PALANGKA RAYA – Meski penertipan
terhadap penambangan liar di daerah ini sudah sering dilakukan, namun aktifitas
penambangan liar (Peti) dinilai masih cukup marak terjadi di beberapa daerah
dan aliran sungai (DAS) di daerah ini.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben)
Provinsi Kalteng Syahril Tarigan, saat ditemui di lingkungan kantor DPRD,
baru-baru ini, kepada wartawan mengatakan, beberapa DAS yang terdapat penambang
liar antaralain, sungai Rungan, Kahayan, Katingan, dan sungai Barito.
Selain di sungai, ujar Syahril, penambangan
liar juga dilakukan di darat dan hal tersebut terjadi di beberapa daerah
seperti di daerah Kabupaten Gunung Mas dan Pulang Piasu.
Untuk itu dalam berbagai kegiatan dan
kesempatan pihaknya selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan intansi
terkait untuk melakukan penertipan terhadap para pelaku penambang liar di
daerahnya masing-masing.
Sementara dari Dinas Pertambangan
dan Energi (Distamben) Provinsi Kalteng pada tahun ini akan melakukan
kampanye-kampanye anti penambangan liar “kita dari segi itunya (kampanye),
sementara untuk eksenya adalah kabupaten/kota,” ungkapnya.
Sebelumnya Syahril mengatakan, untuk
menekan aktifitas penambang liar ini antaralain dilakukan dengan penetapan
wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan saat ini sudah semua daerah mengusulkan
WPR.
Meski memang ada beberapa yang masih
bermasalah, antaralain di daerah Kotawaringin Timur (Kotim) mengingat mereka
mengusulkan WPR di Wilayah Usaha Pertambangan (WUP).
Untuk itu ia menyarankan agar WUP nya diusulkan untuk dirubah menjadi WPR,
karena dalam menetapkan WPR, WUP, dan Wilayah Pencadangan Nasional
(WPN), tidak boleh terjadi tumpang tindih.
“Selain
itu, rata-rata WPR yang diusulkan kabupaten/kota tersebut masuk dalam kawasan
hutan, sehingga harus meminta izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari
Menhut,” terangnya.
Sementara Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang
menegaskan WPR di Kalteng hingga saat ini masih
terkendala IPPKH dari Menteri Kehutanan (Menhut).
“WPR
ini menjadi suatu problem tersendiri, saya sudah membuat kebijakan untuk di
Pujon dan Timpah, samun sampai sekarang belum ada izin pinjam pakai kawasan
hutan dari Menteri Kehutanan. Padahal itu hanya sekitar 75 Ha lahan yang akan
ditambang oleh masyarakat,” ungkapnya.
Sehingga
dalam menentukan WPR masih terkendala dengan masalah izin pinjam pakai dari
Pemerintah Pusat dan itulah menjadi PR, mudah-mudahan pemerintahan yang akan
datang memikirkan hal-hal yang kecil seperti itu.
“Ini
hal kecil, tetapi dampaknya bagi masyarakat luar biasa. Kemarin saya dapat
laporan bahwa rute kapal susur sungai di sungai Rungan, bahwa penambang liar hampir
menutupi sungai itu, ini yang saya sedih,” ungkapnya.
Untuk
itu ia meminta kepada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi
Kalteng untuk segera memperingatkan Pemerintah Kota Palangka Raya untuk
menindak tegas penambang liar tersebut dan mencari solusinya agar jangan sampai
merusakan dan menggangu lingkungan, ujarnya.dkw