Selasa, 13 September 2011

Status Siaga I Belum Dicabut

Status Siaga I Belum Dicabut
13-09-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Kebakaran lahan yang menimbulkan kabut asap masih menjadi ancaman serius bagi Kalteng. Status Siaga I yang ditetapkan sejak Juli lalu, belum dicabut.
Meski hujan sempat mengguyur  sebagian besar wilayah Kalteng dan menjadikan kabut asap akibat kebakaran lahan dan pekarangan berangsur hilang, namun hal itu masih perlu diwaspadai. Berdasar informasi dari Daerah Operasi II, III, dan IV Manggala Agni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) kalteng, dalam satu pekan terakhir tidak terjadi hujan, sehingga kondisi bahan bakaran menjadi kering kembali dan mudah terbakar jika tersulut api.
Bidang Deteksi Dini BKSDA Kalteng Adreas Dody kepada Tabengan, Senin (12/9), mengatakan, kondisi ini menjadikan status Siaga I yang ditetapkan pada awal Juli lalu, sampai saat ini belum dicabut. “Potensi kebakaran lahan masih tinggi dan kami terus memonitor untuk mengantisipasinya,” kata Dody.
Data hotspot (titik panas) yang terpantau setelit NOAA, 1-10 September 2011, terdapat 191 titik dan tersebar di kabupaten/kota di Kalteng. Hotspot terbanyak terdapat di Kabupaten Seruyan 47 titik, Kabupaten Lamandau 22 titik, Pulang Pisau 21 titik, dan Kotawaringin Timur 17 titik.
Sedangkan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Katingan masing-masing 16 titik, Gunung Mas 12 titik, Kapuas 10 titik, Murung Raya dan Barito Utara masing-masing delapan titik, Sukamara tujuh titik, Barito Selatan empat titik, Barito Timur tiga titik, dan Kota Palangka Raya nol.
Menurut Dody, tidak adanya hostspot yang terpantau di wilayah Palangka Raya tidak lepas dari kerja sama semua pihak dan instansi terkait dalam melakukan pencegahan, penangulangan, dan pemadaman kebakaran. “Melihat data yang ada, kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan berkurang jika dibandingkan bulan sebelumnya,” katanya.
Dody menyebut, terdapat beberapa daerah di Kalteng yang dinilai ekstrem karena bertanah gambut dan mudah terbakar. Jika terbakar, cenderung sulit dipadamkan dan mampu menghasilkan kabut asap tebal. Daerah tersebut, Kabupaten Katingan, Kapuas, Pulang Pisau, Kotawaringin Timur, Seruyan, dan Kotawaringin Barat. Sedangkan daerah lain, seperti Kabupaten Lamandau, meski jumlah hotspot cukup banyak namun jika terjadi kebakaran lahan mudah untuk dipadamkan karena tidak bergambut.
 
TN Tidak Terbakar
Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kalteng Sipet Hermanto, kemarin, memastikan bahwa kebakaran lahan yang terjadi di wilayah itu tidak terjadi di kawasan hutan lindung dan taman nasional (TN). ”Hingga saat ini, belum ada laporan telah terjadi kebakaran hutan di kawasan lindung seperti taman nasional,” kata Sipet.
Kalteng memiliki tiga kawasan TN, meliputi Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka (TNBRBB), dan Taman Nasional Sebangau (TNS). Dikatakan, hingga saat ini dari data yang dihimpun Dishut Kalteng, khusus di Palangka Raya, sepanjang 2011, kebakaran lahan telah menghanguskan sekitar 195 hektar. Selain lahan, kebun masyarakat juga ikut terbakar seperti kebun karet rakyat. "Jumlah kebakaran se-Kalteng belum ada laporan, karena data itu ada di BKSDA," tambah Sipet.
Disinggung apakah kebakaran yang terjadi di Kalteng juga melibatkan perkebunan besar swasta (PBS), menurut Sipet, dari laporan yang disampaikan, memang ada lokasi kebakaran di wilayah PBS. Namun hal ini masih perlu diteliti dan dibuktikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah dilakukan dengan disengaja atau karena menjalar dari kebakaran di luar lahan PBS.dkw/str

Jumat, 09 September 2011

Titik Api Kalteng Tinggal 134

Titik Api Kalteng Tinggal 134
08-09-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Titik api (hotspot) dari kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan di wilayah Kalteng terus menurun seiring hujan yang mulai turun sejak Senin (30/8) lalu. Titik api yang terpantau satelit NOAA (National Oceanic dan Admospheric Administration), sejak sepekan terakhir hanya 134.
Sempat terjadi lonjakan titik api pada Jumat (2/9), mencapai 102 titik. Tapi akibat hujan deras pada Sabtu (3/9), titik api hilang sama sekali. Titik api baru muncul kembali pada Senin (5/9), dengan jumlah satu titik di Kabupaten Sukamara.
Di Palangka Raya dan Barito Timur (Bartim) dalam sepekan ini, malah tidak ada lagi terpantau. Kondisi ini tentu cukup menggembirakan. Sebab, selama Agustus kemarin, kebakaran terjadi di mana-mana. Titik api yang terpantau NOAA selama Agustus sempat mencapai 1.628 titik. Jumlah ini paling banyak jika dibanding Juli (325 titik), Juni (171 titik), Mei (48 titik), dan April (40  titik).
Kendati terjadi penurunan, Andreas Dodi dari Bagian Deteksi Dini Manggala Agni BKSDA Kalteng menilai penyebaran titik api masih akan terus berfluktuasi. “Berdasarkan pengalaman lima tahun terakhir, puncak titik api terjadi pada Agustus, September, dan Oktober,” katanya kepada Tabengan, Rabu (7/9). Namun demikian, Dodi mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan.
Hal senada diungkapakan Kepala Seksi Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Kalteng A Rudin Purba. Rudin mengaku penurunan titik api terjadi karena turunnya hujan beberapa hari terakhir ini.
Meski begitu, pihaknya terus melakukan pantauan pada lokasi-lokasi yang dinilai rawan kebakaran, terutama di Palangka Raya, Pulang Pisau, dan Kapuas. Beberapa daerah tersebut dipenuhi gambut, sehingga api kemungkinan belum sepenuhnya padam, meskipun satelit sudah tidak menemukan lagi titik api.
Jika dilihat dari data sebaran titik api selama satu bulan terakhir, Pulang Pisau paling rawan, sebab ditemukan 281 titik api selama Agustus. Daerah lainnya yang tak kalah rawan adalah Kapuas, Kotawaringin Timur (Kotim), dan Seruyan.
Bahkan untuk bulan ini, hingga Senin (5/9), di Seruyan telah terpantau 39 titik api, lebih banyak dibanding Pulang Pisau 18 titik, Lamandau 17 titik, Kotim 13 titik, Kobar 12 titik, Katingan dan Kapuas masing-masing 8 titik, Barut 7 titik, Sukamara 4 titik, Murung Raya 3 titik, dan Barito Selatan 1 titik. Hanya Palangka Raya dan Bartim yang selama sepekan terakhir tidak ada titik api.
Dengan adanya penurunan titik api saat ini, Rudin berharap masyarakat menghentikan kegiatan pembakaran. Masyarakat diminta untuk menjaga, meminimalisir, dan mengantisipasi terjadinya kebakaran dan kabut asap.  dkw/mel
 
TITIK API DI KALTENG
1-5 September 2011
Seruyan                      39
Pulang Pisau              18
Lamandau                  17
Kotim                          13
Kobar                          12
Katingan                      8
Kapuas                         8
Barut                            7
Sukamara                    4
Gunung Mas               4
Murung Raya              3
Barito Selatan             1
Palangka Raya            0
Barito Timur               0
TOTAL                       134
Sumber BKSDA Kalteng

Selasa, 06 September 2011

Hukum Adat dan Nasional Belum Sinkron

Hukum Adat dan Nasional Belum Sinkron

Harian Umum Tabengan, Hukum Nasional (positif) dengan hukum adat dinilai belum sinkron. Hal ini dapat terlihat bahwa pada beberapa persoalan hukum yang sudah diselesaikan secara hukum adat, namun tetap diproses secara hukum positif.

Budayawan Kalteng Kusni Sulang, yang juga tokoh masyarakat adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya M Rakhmadiansyah Bagan, dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng Sabran Ahmad ketika menjadi narasumber Dialog Publik Sinronisasi Antara Hukum Adat dan Hukum Nasional di Kalteng yang diselenggarakan AMAN Kalteng, di Aula Soverdi, Palangka Raya, Sabtu (30/7), mengatakan, lemahnya kelembagaan maupun hukum adat Dayak di Kalteng sehingga tidak bisa disinkronkan dengan hukum nasional.
Kusni menyebut, pada kasus-kasus tertentu seperti pembunuhan, meski persoalan tersebut sudah diselesaikan secara hukum adat, namun dari aparat keamanan juga tetap memproses kejadian tersebut.
Ini menjadi salah satu bukti bahwa hukum adat dan hukum nasional masih belum bisa sinkron, padahal jauh sebelum negara ini ada kearifan lokal hukum adat tersebut sudah ada. Diharapkan, hukum yang lahir sesudahnya dapat menghormati hukum yang sudah lahir sebelumnya, ujar Kusni.
Kusni menegaskan, Kalteng sudah punya Perda No.16/ 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng namun dinilai masih belum mampu menyelesaikan sengketa-sengketa adat yang terjadi di tengah masyarakat. Ini terjadi karena selain pengakuan hak masih lemah, juga karena kelembagaan adat yang ada dinilai masih belum memadai.
“Perlu adanya pelatihan terhadap para Damang dan Mantir Adat mengenai tugas dan fungsinya, karena di beberapa daerah ada ditemui mantir adat justru berasal dari orang luar Kalteng,” katanya.
Tidak hanya itu, Perda Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng juga dirasa perlu dilakukan berbagai pembenahan lagi, mengingat dinilai masih terdapat celah atau kekurangan. Karena dinilai dengan perda tersebut masyarakat adat Kalteng tidak bisa hidup seperti dulu dan terkesan terkungkung serta hak-haknya secara tidak langsung dipinggirkan. Terkesan, perda tersebut berpihak pada pemilik modal.
Sementara Rakhmadiansyah Bagan mengatakan, agar hukum adat di Kalteng bisa diakui keberadaannya secara Nasional maka kelembagaan adat dan SDM orang-orangnya harus lebih diperkuat lagi.
Kelembagaan adat yang ada saat ini dinilai masih lemah. Ini dapat terlihat bahwa masyarakat adat yang ditangkap oleh aparat, namun tidak pernah dilakukan tindakan hukum adat sebagai upaya perlindungan hukum. “Maka kita kembalikan ke pranata sosialnya, lembaga adatnya, dan SDM yang mengelola itu, sehingga mereka bisa bicara atas nama rakyat,” kata Adi Bagan—panggilan akrab Rakhmadiansyah Bagan.
Disebutkan Adi, pemerintah sudah mengakomodir mengenai adat. Misalnya dalam UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Seandainya hal itu tidak dimasukkan, maka hak masyarakat untuk melakukan judicial review. Tapi sayangnya, hak-hak itu tidak pernah digunakan. Meski demikian, ia menilai bahwa yang disebut dengan sinkronisasi tersebut bukan berarti hukum adat harus setara dengan hukum nasional. Tapi lebih bagaimana pengakuan terhadap hukum lokal dan hak-hak masyarakat lokal tersebut.
Sedangkan Sabran Ahmad mengakui, kelembagaan adat yang ada saat ini dinilai masih lemah. Meski demikian, saat ini pihaknya terus melakukan pembenahan baik secara kelembagaan maupun SDM para Damang dan Mantir Adat yang ada serta melakukan sosialisasi ulang Perda Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng.
Dalam pembukaan acara itu, Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) AMAN Wilayah Kalteng Simpun Sampurna dalam sambutan tertulis dibacakan BPH AMAN Kalteng Stevievebrialisna mengatakan, dialog publik tersebut dilaksanakan sebagai perjuangan untuk memastikan perlindungan dan hak-hak masyarakat adat.
Ketua Panitia Pelaksana Nindita Nareswari menjelaskan, tujuan dialog ini untuk melakukan upaya sinkronisasi antara hukum adat dan hukum nasional dalam menyelesaikan sengketa dan mencegah timbulnya konfik berkelanjutan. Kemudian, mendukung tercapainya konsep restorative justice di Indonesia, mencari nilai-nilai kearifan lokal, dan meningkatkan ketahanan Nasional.dkw

Berjuang Menjadi Kartini Masa Kini

Berjuang Menjadi Kartini Masa Kini
30-04-2011 00:00   
Harian Umum Tabengan, Makna penting dari peringatan Hari Kartini tidak terletak pada sisi seremonialnya saja. Namun, yang utama, momentum ini hendaknya dapat memotivasi kaum wanita dalam upaya mengejawantahkan keteladanan sosok Kartini dalam kehidupan sehari-hari.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalteng Ben Brahim dalam sambutanya pada kegiatan lomba Peringatan Hari Kartini ke-132 Darma Wanita Persatuan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kalteng di Halaman kantornya, Rabu (27/4).
Dikatakan Ben, peringatan ini tidak hanya sebagai seremonial saja, namun lebih pada untuk dapat melanjutkan perjuangan mulia Kartini.
“Semoga bisa menjadi kartini masa kini, sehingga para kaum perempuan dapat meneruskan perjuangan Kartini di lingkungannya masing-masing, dan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan saat ini. Kartini masa kini selalu berjuang, termasuk menunjang tugas suaminya,” kata Ben.
Ketua Darma Wanita Persatuan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalteng Ary Egahni Ben Brahim mengatakan, kegiatan lomba tersebut diikuti DWP DPU Kalteng dan karyawan dan karyawati semua Bidang dan Balai.
Sementara jenis yang diperlombakan di antaranya vokal grup (trio) jenis lagu bebas, peragaan busana benang bintik khusus kaum ibu dengan berat badan lebih dari 60kg, lomba menghias wajah tanpa cermin, dan lomba joget.
Sementara dewan juri untuk vokal grup yaitu Iwang Galih, Mary Victoria, dan Hawun Sandan dengan penilian meliputi teknik menyanyi, ekspresi, penampilan, dan koreografi.
Untuk DWP, Juara I berhasil diperoleh dari DWP Gabungan (Bidang Tata Ruang dan Bikons), Juara II diperoleh DWP Bidang Bina Marga, dan Juara III berhasil di peroleh DWP Bidang Sumber Daya Alam.
Sementara untuk karyawan/karyawati Juara I diperoleh oleh Bidang Sekretariat, Juara II diperoleh oleh Bidang Binan Marga, dan Juara III diperoleh Bidang Sekretariat.
Untuk peragaan busana benang bintik dengan Juri Iwang Galih, Nana Marini, dan Paulat kriteria penilaian meliputi wiraga, wirama, dan wirasa. Untuk jenis perlombaan ini hanya diikuti khusus DWP.
Kategori tidak berjilbab Juara I diperoleh Ny Eldani, Juara II Ny Bidu, dan Juara III diperoleh oleh Ny Emil. Sementara Untuk Kategori berjilbab Juara I diperoleh oleh Ny Pramono, Juara II oleh Ny Brani, dan Juara III diperoleh Ny Rangkuti.
Untuk Kategori menghias wajah tanpa kaca, jurinya Iwang Galih dan Nana Marini dengan kriteria penilaian meliputi teknik make up. Kategori ini, Juara I diperoleh Ny Sugeng, Juara II Ny Brani, dan juara III Ny Juni. Sementara lomba joget dengan juri Iwang Galih dan Nana Marini, sementara kriteria penilaian adalah kekompakan, serasi, sesuai irama. Kategori ini Juara I berhasil di peroleh oleh Ny Karamu, Juara II Ny Ritani, dan Juara II Ny Kerry dan Ny Budi Imanuel. dkw