Jumat, 03 Juni 2011

Juratul Menunggu Kepedulian


Kadis Kesehatan Kota Palangka Raya saat Mengunjungi tempat kediaman Juratul Sita
04-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
Jari kaki Juratul, bocah warga Pahandut Seberang, membesar. Tumor, begitu analisis medis sementara. Keterbatasan ekonomi membuat keluarganya tak mampu berbuat apa-apa. Kini, Jamkesmas dan kepedulian Dinkes Kota menjadi harapan satu-satunya.
Sudah 3,5 tahun bocah itu terlahir ke dunia. Selama itu pula, Juratul Sita, demikian ia diberi nama, menderita kelainan fisik di salah satu bagian tubuhnya.
Tiga jari di kaki sebelah kiri putra Nesiane dan Ahmad tersebut terus membesar seiring waktu. Kini, bentuk tiga jari kaki Juratul itu hampir mendekati ukuran telur ayam kampung. Bahkan, dua jari yang lain nyaris tak tampak lagi rupanya. Selain pada jari, telapak kaki depan Juratul juga memperlihatkan pembesaran.
Sang ibu, Nesiane, saat bertandang ke Kantor Redaksi Tabengan, Rabu (1/6) tadi, menuturkan, kelainan fisik yang dialami putranya sudah tampak sejak si bocah dilahirkan.
Sebagai keluarga yang kemampuan ekonominya pas-pasan, Nesiane dan Ahmad pun mengabaikan proses pemeriksaan medis maupun pengobatan anaknya.
Selain itu, keluarga yang tinggal di barak nomor 38b, Jalan Pantai Cemara Lebat, Kelurahan Pahandut Seberang, Palangka Raya ini juga beranggapan kelainan itu di awal-awal tak terlalu berpengaruh terhadap kesehatan dan proses tumbuh kembang buah hati mereka.
Namun, anggapan itu keliru. Semakin hari, benjolan pada jari kaki kiri Juratul semakin besar. Apalagi Juratul juga sering mengeluhkan sakit pada areal tumbuhnya benjolan itu.
Nasiane dan Ahmad lantas berinisiatif memeriksakan kondisi Juratul ke pihak medis. Saat usianya empat bulan, Juratul dibawa ke Rumah Sakit Ulin di Banjarmasin, Kalsel. Sayang, dokter yang khusus menangani kelainan fisik demikian saat itu tidak berada di tempat.
Pemeriksaan pun gagal dilakukan. Juratul lantas dibawa pulang ke Palangka Raya karena tak mungkin dirawat inap di rumah sakit tersebut. Sebab, informasi dari petugas rumah sakit di sana, biaya pengobatan diperkirakan mencapai Rp70 juta.
Ahmad, ayahnya yang berstatus pekerja serabutan tak sanggup menanggung biaya sebesar itu. Untuk makan sekeluarga dengan empat orang anak saja pendapatannya tak bisa dikatakan cukup.
Di Palangka Raya, upaya agar Juratul tetap mendapatkan perawatan medis pun dilakukan Nasiane dan Ahmad. Mereka berharap, ada dermawan atau pemerintah yang mau mengulurkan tangannya agar kelainan fisik sang anak bisa diobati.
Sebagai warga pra-sejahtera, orangtua Juratul sebenarnya memegang Kartu Jamkesmas. Kartu ini seharusnya bisa memberikan kelonggaran bagi Juratul untuk mendapat kemudahan dan keringanan biaya pengobatan.
Kepala Dinas Kesehatan Palangka Raya Sudarmini saat mengunjungi kediaman Juratul mengakui hal itu. Ia mengatakan, pihaknya akan berusaha memperjuangkan agar kelainan fisik yang diderita Juratul segera diobati. “Mengingat secara fisik benjolan tersebut sudah membesar dan yang bersangkutan sudah sering mengeluh sakit, ini harus kita antisipasi,” tutur Sudarmini, baru-baru ini.
Sudarmini menambahkan, dengan Jamkesmas yang dipegang keluarga Juratul, proses pengobatan pasti akan mendapat kemudahan. Namun, lanjutnya, perlu dilakukan tata laksana oleh pihak rumah sakit yang mempunyai peralatan yang lengkap untuk menangani penyakit khusus seperti yang dialami Juratul ini.
Menurut Sudarmini, karena persyaratannya sudah lengkap, maka pihaknya akan mendukung secara administrasi. Seandainya tidak lengkap, maka pihaknya akan membantu melengkapinya.
“Prosedurnya dari Puskesmas, kemudian memberikan rujukan ke Rumah Sakit Doris Silvanus untuk diperiksa. Kalau harus operasi di rumah sakit luar, maka diperlukan rujukan dari rumah sakit setempat,” ungkapnya.
Dijelaskannya pula, dengan adanya Jamkesmas, disertai kartu keluarga, besar harapan tata laksana dan pengobatan Juratul bisa dibiayai oleh pemerintah.
Lebih lanjut Sudarmini menuturkan, benjolan pada tiga jari kaki sebelah kiri Juratul Sita tersebut dikategorikan dalam penyakit tumor. Pemicunya, saat kehamilan, kondisi sang ibu dan janin kurang kontrol, sehingga tidak pendapatkan vaksin antibodi atau lainnya.
Dalam istilah medis, penyakit ini dikategorikan sebagai kelainan jaringan, sehingga tidak menular. Selain itu, penyakit yang diderita Juratul dinilai masih minim.
Terkait anggapan keterlambatan penanganan dari Dinkes Palangka Raya, Sudarmini menilai karena yang bersangkutan (keluarga Juratul) jarang memeriksakan kesehatan anaknya ke Puskesmas, sehingga tidak bisa mendeteksinya secara dini.
Untuk itu, Sudarmini berharap berkaca dari kasus ini,  masyarakat diimbau untuk aktif memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan yang telah dibantuk bagi kepentingan masyarakat. Ia juga meminta, kader-kader kesehatan yang dibentuk di masyarakat agar lebih aktif untuk memberikan informasi secara berjenjang, sampai ke Dinas atau pihak yang berwenang. debi kriswanto