasi dan menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai upaya pembangunan minyak sawit berkelanjutan.
Tujuan ISPO, ujar Teras, memposisikan pembangunan perkebunan kelapa sawit sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi Indonesia dan menetapkan sikap dasar untuk memporduksi minyak kelapa sawit berkelanjutan sesuai tuntutan masyarakat global. Serta, mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup.dkw

Penyaluran KUR Hadapi Kendala

28-04-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Penyaluran KUR di Kalteng hadapi sejumlah kendala. UMKM belum berani mengakses pembiayaan ke bank dan pemahaman masyarakat masih rendah.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengatakan, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di wilayah itu menghadapi sejumlah kendala, di antaranya pemahaman masyarakat masih rendah.
Selain itu, koperasi dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) belum berani mengakses pembiayaan ke bank serta terbatasnya aparatur dan jangkauan pelayanan perbankan. Kemudian, koperasi dan UMKM belum memiliki agunan yang diharapkan bank dan peran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai pelaksana teknis program, belum optimal.
Teras mengatakan hal itu dalam sambutan tertulis yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Saidina Aliansyah ketika membuka Sosialisasi Program KUR Se-Kalteng di Aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur, Rabu (27/4).
Hingga Februari 2011, penyaluran KUR yang diluncurkan sejak 2007 lalu melalui enam bank pelaksana, Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah, Bank Tabungan Negara, Bank Kalteng, Bank Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia mencapai Rp381,112 miliar dari plafon sebesar Rp601,178 miliar (63,39 persen). KUR itu disalurkan  kepada 38.369 orang debitur dengan rata-rata kredit Rp9,93 juta.
Sementara, sampai 31 Desember 2010 lalu, jumlah UMKM di Kalteng sebanyak 276.512 unit, terdiri dari usaha mikro 228.785 unit, usaha kecil 46.003 unit, dan menengah sebanyak 1.724 unit. Sedangkan koperasi sebanyak 2.511 unit, koperasi aktif 1.721 unit dengan anggota 235.054 orang. Secara kumulatif, jumlah anggota koperasi dan UMKM sebagai pelaku ekonomi produktif di Kalteng 511.566 orang dan 2.511 koperasi (23,13 persen).
“KUR dinilai menunjukkan perkembangan, namun tidak terlepas dari berbagai kendala sehingga pedoman dan ketentuan tentang KUR sudah dilakukan sebanyak tiga kali dan terakhir pada 15 September 2010 lalu,” katanya.
Penyempurnaan tersebut, mengenai penurunan suku bunga KUR dan peningkatan batas plafon KUR mikro menjadi Rp20 juta. Selain itu, menaikan porsi penjaminan menjadi 80 persen untuk sektor hulu, pertanian dalam arti luas, dan sektor jasa tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan jangka waktu pinjam selama 13 tahun.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kalteng Jamilah Ya’kup mengatakan, penyerapan KUR ini sebagian besar di bidang perdagangan dengan nilai relatif kecil. Jamilah mengharapkan, ke depan KUR dapat dimanfaatkan bidang pertanian dan kehutanan.
Melalui sosialisasi tersebut diharapkan mampu menyampaikan secara jelas kepada masyarakat mengenai program KUR yang pendanaannya murni dari bank pemerintah dengan didukung penjaminan  kredit dari PT Asuransi Kedit Indonesia (Askrindo).
Jamilah juga mengharapkan penyaluran KUR dapat dilakukan masyarakat melalui kelompok yang tergabung dalam koperasi untuk mempermudah birokrasi. Ini akan menguntungkan dibandingkan menyalurkan KUR kepada perorangan dengan nilai Rp5 juta hingga Rp20 juta.
Asisten Deputi Urusan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Willem H Pasaribu mengatakan, pengelolaan KUR di Kalteng  perlu ditingkatkan dan lebih profesional agar serapannya lebih besar dari plafon yang tersedia.  “Tapi ini masih wajar mengingat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di daerah ini relatif sedikit bila dibandingkan dengan daerah lain,” kata Pasaribu seusai sosialisasi KUR.
Willem juga menyinggung pembentukan Tim Pematau KUR di seluruh provinsi agar mampu mempercepat pelaksanaan, perluasan, dan penyerapan di daerah masing-masing. Untuk periode 2011-2014, pemerintah menyediakan dana sebesar Rp20 triliun setiap tahunnya.
KUR ini dinilai lebih lunak bila dibandingkan dengan jenis kredit lain. Hanya saja, masih perlu menyamakan persepsi antar-SKPD di tingkat kabupaten/kota agar lebih memperjelas teknis pelaksanaan KUR ini.dkw

Masyarakat Perlu Dilibatkan Amankan Hutan

04-10-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
Kawasan hutan Kalteng yang pada umumnya berada di daerah-daerah yang sulit dijangkau, memiliki kendala dan tingkat kesulitan yang luar biasa serta sangat rentan masalah perusakan hutan. Minimnya sarana dan prasarana, bukan hanya melonggarkan aksi perusakan hutan, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan yang melawan hukum. 
“Kalteng memiliki 11 daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar, sehingga menjadi tantangan cukup serius dalam pengawasan dan pengamanannya,” kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dalam Rakor Kehutanan Kalteng di Palangka Raya, pekan kemarin.
Dijelaskan, keberadaan sungai selain sebagai sarana untuk pengawasan hutan, juga menjadi suatu akses bagi kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak hutan. Dan tentu kalau kita tidak dilengkapi oleh sarana dan prasarana pendukung dari pengamanan dan pengawasan yang memadai, aksi perusakan terhadap hutan akan sering terjadi.
Teras minta kegiatan pengawasan dan pengamanan hutan terus dilakukan secara ketat dan terpadu. Selain itu, tidak hanya mengandalkan kemampuan, tapi juga dilakukan secara terpadu, baik dengan kepolisian, TNI dan melibatkan masyarakat sekitar hutan.
Karena itu, dalam hal pengawasan dan pengamanan hutan di Provinsi Kalteng, instansi terkait selain berkoordinasi dengan kepolisian dan TNI, juga bisa melibatkan masyarakat. Karena seperti diketahui sekarang ini, Dewan Adat Dayak (DAD) sudah ada dari tingkat provinsi sampai ke tingkat desa. Pelibatan masyarakat ini, menurut Teras, sebagai penyadartahuan dan rasa memiliki bahwa menjaga dan mengamankan hutan adalah tugas bersama.
“Meskipun kita mempunyai sarana dan prasarana yang ada, kalau tidak melibatkan masyarakat, maka tidak akan berhasil dengan baik. Malahan yang saya takutkan, kita bisa dianggap musuh oleh masyarakat. Karena itu, masyarakat bisa dilibatkan sehingga terjadi keterpaduan bukan hanya terhadap aparatur tapi juga bersama dengan masyarakat,” jelasnya.
Gubernur juga meminta kepada para bupati/walikota agar menelaah secara komprehensif terhadap keberadaan tenaga-tenaga teknis pengamanan hutan termasuk sarana dan prasarana pengamanan yang digunakan, apakah sudah memadai atau belum.
”Mulai tahun depan kita coba, apakah perlu merekrut masyarakat yang berada di lingkungan hutan itu untuk bersama-sama melakukan pengawasan dan pengamanan hutan. Polisi Kehutanan memang perlu, tetapi akan lebih baik kalau Polisi Kehutanan ini adalah masyarakat yang berada di hutan itu sendiri,” kata Teras.dkw