Rabu, 02 April 2014

6 Kabupaten di Kalteng Rawan Kebakaran Lahan

PALANGKA RAYA – Kepala Dinas Kehutanan Provini Kalteng Sipet Hermanto, saat di temui di Palangka Raya belum lama ini mengatakan, menghadapi musim kemarau 2013 ini, Pemerintah Provini Kalteng sudah memetakan daerah yang dinilai rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan di daerah ini.
            Dan setidaknya ada 6 kabupaten/kota di daerah ini yang dinilai cukup rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan, mengingat daerah tersebut terdapat banyak lahan gambutnya. Karena lahan gambut di Kalteng ini mencapai sekitar 3,01 juta hekatere lebih, ujarnya.
Untuk itu, kabupaten/kota yang terdapat lahan gambutnya diminta agar dapat meningkatkan kewaspadaanya. Bagik kesiap siaggaan dari sisi kelembagaan atau organisasi ditingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat masyarakat berupa masyarakat peduli apai atau tarauna siaga bencana.
Hal ini dinilai sangat penting, karena Kalteng merupakan salah satu dari 3 Provinsi yang rawan kebakaran di Indonesia. Sementara ke-3 provinsi tersebut yaitu Riau, Kalbar, dan Kalteng.
Saat ini di Riau dan Kalbar sudah terjadi kebakaran dan terjadi kabut asap, sehingga kemungkinan selanjutnya terjadi kebakaran tersebut adalah Kalteng “namun Kalteng tidak akan terjadi kebakaran hutan apabila kita siap dan sigap,” tegasnya.
            Dan saat ini berbagai upaya untuk penanggulangan kebakaran dan bencana kabut asap sudah dilakukan, baik melakukan koordinasi dengan para instansi terkait, membuat atau mensosialisasikan berbagai peraturan yang ada, mempersiapkan personil, peralatan, bahkan kesiapan angaran.
Terpisah, Penyaji Data Pengendalian Kebakaran Hutan, Bidang Pengendalian Kebakaran Hutan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Andreas Dody mengatakan, potensi terjadinya kebakaran lahan tahun ini dinilai akan lebih besar bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal ini terjadi karena dipicu cuaca ekstrim akibat adanya gangguan cuaca. Sementara cuaca ini tidak bisa dikendalikan, sehingga kalau sampai satu bulan saja tidak turun hujan, maka hotspot atau titik panas dan kebakaran lahan itu akan bermunculan, ujarnya.
Beberap daerah yang dinilai cukup rawan terjadinya kebakaran lahan tersebut antaralain Palangka Raya, Kabupaten Kapuas, Katingan, Gunung Mas, dan Kotawaringin Timur. Mengingat di daerah tersebut banyak terdapat lahan gambut, sehingga saat terbakar, maka sangat sulit dipadamkan.
            Sementara Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalteng Ananto Setiawan mengatakan, “Pak Gubernur sudah mengirim surat ke BNPB, Menkokesra, dan BPPT untuk melaksanakan hujan bauat dan mengalokasikan angaran siap pakai untuk oprasional posko siaga darurat kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.
Selain itu, Pemerintah Kalteng melalui BPBD Provinsi Kalteng sudah melakukan rapat dengan instansi dan dinas terkait, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, ujarnya.
Diungkapkan Ananto, dari rapat tersebut menghasilkan beberapa hal antaralain, akan melakukan rapat koordinasi dengan mengundang langsung bupati/walikoat untuk mengatisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Selain itu, mendesak kabupaten yang belum memiliki BPBD agar segera membentuk BPBD dan meminta kabupaten/kota untuk mendirikan posko penanggulangan kebakaran hutan.
Juga menyurati bupati/walikota untuk kesiapsiagaan penanggulangan kebaran hutan dan lahan, antaralain dengan mengintensifkan pembukaan lahan tanpa bakar dan langkah-langkah antisipasi lainya.
Lanjut Ananto, berdasarkan informasi dari BMKG, bahwa sebagian wilayah Kalteng ini terjadi kemarau pada dasarian 2 Mei dan dasarian 2 Juni 2014. Namun pihaknya selalu memantau perkembangan yang ada dilapangan, ujarnya.dkw


Senin, 24 Maret 2014

Pertumbuhan Kendaraan Bermotor Capai 10 Persen Per Tahun

PALANGKA RAYA – Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Kalteng Jaya Saputra Silam, saat ditemui usai pembukaan temu Gubernur dengan pengusaha/investor sektor perkebunan dan kehutanan, di Swiss-belhotel Danum, baru-baru ini mengatakan, pertumbuhan kendaraan bermotor di Kalteng setiap tahun berkisar 10 persen.
            Penambahan jumlah kendaraan di daerah ini dinilai berbanding lurus dengan pendapatan daerah, khusunya dari pajak kendaraan bermotor (PKB) di daerah ini. Hal tersebut dapat terlihat dengan terus meningkatnya jumlah target setiap tahunnya, dan sudah beberapa tahun terakhir ini, target tersebut selalu terlampaui.
Karena, untuk memanimalisir dan menekan jumlah tunggakan pajak kendaraan bermotor di daerah ini, maka saat ini pihaknya terus mengoptimalkan pelayanan Samsat keliling dan Samsat online.
            Mengingat sebelumnya, untuk membayar pajak tahunan kendaraan tersebut harus dilakukan dimana kendaraan tersebut terdaftar. Sehingga dengan luasnya wilayah Kalteng ini, maka masyarakat harus menyediakan waktu khusus dan biaya yang ektra, bahkan jauh lebih mahal dibandingkan dengan pajaknya, sehingga masyarakat enggan untuk membayar pajak kendaraanya.
            Namun dengan adanya Samsat keliling dan Samsat online saat ini, maka masyarakat bias membayar pajak tahunan kendaraanya di mana saja, baik melalui Samsat online maupun mobil Samsat keliling.
Mengingat pentingnya keberadaan mobil Samsat keliling ini, maka pengadaanya akan terus di programkan, bahkan diharapkan pada akhir 2014 ini, semua Unit Pelaksanaan Teknis Pelayanan Pendapatan Daerah (UPT PPD) di Kalteng sudah semuanya memiliki mobil Samsat keliling, ujarnya.
Karena, intinya masyarakat itu menginginkan pelayanan itu dekat dan cepat, “sehingga masyarakat yang tinggal di Kecamatan, tidak harus ke Ibukota Kabupaten untuk datang ke kantor Samsatnya, namun mereka cukup membayar pajak kendaraanya di Mobil Samsat keliling saja,” ujarnya.
            Lanjut Jaya, fungsi pajak ini ada dua yaitu, fungsi bajeter dan regular atau mengatur. Sementara inplementasi dari regular atau pengauran ini, salah satunya  adalah dengan penerapan pajak progresif.
            Namun pajak progresif di Kalteng ini bukan kepada membatasi orang untuk memiliki kendaraan bermotor, tetapi lebih kepada untuk menertibkan kepemilikannya. Namun langkah ini dinilai penting, sebagai salah satu upaya untuk menantisipasi terjadinya kemacetan kendaraan di daerah ini kedepannya. 
            “Pajak progresif di Kalteng ini bukan kepada membatasi, tetapi lebih kepada untuk menertibkan kepemilikannya. Berbeda dengan di Jakarta, pajak progresif ini sudah membatasi, sehingga masyarakat tidak berminat untuk membeli kendaraan, karena mahal,” ungkapnya.dkw

Kamis, 20 Maret 2014

Kalteng akan Miliki Desa Adat

PALANGKA RAYA – Untuk melestarikan adat istiadat yang juga sebagai kekayaan bangsa tersebut, maka Pemerintah Pusat mendukung untuk pembentukan Desa Adat. Sehingga kabupaten/kota di daerah ini diminta untuk mengusulkan minimal satu desa per kabupaten/kota, untuk dijadikan sebagai Desa Adat.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Siun Jarias usai pembukaan Rapat Kerja Bidang Kebudayaan dan Pariwisata, di betang Eka Tingang Nganderang, Kamis (20/3), kepada sejumlah wartawan mengatakan, kabupaten/kota diminta untuk mengusulkan nama-nama desa untuk dijadikan sebagai desa adat.
Bahkan diharapkan, masing-masing kabupaten/kota dapat mengusulkan tiga nama desa. Namun kalau tidak bias tiga, minimal dapat mengusulkan satu desa kepada Pemerintah Provinsi, untuk diseleksi dan di diverifikasi “kalau memenuhi syarat akan kitat tetapkan dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur,” tuturnya.
Kalau kabupaten/kota tidak bias semuanya mengusulkan, maka minimal ada tujuh desa yang akan ditetapkan melalui SK Gubernur, “itu perintah dari Pak Gubernur pada kami, untuk menyeleksi minimal kita memperoleh tujuh desa adat yang akan kita tetapkan segera,” tegasnya.
Sementara yang menjadi salah satu syarat suatu desa tersebut dapat ditetapkan sebagai desa adat antaralain, harus memiliki peninggalan rumah adat, yaitu Betang dan masih kental adat istiadatnya. Karena, desa adat tersebut akan dijadikan sebagai desa representasi dari adat istiadat dan seni budaya masyarakat di daerah itu.
Sehingga desa adat ini akan sangat berbeda dengan desa pada umumnya, karena dikelola secara khusus untuk keperluan melestarikan adat, seni, dan budaya masyarakat di daerah itu. “Itu kita dorong dan kita kembangkan, agar orang tidak harus jauh untuk melihat representasi adat, seni, dan budaya di daerah ini, karena mereka tinggal datang saja ke desa adat tersebut,” tuturnya.   
            Diungkapkan Siun, desa adat ini merupakan salah satu dukungan dari Pemerintah Puast terhadap pembangunan sektor pariwisata dan sektor kebudayaan. Karena pemerintah berharap, agar adat istiadat dan seni budaya yang merupakan kekayaan Bangsa tersebut tetap lestari dan tidak tergerus oleh kemajuan zaman.
            Sehingga keberadaan desa adat tersebut, nanti akan didukung oleh Pemerintah Daerah, Provinsi, dan juga Pemerintah Pusat, ujarnya.
            Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provini Kalteng Yuel Tanggara mengatakan, keberadaan desa adat ini dinilai sangat baik dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini, keutuhan, kerukunan, dan kesosialan masyarakat yang ada.
Sehingga hal ini dinilai sangat penting, terlebih beberapa desa di kabupate/kota di daerah ini dinilai sangat cocok untuk dijadikan sebagai desa adat, karena masih cukup kental dengan adat istiadatnya. Sehingga ini perlu terus dijaga, agar tetap lestari dan tidak tergerus oleh kemajuan zaman.
Lanjut Yuel, sementara maksud dari Rapat Kerja Bidang Kebudayaan dan Pariwisata ini adalah untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai program prioritas dibidang kebudayaan dan pariwisata di daerah ini.
Sedangkan tujuannya antaralain adalah untuk terciptanya kesamaan persempsi pembangunan kebudayaan dan pariwisata, meningkatkan koordinasi dengan Dinas Kebuadayaan dan Pariwisata  Provinsi Kalteng dengan kabupaten/kota, dan menyamakan persepsi pembangunan kebudayaan dan pariwisata.
Kegiatan tersebut dilaksankaan selama dua hari yaitu 20-21 Maret 2014 dan diikuti oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provini Kalteng dan kabupaten/kota, UPT Museum Balangga, UPT Taman Budaya, dan UPT Anjungan Taman Mini Indonesia Indah, ujarnya.dkw

Kalteng Perjuangkan DBH Pajak Ekspor CPO dan PKO

PALANGKA RAYA – Kalteng merupakan salah satu penghasil crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) terbesar di Indonesia. Sehingga, untuk itu Pemerintah Provini Kalteng memperjuangkan untuk mendapatkan dana bagi hasil (DBH) dari pajak ekspor CPO dan PKO tersebut.
            Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Kalteng Jaya Saputra Silam, saat ditemui usai pembukaan temu Gubernur dengan pengusaha/investor sektor perkebunan dan kehutanan, di Swiss-belhotel Danum, baru-baru ini mengatakan, Pemerintah Kalteng saat ini memperjuangkan untuk mendapatkan DBH dari pajak ekspor CPO dan PKO.
            Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Kalteng, bahkan Gubernur Kalteng juga pernah menjadi pembicara Nasional dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh DPD RI mengenai hal tersebut.
            Diunkapkan Jaya, Pemerintah Kalteng juga mengusulkan agar adanya perubahan pada UU No 33/2004 tengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, agar didalam UU tersebut juga mengatur mengenai DBH pajak ekspor CPO dan PKO tersebut.
            Namun usulan tersebut, saat ini masih dilakukan pembahasan-pembahasan oleh Pemerintah Pusat. “Yang kita inginkan itu bukan dari hasil CPO dan PKO, namun dari pajak ekspor atas CPO dan PKO. Itu yang kita mau untuk dibagi hasilkan,” ujarnya.
            Sebelumnya Jaya juga mengatakan, berdasarkan data 2012 yang lalu, Kalteng menjadi penghasil terbesar CPO dan PKO nomor tiga di Indonesia, sementara di daerah Barito dan Gunung Mas belum menghasilkan “kalau sudah menghasilkan, mungkin Kalteng ini bias menjadi nomor urut satu,” ujarnya.
Sehingga sangat rugi kalau tidak ada bagi hasilnya untuk daerah, sementara truck untuk pengangkut CPO, PKO dan tandan buah segar (TBS) tersebut besar-besar, sehingga dinilai dapat merusak jalan. Disisi lain, kendaraan-kendaraan tersebut menggunakan plat luar, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pajak.
“Ini yang merusak infrastruktur kita, sementara yang kita dapatkan dari itu tidak ada selain dari pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penghasilan (PPh),” tegasnya.
            Sementara Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran mengatakan, daerah ini memiliki sekitar 1,1 juta perkebunan kelapa sawit yang sudah produksi dan ada pajak ekspor CPO dan PKO, sehingga diharapkan agar sebagian dari pajak ekspor tersebut dapat dikembalikan ke daerah atau dibagihasilkan.
DBH dari pajak ekspor CPO dan PKO ini sangat dibutuhkan untuk membiayai pemerintahaan dan pelaksanaan pembangunan daerah ini, tuturnya.
Disisi lain dalam penentuan alokasi umum (DAU), ujar Diran, penduduk Kalteng memang kurang bila dibandingkan dengan penduduk di pulau Jawa, namun wilayah Kalteng sangat luas dan terluas ke dua di Indonesia setelah Papua. Sehingga untuk membangun daerah ini tentu memerlukan biaya yang besar.
Sehingga dia berharap agar dana perimbangan untuk daerah ini juga dapat disesuaikan dengan dana perimbangan terhadap Pemerintahan Daerah di pulau Jawa dan Papua, ujarnya.dkw