BBM Bersubsidi di Pedalaman 4 Kali Lipat
Subsidi bahan
bakar minyak (BBM) yang dialokasikan pemerintah hingga kini belum merata
dinikmati oleh seluruh masyarakat. Salah satunya di Provinsi Kalteng, dimana
harga BBM di pedalaman berkisar 3 hingga 4 kali lipat dibanding harga normal
yang ditetapkan pemerintah.
PALANGKA RAYA – Seperti BBM jenis premium yang
dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Rp4.500 per liter, di
pedalaman Kalteng bisa mencapai berlipat.
Kondisi ini telah berlangsung lama akibat tidak meratanya distribusi BBM
bersubsidi tersebut.
“Mengenai bahan bakar minyak, kita sudah sama-sama mengerti kalau di
pedalaman Kalteng harganya berkisar Rp15.000-Rp20.000. Ini merupakan suatu
fakta, dan kita berharap agar jangan sampai BBM bersubsidi hanya dinikmati oleh
daerah tertentu, terutama yang infrastrukturnya baik dan tidak memerhatikan
daerah pedalaman yang sulit dijangkau,” beber Gubernur Kalteng Agustin Teras
Narang.
Hal itu disampaikannya kepada wartawan usai memimpin upacara Hasupa Hasundau dalam rangka
mendengarkan pidato awal tahun Gubernur Kalteng di halaman Kantor Gubernur,
Rabu (2/1). Dalam upacara itu, dihadiri ribuan PNS di lingkungan Pemprov
Kalteng dan instansi vertikal lainnya.
Teras mencontohkan seperti yang terjadi di Puruk Cahu, Kabupaten Murung
Raya. Harga per liter BBM jenis premium bisa mencapai Rp15.000-Rp20.000 dan itu
sudah berlangsung lama. Karena itu, Teras hanya menginginkan satu hal kepada
Pemerintah Pusat, yakni keadilan. Dan masalah itu menjadi tugas PT Pertamina
untuk mendistribusikannya secara merata hingga daerah pedalaman.
Disebutkannya, hingga kini pemerintah belum mampu mewujudkan janjinya.
Seperti yang disampaikan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang akan mendirikan SPBU
sederhana atau SPBU mini di Kalteng, namun sampai saat ini belum terealisasi.
Kondisi BBM yang terbatas di wilayah Kalteng di sampng tingginya harga di
pedalaman, terpaksa pemilik kelotok
(perahu motor) mencampurnya dengan minyak tanah. “Ini menyebabkan jumlah minyak
tanah akan berkurang dan harganya juga ikut naik,” katanya.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini tidak memungkiri banyak menerima
informasi dugaan BBM bersubsidi dialihkan ke perusahaan besar. Namun begitu,
informasi ini masih perlu dicek dan dibuktikan kebenarannya mengingat pihak
perusahaan juga memiliki jatah BBM nonsubsidi untuk operasionalnya.
“Kalau hanya 50 sampai 100 ton saja sih belum berarti apa-apa bagi
perusahaan, sehingga mereka lebih memilih untuk membeli yang pasti saja yaitu
BBM industri. Karena waktu, suplai, dan harganya jelas. Sekarang yang terjadi kadang
isunya suka dialih-alihkan,” lanjutnya.
Sementara Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran menambahkan, pihaknya
menyatakan tidak setuju dengan rencana pemerintah menaikan harga BBM dan
menghapus subsidinya. Diran menghendaki agar kenaikan itu dilakukan pada tahun mendatang.
“Tidak benar kalau semua gubernur menyetujui penghapusan subsidi BBM tersebut,”
ujarnya.dkw