Rabu, 20 Februari 2013

Pemerintah Dinilai Tidak Adil

BBM Bersubsidi di Pedalaman 4 Kali Lipat

Subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dialokasikan pemerintah hingga kini belum merata dinikmati oleh seluruh masyarakat. Salah satunya di Provinsi Kalteng, dimana harga BBM di pedalaman berkisar 3 hingga 4 kali lipat dibanding harga normal yang ditetapkan pemerintah.

PALANGKA RAYA –  Seperti BBM jenis premium yang dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Rp4.500 per liter, di pedalaman Kalteng bisa mencapai berlipat.  Kondisi ini telah berlangsung lama akibat tidak meratanya distribusi BBM bersubsidi tersebut.
“Mengenai bahan bakar minyak, kita sudah sama-sama mengerti kalau di pedalaman Kalteng harganya berkisar Rp15.000-Rp20.000. Ini merupakan suatu fakta, dan kita berharap agar jangan sampai BBM bersubsidi hanya dinikmati oleh daerah tertentu, terutama yang infrastrukturnya baik dan tidak memerhatikan daerah pedalaman yang sulit dijangkau,” beber Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang.
Hal itu disampaikannya kepada wartawan usai memimpin upacara Hasupa Hasundau dalam rangka mendengarkan pidato awal tahun Gubernur Kalteng di halaman Kantor Gubernur, Rabu (2/1). Dalam upacara itu, dihadiri ribuan PNS di lingkungan Pemprov Kalteng dan instansi vertikal lainnya.
Teras mencontohkan seperti yang terjadi di Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya. Harga per liter BBM jenis premium bisa mencapai Rp15.000-Rp20.000 dan itu sudah berlangsung lama. Karena itu, Teras hanya menginginkan satu hal kepada Pemerintah Pusat, yakni keadilan. Dan masalah itu menjadi tugas PT Pertamina untuk mendistribusikannya secara merata hingga daerah pedalaman.
Disebutkannya, hingga kini pemerintah belum mampu mewujudkan janjinya. Seperti yang disampaikan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang akan mendirikan SPBU sederhana atau SPBU mini di Kalteng, namun sampai saat ini belum terealisasi. Kondisi BBM yang terbatas di wilayah Kalteng di sampng tingginya harga di pedalaman, terpaksa pemilik kelotok (perahu motor) mencampurnya dengan minyak tanah. “Ini menyebabkan jumlah minyak tanah akan berkurang dan harganya juga ikut naik,” katanya.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini tidak memungkiri banyak menerima informasi dugaan BBM bersubsidi dialihkan ke perusahaan besar. Namun begitu, informasi ini masih perlu dicek dan dibuktikan kebenarannya mengingat pihak perusahaan juga memiliki jatah BBM nonsubsidi untuk operasionalnya.
“Kalau hanya 50 sampai 100 ton saja sih belum berarti apa-apa bagi perusahaan, sehingga mereka lebih memilih untuk membeli yang pasti saja yaitu BBM industri. Karena waktu, suplai, dan harganya jelas. Sekarang yang terjadi kadang isunya suka dialih-alihkan,” lanjutnya.   
Sementara Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran menambahkan, pihaknya menyatakan tidak setuju dengan rencana pemerintah menaikan harga BBM dan menghapus subsidinya. Diran menghendaki agar kenaikan itu dilakukan pada tahun mendatang. “Tidak benar kalau semua gubernur menyetujui penghapusan subsidi BBM tersebut,” ujarnya.dkw