Selasa, 12 Juli 2011

Kepatuhan Eksekutif Kalteng Rendah

12-07-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran mengingatkan  instansi pemerintah di wilayah Provinsi Kalteng segera menyampaikan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Permintaan ini untuk menanggapi data dari KPK yang menyatakan tingkat kepatuhan eksekutif di Kalteng dinilai masih rendah dalam menyampaikan LHKPN instansi daerah bila dibandingkan sektor lainnya.
“Nanti saya cek per kabupaten/kota dan akan saya surati untuk segera melakukan itu (melaporkan kekayaanya),” kata Diran seusai pertemuan dengan peserta observasi lapangan Diklatpim I Angkatan XXI di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Senin (11/7).
Menurut Diran, sebenarnya pelaporan kekayaan penyelenggara negara instansi daerah dinilai cukup mudah, sehingga ia berjanji akan mengirim surat ke beberapa kabupaten yang masih rendah dalam memberikan laporan agar lebih serius menyampaikan kekayaannya.
Berdasarkan data KPK, tingkat kepatuhan eksekutif di Kalteng dalam pelaporan kekayaan penyelenggara negara instansi daerah masih rendah bila dibandingkan sektor lainnya, hanya 65,89 persen, sementara legislatif sudah mencapai 100 persen, dan BUMN/BUMD sudah mencapai 96,49 persen.
Meski demikian, Diran membantah bahwa tingkat kepatuhanya eksekutif di Kalteng dalam pelaporan kekayaan penyelengara negara instansi daerah tidak hanya 65,89 persen, melainkan sudah mencapai 77 persen.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK M Jasin di Palangka Raya, mengatakan, ringkasan pelaporan kekayaan penyelenggara negara instansi daerah di Kalteng dengan rincian wajib lapor sebanyak 9.905, sudah lapor sebanyak 2.042, tingkat kepatuhan 70,29 persen, dan sudah diumumkan sebanyak 1.712.
Jumlah itu meliputi bidang eksekutif dengan rincian wajib lapor sebanyak 2.524, sudah lapor sebanyak 1.663, tingkat kepatuhan 65,89 persen, dan sudah diumumkan sebanyak 1.342. Sedangkan untuk legislatif dengan rincian wajib lapor sebanyak 324, sudah lapor sebanyak 324, tingkat kepatuhan 100 persen, dan sudah diumumkan sebanyak 316.
Sementara untuk BUMN/BUMD dengan rincian wajib lapor sebanyak 57, sudah lapor sebanyak 55, tingkat kepatuhan 96,49 persen, dan sudah diumumkan sebanyak 54. Maka total dari kesemuanya yaitu wajib lapor sebanyak 2.905, sudah lapor sebanyak 2.042, tingkat kepatuhan 70,29 persen, dan sudah diumumkan sebanyak 1.712.
Nilai ini bila dilihat secara nasional memang sudah lumayan besar, mengingat tingkat kepatuhan beberapa daerah masih ada yang baru mencapai 43,74 persen, sementara tingkat kepatuhan tertinggi dipegang oleh Provinsi Papua dengan nilai 96,62 persen.
Sementara ringkasan pelaporan kekayaan penyelenggara negara Kalteng per Kota/Kabupaten untuk bidang eksekutif, tingkat kepatuhan yang tertinggi dipegang oleh Pemkab Barito Utara dengan tingkat kepatuhan mencapai 97,53 persen.
Sedangkan yang terendah pada Pemkab Katingan dengan  tingkat kepatuhan sebesar 16,61 persen. Sedangkan untuk bidang legislatif dan BUMN/BUMD tingkat kepatuhanya rata-rata sudah mencapai 100 persen.dkw
 
Ringkasan Pelaporan Kekayaan Penyelenggara Negara
Kalteng Per Kota/Kabupaten Bidang Eksekutif
No
Kabupaten/Kota
Wajib Lapor*)
Sudah Lapor
 Kepatuhan (Persen)
Sudah Diumumkan
1
Barito Selatan
153
130
67,32
70
2
Barito Timur
115
97
84,35
83
3
Barito Utara
162
158
97,53
120
4
Gunung Mas
98
32
32,65
25
5
Kapuas
135
113
83,70
90
6
Katingan
271
45
16,61
37
7
Kotawaringin Barat
216
200
92,59
164
8
Kotawaringin Timur
191
178
93,19
161
9
Lamandau
129
37
28,68
33
10
Murung Raya
169
70
41,42
44
11
Pulang Piasau
45
17
37,78
14
12
Seruyan
170
145
85,29
129
13
Sukamara
125
117
93,60
71
14
Palangka Raya
134
53
39,55
42
15
Pemerintah Provinsi Kalteng
411
298
72,51
259
Total
2.524
1.663
65,89
1.342
Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi RI, 6 Juli 2011
 
 
 

Jumat, 24 Juni 2011

Kalteng Urutan 10

25-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Meski Kalteng masuk ranking 32 secara nasional dalam penggunaan narkoba, namun yang menjadi keperihatinan, Kalteng urutan 10 dari 33 provinsi di Indonesia untuk peredaran narkoba.
Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran setelah pembukaan Pemilihan Duta Anti Narkoba Kalteng 2011 di Aula Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalteng, Jumat (24/6), mengatakan, dirinya sangat menyayangkan hal itu.
Peredaran narkoba, kata Diran, dinilai sudah lintas Kalimantan, dan Kalteng merupakan salah satu daerah lalu lintas perdagangan narkoba tersebut. Ini terjadi sebagai salah satu dampak negatif dari terbukanya akses transportasi di Kalteng.
Diran meminta pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan bersikap tegas  terhadap orang yang terbukti bersalah dan kiranya dapat divonis sesuai dengan ketentuan undang-undang (UU), harapannya ini mampu membuat efek jera, sehingga yang bersangkutan tidak melakukan kembali.
Meski demikian, Kalteng dinilai dari waktu ke waktu dalam hal penggunaan atau penyalahangunaan narkoba terus mengalami penurunan. Jika sebelumnya Kalteng menjadi ranking 28, namun saat ini sudah menjadi 32.
“Kita boleh bangga, namun tidak boleh terlena. Saya sangat berterima kasih kepada pihak kepolisian dan jajaran, terutama Kapolda dan Dir Narkobanya serta Badan Narkotika Provinsi sampai tingkat kabupaten/kota yang begitu aktif dalam menindaklanjuti penyalahgunaan narkoba sesuai dengan UU tentang Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba,” kata Diran.
Ia juga meminta semua pihak dapat secara bersama-sama, bahu-membahu, dan saling berkoordinasi dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba di daerah ini, mengingat dampak narkoba dinilai sangat membahayakan. Salah satunya melalui para Kader Anti Narkoba (KAN) yang merupakan generasi muda, namun sudah melalukan berbagai upaya seperti berkoordinasi, diskusi, dan pemilihan Duta Anti Narkoba, dalam rangka menghindari penyalahgunaan narkoba, terutama oleh kaum muda.
Menurut Diran, hal yang memprihatinkan saat ini, narkoba tidak hanya digunakan oleh orang dewasa, namun juga generasi muda hingga usia yang masih duduk di bangku sekolah. Untuk menghindari dan menekan penyalahgunaan narkoba pada generasi muda, diperlukan kerja sama semua pihak. Sebab, peredaran narkoba semakin meningkat, ini terlihat bahwa 25 persen penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah karena kasus narkoba.
Heru Setiawan, Ketua KAN Kalteng, mengatakan, pemilihan Duta Anti Narkoba merupakan salah satu upaya dari kalangan muda dalam mewujudkan Indonesia dan pemuda bebas dari narkoba. Sebagai generasi penerus, pihaknya merasa terpanggil untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba, bekerja sama dengan pihak berwenang.
Sementara Ketua Panitia Affuru Wirangga dalam laporannya menjelaskan Pemilihan Duta Anti Narkoba ini sudah ketiga kalinya, tujuannya sebagai upaya pencegahan peredaran narkoba, agar orang muda bebas narkoba pada 2013 mendatang.
Kegiatan ini berlangsung pada 23-26 Juni 2011 dan puncaknya dilaksanakan pada 26 Juni mendatang di Aula Dharma Wanita Kalteng. Peserta berasal dari perwakilan beberapa kabupaten seperti Kotawaringin Timur, Lamandau, Sukamara, Gunung Mas, Barito Utara, Murung Raya, dan BNP. “Kabupaten lain tidak bisa mengikuti karena alasan biaya dan juga ada yang tidak hadir tanpa konfirmasi,” katanya. dkw

Ikan Keramba Mulai Mati

25-06-2011 00:00

Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Surutnya debit air sungai di sejumlah wilayah Kalteng mulai berdampak terhadap usaha para petani keramba, sebagian ikan yang dipelihara mulai mati.
Memasuki musim kemarau dan tidak ada turun hujan dalam beberapa pekan terakhir ini, menyebabkan sungai, kali, dan danau mulai mengering. Tak terkecuali Sungai Kahayan yang melintasi Kota Palangka Raya, keadaannya sudah semakin surut jika dibandingkan sebelumnya.
Kondisi ini berdampak negatif terhadap masyarakat, terutama para petani keramba yang menggantungkan hidupnya di Sungai Kahayan. Karena debit air sungai yang surut membuat suhu air panas dan lebih keruh, sehingga sebagian ikan yang dipelihara di dalam keramba mulai mati.
Yusuf dan Udin, petani keramba di Jalan Wisata II, Kelurahan Pahandut Seberang saat ditemui Tabengan, Jumat (24/6), mengungkapkan, cukup banyak ikan yang masih kecil mati, termasuk ikan emas dan nila yang sudah besar. Sebab, meskipun ukurannya cukup besar, namun kedua jenis ikan tersebut kurang tahan dengan keadaan seperti itu.
Lebih lanjut mereka mengatakan, untuk ikan-ikan yang masih kecil (bibit ikan) dalam sehari yang mati mencapai 50-100 ekor, sehingga membuat mereka mengalami kerugian, meskipun tidak terlalu besar. Sebab, kalau bibit ikan tersebut dijual harganya sekitar Rp350 per ekor.
Bahkan beberapa tahun lalu, di saat musim kemarau seperti saat ini, sebanyak lima ribu bibit ikan yang mereka datangkan dari Pulau Jawa, hanya bisa hidup sekitar 400 ekor. Penyebab matinya ikan, selain karena air mulai panas dan pekat, juga diduga akibat ada oknum warga yang meracun udang dan ikan, serta menyetrum di Daerah Aliran Sungai Kahayan dan Rungan.
Menurut Yusuf dan Udin, oknum warga melakukan aktivitas meracun udang dan menyetrum ikan pada malam hari. Termasuk di sekitar bawah Jembatan Kahayan.
Mereka berharap pemerintah dan aparat kepolisian menertibkan dan bertindak tegas terhadap pelaku penyetruman dan meracun tersebut. Mengingat selain berdampak terhadap matinya ikan dan udang, baik kecil maupun besar, juga memengaruhi kualitas air.
Untuk menghindari ikan tidak mati, kata Yusuf, para petani terpaksa mendorong kerambanya ke tengah sungai, agar mendapat pasokan air yang cukup dan tidak terlalu panas. Selain itu, tidak memberikan makanan terlalu banyak.
Lebih lanjut dikatakan Yusuf, sejauh ini permintaan ikan dari masyarakat cukup banyak dan harganya masih relatif normal.
Khawatir Herpes
Kondisi serupa juga terjadi di Kota Kasongan, Kabupaten Katingan. Surutnya debit air Sungai Katingan membuat khawatir para petani, karena memengaruhi budidaya ikan keramba.
Menurut Hilmi, petani keramba di Kasongan Seberang, kondisi pasang surut bisa menyebabkan penyakit herpes pada ikan, sebab kejadian serupa sering dialami para petani sejak 2006 lalu. Bahkan hingga sekarang belum ada obatnya.
Penyakit herpes pada ikan biasanya muncul saat air mengalami pasang surut. Ketika air dalam kematian ikan berkurang, tapi saat surut jumlahnya meningkat karena air sungai kotor, tempat yang baik bagi perkembangan virus herpes.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Katingan Uhing mengatakan, untuk pencegahan awal, petani bisa  membungkus garam dengan kain, kemudian melarutkannya ke dalam keramba. Cara ini bertujuan agar lumpur maupun kotoran air di insang ikan berkurang. Ikan mas biasanya tidak bisa bernapas jika insangnya penuh dengan lumpur.
Harga Masih Stabil
Sementara itu, harga ikan air tawar di pasaran masih relatif stabil, demikian juga pasokan maupun permintaan konsumen. Jenis ikan yang paling diminati masyarakat, di antaranya nila, baung, dan patin.
Ijay, penjual ikan air tawar di Pasar Besar Palangka Raya, kemarin, mengatakan, saat ini pasokan lancar dan stok juga cukup banyak, sehingga harga ikan masih normal. Untuk ikan mas dijual Rp22 ribu/kg, nila Rp22 ribu/kg, gabus Rp25 ribu/kg, sedangkan lais, tapah, dan baung Rp20 ribu/kg.
Dikatakan Ijay, harga ikan akan melonjak pada saat pasokan berkurang dan hal ini biasanya terjadi mendekati Hari Raya Lebaran, karena para petani ikan lebih banyak beristirahat di rumah.
Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, kata Ijay, pada saat seperti itu akan terjadi lonjakan permintaan, sehingga harga ikan pun mahal. Misalnya, ikan gabus dari harga normal Rp20-25 ribu/kg menjadi Rp35 ribu/kg, sementara ikan baung dari Rp20 ribu/kg bisa mencapai Rp40 ribu/kg. dkw/c-sus/liu

Rabu, 22 Juni 2011

Dibawah Kolong Langit: Perhatian Untuk Kesehatan Minim

Dibawah Kolong Langit: Perhatian Untuk Kesehatan Minim

Perhatian Untuk Kesehatan Minim

23-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Perhatian terhadap fasilitas kesehatan hampir di seluruh Indonesia belum memadai. Ini terlihat dari jumlah tempat tidur di rumah sakit sampai Puskesmas belum mencapai satu persen jumlah penduduk Indonesia.
Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning dalam sambutan Rapat Koordinasi Kesehatan se-Kalteng di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, Rabu (22/6), mengatakan, dari 237 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya terdapat sekitar 161 ribu buah tempat tidur di seluruh rumah sakit sampai puskesmas.
Dari jumlah itu tempat tidur khusus kelas III hanya sekitar 45 ribu, sangat jauh apabila dibandingkan dengan peserta Jamkesmas yang mencapai 76,4 juta jiwa. Sementara pemerintah telah mengucurkan dana dalam jumlah yang cukup besar untuk program kesehatan bagi masyarakat tidak mampu. “Jamkesmas diberikan dengan APBN untuk 76,4 juta jiwa, tapi tempat tidurnya hanya 45 ribu. Yang dianggarkan menggunakan APBD sebanyak sekian miliar untuk rakyat kita, kemana anggaran itu,” katanya.
Berdasarkan data yang diperoleh Komisi IX, khusus untuk Kalteng jumlah tempat tidur hanya sekitar 842 unit untuk sekitar dua juta jiwa rakyat Kalteng. Ini tidak sebanding antara jumlah penduduk dan tempat tidur di rumas sakit, khususnya untuk pasien kelas III.
Persoalan seperti ini dapat mengakibatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak maksimal. “Makanya, tren sudah banyak orang datang ke pengobatan alternatif atau dukun karena lebih cepat dilayani dan mengaksesnya ketimbang ke dokter atau rumah sakit,” kata Ribka.
Pembangunan rumah sakit saat ini cenderung hanya mengejar pendapatan, ini terlihat di mana Kelas VIP atau Paviliun lebih banyak dibanding ruangan pasien Kelas III, sehingga jatah masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama pun sangat minim.
Menurut Ribka, secara logika APBD atau APBN uang rakyat, jadi harus untuk rakyat, tapi justru RSUD di mana-mana mabuk, ada Paviliun sehingga kapasitas Kelas III yang dikurangi. “Alasannya selalu subsidi silang, padahal bukan begitu konsep subsidi silang dan sekarang sudah diamanatkan dalam UU Rumah Sakit bahwa RSUD tidak dijadikan sumber PAD. Kalau memang ada aturan yang berbenturan, ayo kita revisi,” ujarnya.
Ia mengaku banyak menerima proposal untuk pembangunan rumah sakit, tapi tidak langsung disetujui karena sebagian besar proposal hanya sedikit yang membangun ruangan Kelas III, sekitar 60 persen.
Pihaknya berharap Kalteng dapat membangun rumah sakit tanpa kelas atau khusus untuk Kelas III. Pembangunan rumah sakit Kelas III dimaksudkan supaya tidak ada diskriminasi pelayanan. Selain itu, rumah sakit Kelas B pun dapat lebih konsen untuk penyakit-penyakit kelas berat, jadi semacam filter.
Sementara Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengatakan, masalah kesehatan tidak boleh berhenti, karena tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi, harus dari semua sudut, karena ini merupakan hal penting bagi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ini sejalan dengan tekad Pemprov Kalteng untuk menciptakan agar rakyatnya sehat, Kalteng Barigas.
Lebih lanjut Teras mengatakan, rakor seperti ini sebagai momentum mengevaluasi, inventarisasi, dan mengidentifikasi berbagai persoalan kesehatan secara utuh dan transparan di Kalteng.
Melalui inventarisasi, evaluasi, dan identifikasi terhadap persoalan yang sudah lalu, diharapkan ke depan dapat lebih mudah untuk melakukan sinkronisasi, langkah-langkah atau program agar masalah kesehatan ini dapat terlaksana dengan maksimal.
Teras juga mengungkapkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 dan 2010 di Kalteng, masih terdapat hasil yang tidak memuaskan bahwa angka pertolongan persalinan masih di bawah nasional. "Hasil riset pemerintah pusat yang belum memuaskan itu di antaranya adalah, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian kapsul vitamin A yang kesemuanya masih rendah dan berada di bawah angka rata-rata nasional," kata Teras.
Menurutnya, contoh lain yang memprihatinkan dari hasil riset Pemerintah Pusat menunjukkan, persentase perokok di Kalteng merupakan tertinggi di Indonesia dan jauh di atas rata-rata nasional.
Selama ini, kata Teras, dirinya telah memprioritaskan dan berupaya mendorong pembangunan kesehatan di Kalteng. “Saya juga yakin kita semua, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota, terutama para tenaga kesehatan telah bekerja dengan baik melayani seluruh lapisan masyarakat di Bumi Tambun Bungai," ujarnya.
Secara kuantitas beberapa indikator telah menunjukkan kecenderungan yang baik. Contohnya dengan bertambahnya jumlah Puskesmas menjadi 178 unit pada 2010 dari sebelumnya hanya 139 unit pada 2005. "Namun saya berkali-kali mendapat laporan, bahkan melihat dan merasakan sendiri betapa belum maksimalnya pembangunan kesehatan di sebagian sektor," katanya.
Mengenai keluhan tentang kekurangan obat dan vaksin, masih adanya wabah atau kejadian luar biasa, minimnya tenaga kesehatan antara pedalaman dan perkotaan, belum totalnya jaminan sosial, menjadi  beberapa contoh permasalahan dan tantangan yang secara nyata ada di hadapan.
Terkait cikal bakal tercetusnya Kalteng Barigas merupakan gagasan yang visioner, terangkat dari realita tentang kondisi kesehatan masyarakat dan perlu segera diimplementasikan secara aplikatif agar terasa manfaatnya bagi semua lapisan masyarakat.
"Dalam perjalanannya, saya menyadari Kalteng Barigas penuh tantangan. Saya menyimpulkan Kalteng Barigas tidak mungkin terlaksana tanpa dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah pusat dan semua pemerintah kabupaten/kota se-Kalteng," katanya.dkw/ant