Rabu, 22 Juni 2011

Perhatian Untuk Kesehatan Minim

23-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Perhatian terhadap fasilitas kesehatan hampir di seluruh Indonesia belum memadai. Ini terlihat dari jumlah tempat tidur di rumah sakit sampai Puskesmas belum mencapai satu persen jumlah penduduk Indonesia.
Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning dalam sambutan Rapat Koordinasi Kesehatan se-Kalteng di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, Rabu (22/6), mengatakan, dari 237 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya terdapat sekitar 161 ribu buah tempat tidur di seluruh rumah sakit sampai puskesmas.
Dari jumlah itu tempat tidur khusus kelas III hanya sekitar 45 ribu, sangat jauh apabila dibandingkan dengan peserta Jamkesmas yang mencapai 76,4 juta jiwa. Sementara pemerintah telah mengucurkan dana dalam jumlah yang cukup besar untuk program kesehatan bagi masyarakat tidak mampu. “Jamkesmas diberikan dengan APBN untuk 76,4 juta jiwa, tapi tempat tidurnya hanya 45 ribu. Yang dianggarkan menggunakan APBD sebanyak sekian miliar untuk rakyat kita, kemana anggaran itu,” katanya.
Berdasarkan data yang diperoleh Komisi IX, khusus untuk Kalteng jumlah tempat tidur hanya sekitar 842 unit untuk sekitar dua juta jiwa rakyat Kalteng. Ini tidak sebanding antara jumlah penduduk dan tempat tidur di rumas sakit, khususnya untuk pasien kelas III.
Persoalan seperti ini dapat mengakibatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak maksimal. “Makanya, tren sudah banyak orang datang ke pengobatan alternatif atau dukun karena lebih cepat dilayani dan mengaksesnya ketimbang ke dokter atau rumah sakit,” kata Ribka.
Pembangunan rumah sakit saat ini cenderung hanya mengejar pendapatan, ini terlihat di mana Kelas VIP atau Paviliun lebih banyak dibanding ruangan pasien Kelas III, sehingga jatah masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama pun sangat minim.
Menurut Ribka, secara logika APBD atau APBN uang rakyat, jadi harus untuk rakyat, tapi justru RSUD di mana-mana mabuk, ada Paviliun sehingga kapasitas Kelas III yang dikurangi. “Alasannya selalu subsidi silang, padahal bukan begitu konsep subsidi silang dan sekarang sudah diamanatkan dalam UU Rumah Sakit bahwa RSUD tidak dijadikan sumber PAD. Kalau memang ada aturan yang berbenturan, ayo kita revisi,” ujarnya.
Ia mengaku banyak menerima proposal untuk pembangunan rumah sakit, tapi tidak langsung disetujui karena sebagian besar proposal hanya sedikit yang membangun ruangan Kelas III, sekitar 60 persen.
Pihaknya berharap Kalteng dapat membangun rumah sakit tanpa kelas atau khusus untuk Kelas III. Pembangunan rumah sakit Kelas III dimaksudkan supaya tidak ada diskriminasi pelayanan. Selain itu, rumah sakit Kelas B pun dapat lebih konsen untuk penyakit-penyakit kelas berat, jadi semacam filter.
Sementara Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengatakan, masalah kesehatan tidak boleh berhenti, karena tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi, harus dari semua sudut, karena ini merupakan hal penting bagi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ini sejalan dengan tekad Pemprov Kalteng untuk menciptakan agar rakyatnya sehat, Kalteng Barigas.
Lebih lanjut Teras mengatakan, rakor seperti ini sebagai momentum mengevaluasi, inventarisasi, dan mengidentifikasi berbagai persoalan kesehatan secara utuh dan transparan di Kalteng.
Melalui inventarisasi, evaluasi, dan identifikasi terhadap persoalan yang sudah lalu, diharapkan ke depan dapat lebih mudah untuk melakukan sinkronisasi, langkah-langkah atau program agar masalah kesehatan ini dapat terlaksana dengan maksimal.
Teras juga mengungkapkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 dan 2010 di Kalteng, masih terdapat hasil yang tidak memuaskan bahwa angka pertolongan persalinan masih di bawah nasional. "Hasil riset pemerintah pusat yang belum memuaskan itu di antaranya adalah, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian kapsul vitamin A yang kesemuanya masih rendah dan berada di bawah angka rata-rata nasional," kata Teras.
Menurutnya, contoh lain yang memprihatinkan dari hasil riset Pemerintah Pusat menunjukkan, persentase perokok di Kalteng merupakan tertinggi di Indonesia dan jauh di atas rata-rata nasional.
Selama ini, kata Teras, dirinya telah memprioritaskan dan berupaya mendorong pembangunan kesehatan di Kalteng. “Saya juga yakin kita semua, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota, terutama para tenaga kesehatan telah bekerja dengan baik melayani seluruh lapisan masyarakat di Bumi Tambun Bungai," ujarnya.
Secara kuantitas beberapa indikator telah menunjukkan kecenderungan yang baik. Contohnya dengan bertambahnya jumlah Puskesmas menjadi 178 unit pada 2010 dari sebelumnya hanya 139 unit pada 2005. "Namun saya berkali-kali mendapat laporan, bahkan melihat dan merasakan sendiri betapa belum maksimalnya pembangunan kesehatan di sebagian sektor," katanya.
Mengenai keluhan tentang kekurangan obat dan vaksin, masih adanya wabah atau kejadian luar biasa, minimnya tenaga kesehatan antara pedalaman dan perkotaan, belum totalnya jaminan sosial, menjadi  beberapa contoh permasalahan dan tantangan yang secara nyata ada di hadapan.
Terkait cikal bakal tercetusnya Kalteng Barigas merupakan gagasan yang visioner, terangkat dari realita tentang kondisi kesehatan masyarakat dan perlu segera diimplementasikan secara aplikatif agar terasa manfaatnya bagi semua lapisan masyarakat.
"Dalam perjalanannya, saya menyadari Kalteng Barigas penuh tantangan. Saya menyimpulkan Kalteng Barigas tidak mungkin terlaksana tanpa dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah pusat dan semua pemerintah kabupaten/kota se-Kalteng," katanya.dkw/ant