Selasa, 13 September 2011

Status Siaga I Belum Dicabut

Status Siaga I Belum Dicabut
13-09-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Kebakaran lahan yang menimbulkan kabut asap masih menjadi ancaman serius bagi Kalteng. Status Siaga I yang ditetapkan sejak Juli lalu, belum dicabut.
Meski hujan sempat mengguyur  sebagian besar wilayah Kalteng dan menjadikan kabut asap akibat kebakaran lahan dan pekarangan berangsur hilang, namun hal itu masih perlu diwaspadai. Berdasar informasi dari Daerah Operasi II, III, dan IV Manggala Agni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) kalteng, dalam satu pekan terakhir tidak terjadi hujan, sehingga kondisi bahan bakaran menjadi kering kembali dan mudah terbakar jika tersulut api.
Bidang Deteksi Dini BKSDA Kalteng Adreas Dody kepada Tabengan, Senin (12/9), mengatakan, kondisi ini menjadikan status Siaga I yang ditetapkan pada awal Juli lalu, sampai saat ini belum dicabut. “Potensi kebakaran lahan masih tinggi dan kami terus memonitor untuk mengantisipasinya,” kata Dody.
Data hotspot (titik panas) yang terpantau setelit NOAA, 1-10 September 2011, terdapat 191 titik dan tersebar di kabupaten/kota di Kalteng. Hotspot terbanyak terdapat di Kabupaten Seruyan 47 titik, Kabupaten Lamandau 22 titik, Pulang Pisau 21 titik, dan Kotawaringin Timur 17 titik.
Sedangkan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Katingan masing-masing 16 titik, Gunung Mas 12 titik, Kapuas 10 titik, Murung Raya dan Barito Utara masing-masing delapan titik, Sukamara tujuh titik, Barito Selatan empat titik, Barito Timur tiga titik, dan Kota Palangka Raya nol.
Menurut Dody, tidak adanya hostspot yang terpantau di wilayah Palangka Raya tidak lepas dari kerja sama semua pihak dan instansi terkait dalam melakukan pencegahan, penangulangan, dan pemadaman kebakaran. “Melihat data yang ada, kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan berkurang jika dibandingkan bulan sebelumnya,” katanya.
Dody menyebut, terdapat beberapa daerah di Kalteng yang dinilai ekstrem karena bertanah gambut dan mudah terbakar. Jika terbakar, cenderung sulit dipadamkan dan mampu menghasilkan kabut asap tebal. Daerah tersebut, Kabupaten Katingan, Kapuas, Pulang Pisau, Kotawaringin Timur, Seruyan, dan Kotawaringin Barat. Sedangkan daerah lain, seperti Kabupaten Lamandau, meski jumlah hotspot cukup banyak namun jika terjadi kebakaran lahan mudah untuk dipadamkan karena tidak bergambut.
 
TN Tidak Terbakar
Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kalteng Sipet Hermanto, kemarin, memastikan bahwa kebakaran lahan yang terjadi di wilayah itu tidak terjadi di kawasan hutan lindung dan taman nasional (TN). ”Hingga saat ini, belum ada laporan telah terjadi kebakaran hutan di kawasan lindung seperti taman nasional,” kata Sipet.
Kalteng memiliki tiga kawasan TN, meliputi Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka (TNBRBB), dan Taman Nasional Sebangau (TNS). Dikatakan, hingga saat ini dari data yang dihimpun Dishut Kalteng, khusus di Palangka Raya, sepanjang 2011, kebakaran lahan telah menghanguskan sekitar 195 hektar. Selain lahan, kebun masyarakat juga ikut terbakar seperti kebun karet rakyat. "Jumlah kebakaran se-Kalteng belum ada laporan, karena data itu ada di BKSDA," tambah Sipet.
Disinggung apakah kebakaran yang terjadi di Kalteng juga melibatkan perkebunan besar swasta (PBS), menurut Sipet, dari laporan yang disampaikan, memang ada lokasi kebakaran di wilayah PBS. Namun hal ini masih perlu diteliti dan dibuktikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah dilakukan dengan disengaja atau karena menjalar dari kebakaran di luar lahan PBS.dkw/str

Jumat, 09 September 2011

Titik Api Kalteng Tinggal 134

Titik Api Kalteng Tinggal 134
08-09-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Titik api (hotspot) dari kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan di wilayah Kalteng terus menurun seiring hujan yang mulai turun sejak Senin (30/8) lalu. Titik api yang terpantau satelit NOAA (National Oceanic dan Admospheric Administration), sejak sepekan terakhir hanya 134.
Sempat terjadi lonjakan titik api pada Jumat (2/9), mencapai 102 titik. Tapi akibat hujan deras pada Sabtu (3/9), titik api hilang sama sekali. Titik api baru muncul kembali pada Senin (5/9), dengan jumlah satu titik di Kabupaten Sukamara.
Di Palangka Raya dan Barito Timur (Bartim) dalam sepekan ini, malah tidak ada lagi terpantau. Kondisi ini tentu cukup menggembirakan. Sebab, selama Agustus kemarin, kebakaran terjadi di mana-mana. Titik api yang terpantau NOAA selama Agustus sempat mencapai 1.628 titik. Jumlah ini paling banyak jika dibanding Juli (325 titik), Juni (171 titik), Mei (48 titik), dan April (40  titik).
Kendati terjadi penurunan, Andreas Dodi dari Bagian Deteksi Dini Manggala Agni BKSDA Kalteng menilai penyebaran titik api masih akan terus berfluktuasi. “Berdasarkan pengalaman lima tahun terakhir, puncak titik api terjadi pada Agustus, September, dan Oktober,” katanya kepada Tabengan, Rabu (7/9). Namun demikian, Dodi mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan.
Hal senada diungkapakan Kepala Seksi Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Kalteng A Rudin Purba. Rudin mengaku penurunan titik api terjadi karena turunnya hujan beberapa hari terakhir ini.
Meski begitu, pihaknya terus melakukan pantauan pada lokasi-lokasi yang dinilai rawan kebakaran, terutama di Palangka Raya, Pulang Pisau, dan Kapuas. Beberapa daerah tersebut dipenuhi gambut, sehingga api kemungkinan belum sepenuhnya padam, meskipun satelit sudah tidak menemukan lagi titik api.
Jika dilihat dari data sebaran titik api selama satu bulan terakhir, Pulang Pisau paling rawan, sebab ditemukan 281 titik api selama Agustus. Daerah lainnya yang tak kalah rawan adalah Kapuas, Kotawaringin Timur (Kotim), dan Seruyan.
Bahkan untuk bulan ini, hingga Senin (5/9), di Seruyan telah terpantau 39 titik api, lebih banyak dibanding Pulang Pisau 18 titik, Lamandau 17 titik, Kotim 13 titik, Kobar 12 titik, Katingan dan Kapuas masing-masing 8 titik, Barut 7 titik, Sukamara 4 titik, Murung Raya 3 titik, dan Barito Selatan 1 titik. Hanya Palangka Raya dan Bartim yang selama sepekan terakhir tidak ada titik api.
Dengan adanya penurunan titik api saat ini, Rudin berharap masyarakat menghentikan kegiatan pembakaran. Masyarakat diminta untuk menjaga, meminimalisir, dan mengantisipasi terjadinya kebakaran dan kabut asap.  dkw/mel
 
TITIK API DI KALTENG
1-5 September 2011
Seruyan                      39
Pulang Pisau              18
Lamandau                  17
Kotim                          13
Kobar                          12
Katingan                      8
Kapuas                         8
Barut                            7
Sukamara                    4
Gunung Mas               4
Murung Raya              3
Barito Selatan             1
Palangka Raya            0
Barito Timur               0
TOTAL                       134
Sumber BKSDA Kalteng

Selasa, 06 September 2011

Hukum Adat dan Nasional Belum Sinkron

Hukum Adat dan Nasional Belum Sinkron

Harian Umum Tabengan, Hukum Nasional (positif) dengan hukum adat dinilai belum sinkron. Hal ini dapat terlihat bahwa pada beberapa persoalan hukum yang sudah diselesaikan secara hukum adat, namun tetap diproses secara hukum positif.

Budayawan Kalteng Kusni Sulang, yang juga tokoh masyarakat adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya M Rakhmadiansyah Bagan, dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng Sabran Ahmad ketika menjadi narasumber Dialog Publik Sinronisasi Antara Hukum Adat dan Hukum Nasional di Kalteng yang diselenggarakan AMAN Kalteng, di Aula Soverdi, Palangka Raya, Sabtu (30/7), mengatakan, lemahnya kelembagaan maupun hukum adat Dayak di Kalteng sehingga tidak bisa disinkronkan dengan hukum nasional.
Kusni menyebut, pada kasus-kasus tertentu seperti pembunuhan, meski persoalan tersebut sudah diselesaikan secara hukum adat, namun dari aparat keamanan juga tetap memproses kejadian tersebut.
Ini menjadi salah satu bukti bahwa hukum adat dan hukum nasional masih belum bisa sinkron, padahal jauh sebelum negara ini ada kearifan lokal hukum adat tersebut sudah ada. Diharapkan, hukum yang lahir sesudahnya dapat menghormati hukum yang sudah lahir sebelumnya, ujar Kusni.
Kusni menegaskan, Kalteng sudah punya Perda No.16/ 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng namun dinilai masih belum mampu menyelesaikan sengketa-sengketa adat yang terjadi di tengah masyarakat. Ini terjadi karena selain pengakuan hak masih lemah, juga karena kelembagaan adat yang ada dinilai masih belum memadai.
“Perlu adanya pelatihan terhadap para Damang dan Mantir Adat mengenai tugas dan fungsinya, karena di beberapa daerah ada ditemui mantir adat justru berasal dari orang luar Kalteng,” katanya.
Tidak hanya itu, Perda Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng juga dirasa perlu dilakukan berbagai pembenahan lagi, mengingat dinilai masih terdapat celah atau kekurangan. Karena dinilai dengan perda tersebut masyarakat adat Kalteng tidak bisa hidup seperti dulu dan terkesan terkungkung serta hak-haknya secara tidak langsung dipinggirkan. Terkesan, perda tersebut berpihak pada pemilik modal.
Sementara Rakhmadiansyah Bagan mengatakan, agar hukum adat di Kalteng bisa diakui keberadaannya secara Nasional maka kelembagaan adat dan SDM orang-orangnya harus lebih diperkuat lagi.
Kelembagaan adat yang ada saat ini dinilai masih lemah. Ini dapat terlihat bahwa masyarakat adat yang ditangkap oleh aparat, namun tidak pernah dilakukan tindakan hukum adat sebagai upaya perlindungan hukum. “Maka kita kembalikan ke pranata sosialnya, lembaga adatnya, dan SDM yang mengelola itu, sehingga mereka bisa bicara atas nama rakyat,” kata Adi Bagan—panggilan akrab Rakhmadiansyah Bagan.
Disebutkan Adi, pemerintah sudah mengakomodir mengenai adat. Misalnya dalam UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Seandainya hal itu tidak dimasukkan, maka hak masyarakat untuk melakukan judicial review. Tapi sayangnya, hak-hak itu tidak pernah digunakan. Meski demikian, ia menilai bahwa yang disebut dengan sinkronisasi tersebut bukan berarti hukum adat harus setara dengan hukum nasional. Tapi lebih bagaimana pengakuan terhadap hukum lokal dan hak-hak masyarakat lokal tersebut.
Sedangkan Sabran Ahmad mengakui, kelembagaan adat yang ada saat ini dinilai masih lemah. Meski demikian, saat ini pihaknya terus melakukan pembenahan baik secara kelembagaan maupun SDM para Damang dan Mantir Adat yang ada serta melakukan sosialisasi ulang Perda Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng.
Dalam pembukaan acara itu, Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) AMAN Wilayah Kalteng Simpun Sampurna dalam sambutan tertulis dibacakan BPH AMAN Kalteng Stevievebrialisna mengatakan, dialog publik tersebut dilaksanakan sebagai perjuangan untuk memastikan perlindungan dan hak-hak masyarakat adat.
Ketua Panitia Pelaksana Nindita Nareswari menjelaskan, tujuan dialog ini untuk melakukan upaya sinkronisasi antara hukum adat dan hukum nasional dalam menyelesaikan sengketa dan mencegah timbulnya konfik berkelanjutan. Kemudian, mendukung tercapainya konsep restorative justice di Indonesia, mencari nilai-nilai kearifan lokal, dan meningkatkan ketahanan Nasional.dkw

Berjuang Menjadi Kartini Masa Kini

Berjuang Menjadi Kartini Masa Kini
30-04-2011 00:00   
Harian Umum Tabengan, Makna penting dari peringatan Hari Kartini tidak terletak pada sisi seremonialnya saja. Namun, yang utama, momentum ini hendaknya dapat memotivasi kaum wanita dalam upaya mengejawantahkan keteladanan sosok Kartini dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalteng Ben Brahim dalam sambutanya pada kegiatan lomba Peringatan Hari Kartini ke-132 Darma Wanita Persatuan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kalteng di Halaman kantornya, Rabu (27/4).
Dikatakan Ben, peringatan ini tidak hanya sebagai seremonial saja, namun lebih pada untuk dapat melanjutkan perjuangan mulia Kartini.
“Semoga bisa menjadi kartini masa kini, sehingga para kaum perempuan dapat meneruskan perjuangan Kartini di lingkungannya masing-masing, dan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan saat ini. Kartini masa kini selalu berjuang, termasuk menunjang tugas suaminya,” kata Ben.
Ketua Darma Wanita Persatuan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalteng Ary Egahni Ben Brahim mengatakan, kegiatan lomba tersebut diikuti DWP DPU Kalteng dan karyawan dan karyawati semua Bidang dan Balai.
Sementara jenis yang diperlombakan di antaranya vokal grup (trio) jenis lagu bebas, peragaan busana benang bintik khusus kaum ibu dengan berat badan lebih dari 60kg, lomba menghias wajah tanpa cermin, dan lomba joget.
Sementara dewan juri untuk vokal grup yaitu Iwang Galih, Mary Victoria, dan Hawun Sandan dengan penilian meliputi teknik menyanyi, ekspresi, penampilan, dan koreografi.
Untuk DWP, Juara I berhasil diperoleh dari DWP Gabungan (Bidang Tata Ruang dan Bikons), Juara II diperoleh DWP Bidang Bina Marga, dan Juara III berhasil di peroleh DWP Bidang Sumber Daya Alam.
Sementara untuk karyawan/karyawati Juara I diperoleh oleh Bidang Sekretariat, Juara II diperoleh oleh Bidang Binan Marga, dan Juara III diperoleh Bidang Sekretariat.
Untuk peragaan busana benang bintik dengan Juri Iwang Galih, Nana Marini, dan Paulat kriteria penilaian meliputi wiraga, wirama, dan wirasa. Untuk jenis perlombaan ini hanya diikuti khusus DWP.
Kategori tidak berjilbab Juara I diperoleh Ny Eldani, Juara II Ny Bidu, dan Juara III diperoleh oleh Ny Emil. Sementara Untuk Kategori berjilbab Juara I diperoleh oleh Ny Pramono, Juara II oleh Ny Brani, dan Juara III diperoleh Ny Rangkuti.
Untuk Kategori menghias wajah tanpa kaca, jurinya Iwang Galih dan Nana Marini dengan kriteria penilaian meliputi teknik make up. Kategori ini, Juara I diperoleh Ny Sugeng, Juara II Ny Brani, dan juara III Ny Juni. Sementara lomba joget dengan juri Iwang Galih dan Nana Marini, sementara kriteria penilaian adalah kekompakan, serasi, sesuai irama. Kategori ini Juara I berhasil di peroleh oleh Ny Karamu, Juara II Ny Ritani, dan Juara II Ny Kerry dan Ny Budi Imanuel. dkw

Selasa, 12 Juli 2011

KPK Pernah ke Seruyan

08-07-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Mayoritas pengaduan pelanggaran dari Provinsi Kalteng yang masuk ke KPK lebih didominasi kasus perizinan. Menurut Wakil Ketua KPK M Jasin, Kabupaten Seruyan merupakan salah satu daerah di Kalteng yang pernah dikunjungi tim KPK.
Laporan pengaduan dari Provinsi Kalteng  hingga 4 Juli 2011 sebanyak 177 surat pengaduan. Dari jumlah itu, 174 di antaranya sudah ditelaah. Yang masuk ke instansi berwenang sebanyak 11, dengan rincian ke Kejaksaan enam, Kepolisian RI dua, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) satu, dan Inspektorat satu.
Menurut Wakil Ketua KPK M Jasin, pengaduan yang sudah masuk ke internal KPK sebanyak sembilan, dengan rincian lima masuk ke bidang pencegahan dan empat ke bidang penindakan. “Untuk tindak lanjut, permintaan tambahan data ke pelapor sebanyak 32 laporan, tidak tindak lanjut karena tidak memiliki identitas dan tanpa bukti awal 122 laporan,” kata Jasin saat konferensi pers di sela-sela Workshop Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi, di Hotel Luwansa, Palangka Raya, Kamis (7/7).
Jasin tidak merinci kasus-kasus yang disebutkan, tapi hanya mengatakan rata-rata didominasi kasus perizinan. Kasus yang sudah dilaporkan ke KPK,  harus dilakukan berbagai kajian yang membutuhkan peran aktif masyarakat untuk dapat melengkapi bukti-buktinya, “KPK juga akan mencari bukti-bukti berdasarkan cara mereka sendiri, agar kasus ini dapat diungkap dengan baik,” jelas Jasin.
Daerah mana saja di Kalteng yang pernah diselidiki KPK, Jasin mengaku, beberapa waktu lalu, pihaknya sudah turun ke Kabupaten Seruyan untuk mengumpulkan bukti-bukti proses pelanggaran dan indikasi korupsi. “Pengumpulan alat bukti membutuhkan waktu dan proses, serta strategi yang bagus, ketat, dan tidak bocor,” kata Jasin.
Terkait munculnya dua nama kabupaten di Kalteng berinisial B dan S yang digulirkan Tim Pusat yang menyelidiki kasus pelanggaran izin kawasan hutan, Jasin menyatakan bahwa yang berwenang menentukan hal tersebut harus pihak berwajib. “Tapi kalau ada pihak yang dijadikan tersangka oleh aparat hukum di daerah, kami tentu akan mendorongnya,” kata Jasin.
Sementara Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran yang dikonfirmasi terpisah, mengaku tidak mengetahui data dan siapa-siapa yang terlibat dalam kasus-kasus yang disebutkan KPK. “Data-data tersebut adanya di intern KPK, sehingga kita tidak berani mengira-ngira, nanti justru malah salah,” kata Diran.
 
Negara Rugi Rp15 T
KPK dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menemukan 370 izin perusahaan besar swasta (PBS) di Kalimantan bermasalah. Akibatnya, setiap tahun negara mengalami kerugian Rp15 triliun.
Wakil Ketua KPK M Jasin mengatakan, dari sejumlah kasus, PBS pertambangan paling banyak bermasalah. Selain itu, kerugian negara yang cukup besar juga karena kelalaian PBS dalam membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP), seperti dari hasil pemanfaatan kayu dan dana reboisasi. “Kerugian ini akan terus berlangsung apabila persoalan tersebut tidak diselesaikan dengan baik,” kata Jasin.
Dalam hal ini, katanya, KPK hanya bisa memproses tindak pidana korupsi. Sementara pelanggaran karena tidak membayar pajak atau kewajiban lainnya, yang lebih berwenang adalah Kementerian Keuangan dan Kepolisian.
Untuk menangani kasus kehutanan dan pertambangan ini, lanjut Jasin, perlu kerja sama dengan pemerintahan dan instansi terkait lainnya, seperti Kemenkeu, Kemenhut, Kepolisian, dan Kepala Daerah yang telah menerbitkan perizinan itu.
KPK tidak bisa menangani sendiri persoalan mengenai perizinan ini, karena belum masuk dalam unsur tindak pidana korupsi. Untuk itu, perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut dan bantuan pihak lain.
“Kecuali kasus pembalakan atau alih fungsi status hutan yang melanggar ketentuan UU, baik Keputusan Menteri Kehutanan maupun aturan-aturan lain dan ada indikasi korupsinya, bisa diproses oleh KPK,” tegas Jasin.
Dalam menangani kasus kehutanan, KPK harus melakukan dua langkah (tahapan). Pertama, identifikasi pelanggaran untuk mengetahui apakah ada indikasi pelangaran UU kehutanan atau ketentuan lainya. Setelah itu, mengidentifikasi apakah ada korupsi atau suap menyuap dalam kasus tersebut. Kalau alih fungsi hutan tersebut tidak ada indikasi korupsinya, maka itu tidak bisa diproses oleh KPK, meski memang benar ada pelanggar peraturan.
 
Tangani 9 Kasus
Sementara itu, sejak 2009 hingga 2011, Polda Kalteng telah menangani sembilan kasus PBS perkebunan dengan berbagai latar belakang kasus.
Kapolda Kalteng Brigjen Pol Damianus Jackie saat temu investor antara pemerintah dan investor perkebunan besar se-Kalteng, di Aula Eka Hapakat, lantai III Kantor Gubernur, Kamis, mengatakan, kesembilan PBS tersebut terdiri dari PT Flora Nusa Perdana dengan pelanggaran UU No.41/1999 tentang Kehutanan, prosesnya masuk tahap II.
Kemudian PT Susantri Permai, pelanggaran UU No.41/1999 tentang Kehutanan (tahap II), PT Bisma Darma Kencana, pelanggaran Perda No.5/2003 tentang Pembakaran Hutan dan atau Lahan (tahap II), PT Rimba Elok, pelanggaran UU No.41/1999 tentang Kehutanan (Proses Sidik) yang merupakan limpahan dari Polres Kobar.
PT Agro Bukit, pelanggaran UU No.41/1999 tentang Kehutanan (Sidik), PT Sarana Titian Permata, pelanggaran UU No.41/1999 tentang Kehutanan (Sidik), PT Wanayasa Kahuripan Indonesia, pelanggaran UU No.18/2004 tentang Perkebunan dan UU No.41/1999 tentang Kehutanan (Sidik).
Selanjutnya PT Kapuas Maju Jaya, pelanggaran UU No.41/1999 tentang Kehutanan (Lidik), PT Nusa Sawit Perdana, pelanggaran UU No.18 tentang Perkebunan dan UU No.41/1999 tentang Kehutanan (Lidik), serta PT Tunas Agro Sawit Kencana, pelanggaran UU No.18/2004 tentang Perkebunan dan UU No.41/1999 tentang Kehutanan (Lidik).
“Permasalahan dalam usaha perkebunan, yakni konflik terkait kawasan hutan KPP/KPPL/HP/HPK dengan masyarakat, IUP Tambang, HTI/HPH, serta antarperkebunan,” kata Damianus.
 
Menyangkut kawasan hutan KPP/KPPL/HP/HPK, terkait dengan lahan yang belum memperoleh persetujuan pelepasan kawasan hutan dari Menhut. Sementara dengan masyarakat terkait lahan milik masyarakat yang telah dibebani atas hak, dikerjakan tanpa izin, masyarakat belum mendapat ganti rugi.
Untuk IUP Tambang, lahan kebun tumpang tindih dengan perusahaan tambang, HTI/HPH menyangkut izin lokasi pada areal yang telah diberi izin, serta antarperkebunan, adanya indikasi perkebunan memanen di dua wilayah kabupaten, tetapi memiliki izin di satu kabupaten, lahan kebun juga tumpang tindih dengan kebun lain.
Di samping itu, juga diampaikan data kasus berdasarkan pengaduan masyarakat terhadap usaha perkebunan ke Polda Kalteng dan jajarannya pada tahun 2010/2011. Menyangkut sengketa tanah/tanah garapan/penyerobotan/pengrusakan/tuntutan ganti rugi lahan masyarakat oleh perusahaan kebun, untuk 2010 berjumlah 34 kasus, pada 2011 naik menjadi 46 kasus, ini diupayakan penyelesaian melalui mediasi.
Untuk jenis mohon bantuan penyelesaian sengketa hak atas lahan garapan, pda 2010 berjumlah tujuh kasus, 2011 mencapai delapan kasus, penyelesaian juga melalui mediasi. “Perambahan kawasan pada 2010 berjumlah tiga kasus, pada 2011 satu kasus, satu sudah masuk tahap II dan tiga sidik,” kata Damianus. dkw/str