Minggu, 17 Februari 2013

Kalteng Belum Siap Laksanakan Permen ESDM No1/2013


PALANGKA RAYA – Ketersediaan fasilitas pengisian bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Kalteng dinilai kurang memadai. Terutama bila dibandingkan antara luasnya yang mencapai 1,5 kali Pulau Jawa dan jumlah desa, kelurahan, kecamatan, serta kabupaten/kota.  
Dengan keterbatasan tersebut, apabila PT Pertamina tidak bisa memenuhi fasilitas yang ada, maka Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.1/2013 tentang Pengendalian Penggunaan BBM, tidak bisa dilaksanakan secara efektif di Kalteng.
“Kalau mengikuti instruksi yang ada, peraturan ini (Permen ESDM No 1/2013) tidak bisa dijalankan, terutama di daerah pedalaman. Karena Pertamina tidak bisa menyalurkan BBM sampai ke desa dan kecamatan,” ujar Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran, pada Rapat Pengendalian BBM Bersubsidi di Kalteng, di di Aula Eka Hapakat, Kompleks Kantor Gubernur, Kamis (14/2).
Rapat yang dipimpin Diran tersebut dihadiri pihak-pihak terkait. Selain Sekretaris Derah Provinsi Kalteng Siun Jarias, hadir Ketua DPRD Kalteng R Atu Narang, Kapolda Kalteng Brigjen Polisi Bachtiar Hasanudin Tambunan, Danrem 102/Pjg Kol Irwan, Wakil Kejaksaan Tinggi Kalteng Anthony Soediarto, Kadisbun Kalteng, pengurus SPBU, serta para pihak yang terkait.
Saat ini, sebut Diran, jumlah SPBU di Kalteng 39 unit, agen premium, minyak, dan solar (APMS) 36 unit, Solar Packet Dealer Nelayan (SPDN) 4 unit, dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBB) sebanyak 4 unit.  
“Masih ada beberapa daerah yang tidak memiliki SPBU, sehingga menjadi masalah dan menimbulkan praktik pelangsir. Di sisi lain, kalau tidak ada pelangsir, darimana masyarakat di daerah pedalaman itu mendapatkan BBM,” ujar Diran.
Sekretaris Derah Provinsi Kalteng Siun Jarias menimpali pernyataan Diran dengan mempertanyakan siapa yang legal untuk mendistribusian BBM ke daerah, mengingat keterbatasan SPBU di provinsi tersebut. Sebab di sisi lain, PT Pertamina sendiri tidak mampu menyalurkan BBM sampai ke daerah pedalaman.
“Dengan adanya penyalur BBM yang legal, maka diharapkan penindakan dapat lebih mudah dan maksimal. Karena, selain yang legal ini, yang lainnya tidak diperbolehkan untuk menyalurkan BBM,” katanya.
Ketua DPRD Kalteng R Atu Narang mengatakan, SPBU dijanjikan berdiri di setiap kabupaten, namun kenyataannya sampai saat ini masih ada kabupaten yang belum memilikinya. Menurut Atu, hal ini terjadi karena keterbatasan dana dari swasta untuk mendirikan SPBU tersebut.
Untuk membangun 1 SPBU diperkirakan memerlukan dana Rp4-5 miliar. Sehingga kalau kuotanya di bawah 20 ton per hari, maka pemilik SPBU tersebut akan rugi.
Karena itu, ia berpandangan bahwa Peraturan Menteri ESDM No.1/2013 hanya bisa dilakukan di Pulau Jawa, mengingat di wilayah  Kalteng terbatas infrastrukturnya.
Sementara Kapolda Kalteng Brigjen Polisi Bachtiar Hasanudin Tambunan mengatakan, sulitnya penanganan persoalan BBM, karena dalam penegakannya masih ada pengecualian-pengecualaian. Kondisi ini menjadikan petugas di lapangan cukup kesuliatan.  
Untuk itu, menurut dia, harus disiapkan rencana tindak lanjut secara terpadu dan melibatkan instansi terkait. Selain itu, perlu pendataan semua kendaraan secara valid dengan kategori mobil kebun, tambang, dan hasil hutan.
Dari hasil pendataan tersebut, ditindaklanjuti dengan rencana penempatan stiker dan pertamina perlu persiapkan SPBU yang melayani BBM nonsubsidi. Juga ditetapkan sistem pengawasan terhadap alat angkutan yang dipergunakan untuk kebun, tambang, angkutan hasil hutan, dan transportasi laut.
Wakil Kejaksaan Tinggi Kalteng Anthony Soediarto mengatakan, jumlah kasus mengenai BBM ini memang juga cukup banyak. Namun yang tertangkap kasus kecil dan yang besarnya belum terungkap.
“Karena itu, kalau yang kecil ini dilakukan tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ini sangat berat dan dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. Karena mereka melakukan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.dkw