Jumat, 24 Juni 2011

Kalteng Urutan 10

25-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Meski Kalteng masuk ranking 32 secara nasional dalam penggunaan narkoba, namun yang menjadi keperihatinan, Kalteng urutan 10 dari 33 provinsi di Indonesia untuk peredaran narkoba.
Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran setelah pembukaan Pemilihan Duta Anti Narkoba Kalteng 2011 di Aula Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalteng, Jumat (24/6), mengatakan, dirinya sangat menyayangkan hal itu.
Peredaran narkoba, kata Diran, dinilai sudah lintas Kalimantan, dan Kalteng merupakan salah satu daerah lalu lintas perdagangan narkoba tersebut. Ini terjadi sebagai salah satu dampak negatif dari terbukanya akses transportasi di Kalteng.
Diran meminta pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan bersikap tegas  terhadap orang yang terbukti bersalah dan kiranya dapat divonis sesuai dengan ketentuan undang-undang (UU), harapannya ini mampu membuat efek jera, sehingga yang bersangkutan tidak melakukan kembali.
Meski demikian, Kalteng dinilai dari waktu ke waktu dalam hal penggunaan atau penyalahangunaan narkoba terus mengalami penurunan. Jika sebelumnya Kalteng menjadi ranking 28, namun saat ini sudah menjadi 32.
“Kita boleh bangga, namun tidak boleh terlena. Saya sangat berterima kasih kepada pihak kepolisian dan jajaran, terutama Kapolda dan Dir Narkobanya serta Badan Narkotika Provinsi sampai tingkat kabupaten/kota yang begitu aktif dalam menindaklanjuti penyalahgunaan narkoba sesuai dengan UU tentang Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba,” kata Diran.
Ia juga meminta semua pihak dapat secara bersama-sama, bahu-membahu, dan saling berkoordinasi dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba di daerah ini, mengingat dampak narkoba dinilai sangat membahayakan. Salah satunya melalui para Kader Anti Narkoba (KAN) yang merupakan generasi muda, namun sudah melalukan berbagai upaya seperti berkoordinasi, diskusi, dan pemilihan Duta Anti Narkoba, dalam rangka menghindari penyalahgunaan narkoba, terutama oleh kaum muda.
Menurut Diran, hal yang memprihatinkan saat ini, narkoba tidak hanya digunakan oleh orang dewasa, namun juga generasi muda hingga usia yang masih duduk di bangku sekolah. Untuk menghindari dan menekan penyalahgunaan narkoba pada generasi muda, diperlukan kerja sama semua pihak. Sebab, peredaran narkoba semakin meningkat, ini terlihat bahwa 25 persen penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah karena kasus narkoba.
Heru Setiawan, Ketua KAN Kalteng, mengatakan, pemilihan Duta Anti Narkoba merupakan salah satu upaya dari kalangan muda dalam mewujudkan Indonesia dan pemuda bebas dari narkoba. Sebagai generasi penerus, pihaknya merasa terpanggil untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba, bekerja sama dengan pihak berwenang.
Sementara Ketua Panitia Affuru Wirangga dalam laporannya menjelaskan Pemilihan Duta Anti Narkoba ini sudah ketiga kalinya, tujuannya sebagai upaya pencegahan peredaran narkoba, agar orang muda bebas narkoba pada 2013 mendatang.
Kegiatan ini berlangsung pada 23-26 Juni 2011 dan puncaknya dilaksanakan pada 26 Juni mendatang di Aula Dharma Wanita Kalteng. Peserta berasal dari perwakilan beberapa kabupaten seperti Kotawaringin Timur, Lamandau, Sukamara, Gunung Mas, Barito Utara, Murung Raya, dan BNP. “Kabupaten lain tidak bisa mengikuti karena alasan biaya dan juga ada yang tidak hadir tanpa konfirmasi,” katanya. dkw

Ikan Keramba Mulai Mati

25-06-2011 00:00

Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Surutnya debit air sungai di sejumlah wilayah Kalteng mulai berdampak terhadap usaha para petani keramba, sebagian ikan yang dipelihara mulai mati.
Memasuki musim kemarau dan tidak ada turun hujan dalam beberapa pekan terakhir ini, menyebabkan sungai, kali, dan danau mulai mengering. Tak terkecuali Sungai Kahayan yang melintasi Kota Palangka Raya, keadaannya sudah semakin surut jika dibandingkan sebelumnya.
Kondisi ini berdampak negatif terhadap masyarakat, terutama para petani keramba yang menggantungkan hidupnya di Sungai Kahayan. Karena debit air sungai yang surut membuat suhu air panas dan lebih keruh, sehingga sebagian ikan yang dipelihara di dalam keramba mulai mati.
Yusuf dan Udin, petani keramba di Jalan Wisata II, Kelurahan Pahandut Seberang saat ditemui Tabengan, Jumat (24/6), mengungkapkan, cukup banyak ikan yang masih kecil mati, termasuk ikan emas dan nila yang sudah besar. Sebab, meskipun ukurannya cukup besar, namun kedua jenis ikan tersebut kurang tahan dengan keadaan seperti itu.
Lebih lanjut mereka mengatakan, untuk ikan-ikan yang masih kecil (bibit ikan) dalam sehari yang mati mencapai 50-100 ekor, sehingga membuat mereka mengalami kerugian, meskipun tidak terlalu besar. Sebab, kalau bibit ikan tersebut dijual harganya sekitar Rp350 per ekor.
Bahkan beberapa tahun lalu, di saat musim kemarau seperti saat ini, sebanyak lima ribu bibit ikan yang mereka datangkan dari Pulau Jawa, hanya bisa hidup sekitar 400 ekor. Penyebab matinya ikan, selain karena air mulai panas dan pekat, juga diduga akibat ada oknum warga yang meracun udang dan ikan, serta menyetrum di Daerah Aliran Sungai Kahayan dan Rungan.
Menurut Yusuf dan Udin, oknum warga melakukan aktivitas meracun udang dan menyetrum ikan pada malam hari. Termasuk di sekitar bawah Jembatan Kahayan.
Mereka berharap pemerintah dan aparat kepolisian menertibkan dan bertindak tegas terhadap pelaku penyetruman dan meracun tersebut. Mengingat selain berdampak terhadap matinya ikan dan udang, baik kecil maupun besar, juga memengaruhi kualitas air.
Untuk menghindari ikan tidak mati, kata Yusuf, para petani terpaksa mendorong kerambanya ke tengah sungai, agar mendapat pasokan air yang cukup dan tidak terlalu panas. Selain itu, tidak memberikan makanan terlalu banyak.
Lebih lanjut dikatakan Yusuf, sejauh ini permintaan ikan dari masyarakat cukup banyak dan harganya masih relatif normal.
Khawatir Herpes
Kondisi serupa juga terjadi di Kota Kasongan, Kabupaten Katingan. Surutnya debit air Sungai Katingan membuat khawatir para petani, karena memengaruhi budidaya ikan keramba.
Menurut Hilmi, petani keramba di Kasongan Seberang, kondisi pasang surut bisa menyebabkan penyakit herpes pada ikan, sebab kejadian serupa sering dialami para petani sejak 2006 lalu. Bahkan hingga sekarang belum ada obatnya.
Penyakit herpes pada ikan biasanya muncul saat air mengalami pasang surut. Ketika air dalam kematian ikan berkurang, tapi saat surut jumlahnya meningkat karena air sungai kotor, tempat yang baik bagi perkembangan virus herpes.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Katingan Uhing mengatakan, untuk pencegahan awal, petani bisa  membungkus garam dengan kain, kemudian melarutkannya ke dalam keramba. Cara ini bertujuan agar lumpur maupun kotoran air di insang ikan berkurang. Ikan mas biasanya tidak bisa bernapas jika insangnya penuh dengan lumpur.
Harga Masih Stabil
Sementara itu, harga ikan air tawar di pasaran masih relatif stabil, demikian juga pasokan maupun permintaan konsumen. Jenis ikan yang paling diminati masyarakat, di antaranya nila, baung, dan patin.
Ijay, penjual ikan air tawar di Pasar Besar Palangka Raya, kemarin, mengatakan, saat ini pasokan lancar dan stok juga cukup banyak, sehingga harga ikan masih normal. Untuk ikan mas dijual Rp22 ribu/kg, nila Rp22 ribu/kg, gabus Rp25 ribu/kg, sedangkan lais, tapah, dan baung Rp20 ribu/kg.
Dikatakan Ijay, harga ikan akan melonjak pada saat pasokan berkurang dan hal ini biasanya terjadi mendekati Hari Raya Lebaran, karena para petani ikan lebih banyak beristirahat di rumah.
Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, kata Ijay, pada saat seperti itu akan terjadi lonjakan permintaan, sehingga harga ikan pun mahal. Misalnya, ikan gabus dari harga normal Rp20-25 ribu/kg menjadi Rp35 ribu/kg, sementara ikan baung dari Rp20 ribu/kg bisa mencapai Rp40 ribu/kg. dkw/c-sus/liu

Rabu, 22 Juni 2011

Dibawah Kolong Langit: Perhatian Untuk Kesehatan Minim

Dibawah Kolong Langit: Perhatian Untuk Kesehatan Minim

Perhatian Untuk Kesehatan Minim

23-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Perhatian terhadap fasilitas kesehatan hampir di seluruh Indonesia belum memadai. Ini terlihat dari jumlah tempat tidur di rumah sakit sampai Puskesmas belum mencapai satu persen jumlah penduduk Indonesia.
Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning dalam sambutan Rapat Koordinasi Kesehatan se-Kalteng di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, Rabu (22/6), mengatakan, dari 237 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya terdapat sekitar 161 ribu buah tempat tidur di seluruh rumah sakit sampai puskesmas.
Dari jumlah itu tempat tidur khusus kelas III hanya sekitar 45 ribu, sangat jauh apabila dibandingkan dengan peserta Jamkesmas yang mencapai 76,4 juta jiwa. Sementara pemerintah telah mengucurkan dana dalam jumlah yang cukup besar untuk program kesehatan bagi masyarakat tidak mampu. “Jamkesmas diberikan dengan APBN untuk 76,4 juta jiwa, tapi tempat tidurnya hanya 45 ribu. Yang dianggarkan menggunakan APBD sebanyak sekian miliar untuk rakyat kita, kemana anggaran itu,” katanya.
Berdasarkan data yang diperoleh Komisi IX, khusus untuk Kalteng jumlah tempat tidur hanya sekitar 842 unit untuk sekitar dua juta jiwa rakyat Kalteng. Ini tidak sebanding antara jumlah penduduk dan tempat tidur di rumas sakit, khususnya untuk pasien kelas III.
Persoalan seperti ini dapat mengakibatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak maksimal. “Makanya, tren sudah banyak orang datang ke pengobatan alternatif atau dukun karena lebih cepat dilayani dan mengaksesnya ketimbang ke dokter atau rumah sakit,” kata Ribka.
Pembangunan rumah sakit saat ini cenderung hanya mengejar pendapatan, ini terlihat di mana Kelas VIP atau Paviliun lebih banyak dibanding ruangan pasien Kelas III, sehingga jatah masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama pun sangat minim.
Menurut Ribka, secara logika APBD atau APBN uang rakyat, jadi harus untuk rakyat, tapi justru RSUD di mana-mana mabuk, ada Paviliun sehingga kapasitas Kelas III yang dikurangi. “Alasannya selalu subsidi silang, padahal bukan begitu konsep subsidi silang dan sekarang sudah diamanatkan dalam UU Rumah Sakit bahwa RSUD tidak dijadikan sumber PAD. Kalau memang ada aturan yang berbenturan, ayo kita revisi,” ujarnya.
Ia mengaku banyak menerima proposal untuk pembangunan rumah sakit, tapi tidak langsung disetujui karena sebagian besar proposal hanya sedikit yang membangun ruangan Kelas III, sekitar 60 persen.
Pihaknya berharap Kalteng dapat membangun rumah sakit tanpa kelas atau khusus untuk Kelas III. Pembangunan rumah sakit Kelas III dimaksudkan supaya tidak ada diskriminasi pelayanan. Selain itu, rumah sakit Kelas B pun dapat lebih konsen untuk penyakit-penyakit kelas berat, jadi semacam filter.
Sementara Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengatakan, masalah kesehatan tidak boleh berhenti, karena tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi, harus dari semua sudut, karena ini merupakan hal penting bagi bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ini sejalan dengan tekad Pemprov Kalteng untuk menciptakan agar rakyatnya sehat, Kalteng Barigas.
Lebih lanjut Teras mengatakan, rakor seperti ini sebagai momentum mengevaluasi, inventarisasi, dan mengidentifikasi berbagai persoalan kesehatan secara utuh dan transparan di Kalteng.
Melalui inventarisasi, evaluasi, dan identifikasi terhadap persoalan yang sudah lalu, diharapkan ke depan dapat lebih mudah untuk melakukan sinkronisasi, langkah-langkah atau program agar masalah kesehatan ini dapat terlaksana dengan maksimal.
Teras juga mengungkapkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 dan 2010 di Kalteng, masih terdapat hasil yang tidak memuaskan bahwa angka pertolongan persalinan masih di bawah nasional. "Hasil riset pemerintah pusat yang belum memuaskan itu di antaranya adalah, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pemberian kapsul vitamin A yang kesemuanya masih rendah dan berada di bawah angka rata-rata nasional," kata Teras.
Menurutnya, contoh lain yang memprihatinkan dari hasil riset Pemerintah Pusat menunjukkan, persentase perokok di Kalteng merupakan tertinggi di Indonesia dan jauh di atas rata-rata nasional.
Selama ini, kata Teras, dirinya telah memprioritaskan dan berupaya mendorong pembangunan kesehatan di Kalteng. “Saya juga yakin kita semua, baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota, terutama para tenaga kesehatan telah bekerja dengan baik melayani seluruh lapisan masyarakat di Bumi Tambun Bungai," ujarnya.
Secara kuantitas beberapa indikator telah menunjukkan kecenderungan yang baik. Contohnya dengan bertambahnya jumlah Puskesmas menjadi 178 unit pada 2010 dari sebelumnya hanya 139 unit pada 2005. "Namun saya berkali-kali mendapat laporan, bahkan melihat dan merasakan sendiri betapa belum maksimalnya pembangunan kesehatan di sebagian sektor," katanya.
Mengenai keluhan tentang kekurangan obat dan vaksin, masih adanya wabah atau kejadian luar biasa, minimnya tenaga kesehatan antara pedalaman dan perkotaan, belum totalnya jaminan sosial, menjadi  beberapa contoh permasalahan dan tantangan yang secara nyata ada di hadapan.
Terkait cikal bakal tercetusnya Kalteng Barigas merupakan gagasan yang visioner, terangkat dari realita tentang kondisi kesehatan masyarakat dan perlu segera diimplementasikan secara aplikatif agar terasa manfaatnya bagi semua lapisan masyarakat.
"Dalam perjalanannya, saya menyadari Kalteng Barigas penuh tantangan. Saya menyimpulkan Kalteng Barigas tidak mungkin terlaksana tanpa dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah pusat dan semua pemerintah kabupaten/kota se-Kalteng," katanya.dkw/ant

Izin PBS Akan Dicabut

23-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Gubernur Kalteng memberikan peringatan keras dan akan mencabut izin PBS bidang perkebunan, jika terbukti melakukan pembakaran lahan.
Menjelang musim kemarau saat ini, perkebunan besar swasta (BPS) kelapa sawit diingatkan secara keras untuk tidak melakukan pembakaran, agar menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendalai.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang usai Rapat Koordinasi Kesehatan se-Kalteng di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur, Rabu (22/6),  mengatakan, hal ini tidak diimbau lagi, namun untuk perkebunan akan lebih tegas, sehingga kalau ada yang ketahuan melakukan pembakaran, izinnya bakal dicabut.
Selain itu, untuk menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalteng, Pemprov akan berkoordinasi dengan Dinas dan Badan terkait penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Bahkan saat ini Dinas Perkebunan se-Kalteng melakukan rapat koordinasi mengenai pencegahan kebakaran lahan dan kebun, begitu juga dengan posko-posko pengendalian kebakaran sudah aktif semua.
Teras memerintahkan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Kepala Balai, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah membuat surat untuk minta bantuan hujan buatan, sebagai salah satu upaya antisipasi menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Karena dengan musim kemarau yang belum terlalu kering ini, awan komulus masih ada, sehingga dinilai mudah untuk dilakukan hujan buatan. Hal tersebut diharapkan dapat didukung oleh Pemerintah Pusat terkait keinginan dan target yang mau dilakukan.
Teras juga berharap hujan buatan tersebut dapat dilakukan di seluruh Kalteng, terutama di daerah-daerah yang dinilai rawan, seperti Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis), Kotawaringin Timur (Kotim), dan Kotawaringin Barat (Kobar) yang saat ini sudah terdapat beberapa titik api.
Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalteng, ada beberapa langkah yang akan dilakukan di antaranya hujan buatan, meminta bantuan pesawat atau helikopter untuk membuat bom air, dan tindakan-tindakan lainnya.
Namun yang lebih perlu untuk dilakukan saat ini, posko-posko yang ada harus diaktifkan kembali untuk memadamkan kebakaran secara konvensional. Sementara di tingkat kabupaten/kota, sesuai dengan Peraturan Gubernur, agar dapat dilaksanakan secara maksimal.
Kendati demikian,  Teras mengaku tidak ingat persis jumlah anggaran untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan 2011 ini, karena dana tersebut terdapat di beberapa instansi dan dinas terkait, sehingga kalau semuanya dikumpulkan akan cukup besar. Tetapi untuk membuat hujan buatan dan menyewa pesawat, anggaran tersebut tidak memadai.
Terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Kalteng Erman P Ranan juga mengingatkan PBS agar dalam membersihkan lahannya tidak dengan cara membakar. “Jangan berpikir memadamkan yang sudah terbakar,” katanya.
Ia mengharapkan PBS swasta tersebut mengantisipasi agar jangan sampai terjadi kebakaran. Karena apabila terjadi kebakaran, perkebunan tersebut juga yang rugi. “PBS memang dilarang melakukan pembakaran dan bisa dikenakan sanksi secara hukum,” katanya.
 
Tertinggi se-Kalteng
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kotim dari Januari hingga kemarin, terdapat sebanyak 48 titik hotspot (titik panas) yang tersebar di wilayah Kabupaten Kotim. Titik hotspot yang kian bertambah tersebut  menempatkan Kotim sebagai peringkat pertama untuk jumlah hotspot se-Kalteng.
Berdasarkan pantauan pada Mei, tercatat 27 hotspot, kemudian Juni sekitar 21 titik, apabila ditotal dari Januari hingga mendekati akhir Juni, terdapat 48 hotspot yang  tersebar di Kotim. “Jumlah ini sangat tinggi apabila dibandingkan dengan data pada 2010 lalu yang hanya terdapat sebanyak lima titik,” kata Kepala BKSDA Kotim Ian Septiawan kepada Tabengan, di Sampit, kemarin.
Diterangkan Ian, hotspot paling mendominasi di wilayah Kecamatan Parenggean, Mentaya Hulu dan perkotaan, Baamang, sementara Ketapang masih dinyatakan aman.
Kebakaran yang terjadi tersebut disebabkan oleh musim kemarau yang saat ini sedang melanda kabupaten Kotim dan perilaku masyarakat yang seenaknya membakar lahan.
Dalam hal antisipasi, pihaknya terus melakukan pemantauan secara aktif terhadap lokasi-lokasi yang berpotensi terjadi kebakaran lahan. Kendati demikian, ia mengakui BKSDA Kotim sendiri sifatnya hanya bisa melakukan pemantauan, sedangkan untuk aksi di lapangan merupakan ranah dari Pemerintah Daerah.
Pihaknya juga telah meningkatkan kewaspadaan terhadap wilayah-wilayah rawan di Kotim seperti dengan  melakukan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan. “Tim Manggala Agni Regu 003 mengaku siap mem-back up Pemkab Kotim untuk mengatasi kebakaran lahan yang terjadi,” ujarnya.
Terpisah, Wakil Bupati Kotim HM Taufik Mukrie meminta masyarakat Kotim mewaspadai kebakaran lahan sedini mungkin untuk menghindari dampak yang ditimbulkan dari bencana kebakaran hutan, lahan, dan pekarangan yang sering terjadi di musim kemarau.
Dampak dari kebakaran lahan tersebut akan membawa banyak kerugian, sehingga perlu meningkatkan kewaspadaan, seperti dengan membatasi pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. “Sebaiknya warga melakukan pembakaran lahan terkendali yang tidak menimbulkan potensi terjadinya kebakaran lahan,” kata Taufik kepada Tabengan via telepon seluler, kemarin.
 
Berkurang
Sementara di Kuala Kapuas, BLH Kapuas menyatakan titik panas di daerah itu terjadi penurunan jumlah karena partisipasi masyarakat terhadap bahaya kebakaran lahan meningkat.
"Meskipun terjadi penurunan jumlah titik panas, namun masyarakat diminta tetap waspada terhadap bahaya kebakaran lahan," kata Kepala BLH Kapuas Andarias Lempang melalui Staf Bagian Penanggulangan Bencana, Mardhinata D Bulit, kemarin.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kehutanan hasil pencitraan satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) 18 yang diperoleh dari ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) sampai 19 Juni 2011, titik panas di daerah itu mencapai 31 titik.
Ia mengatakan dari rincian titik panas dari Januari 2011 hingga 19 Juni 2011, Januari sebanyak empat titik panas, Februari enam titik panas. Kemudian, Maret, sebanyak 14 titik panas, April dan Mei masing-masing tiga titik, dan hingga 19 Juni satu titik.
Mardhinata mengatakan ada beberapa koordinat titik panas yang tidak masuk dalam administrasi Kapuas, tetapi masuk ke wilayah Kabupaten Pulpis, Gunung Mas, dan Barito Selatan.
Titik panas yang masuk dalam batas wilayah Kapuas sebanyak delapan titik, sebenarnya masuk ke Pulpis tiga titik, Gumas satu titik panas, dan empat titik di Barsel.
Sedangkan wilayah kecamatan yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan, di antaranya Mantangai, Dadahup, dan Kapuas Murung.
Bupati Kapuas HM Mawardi MM telah meminta seluruh camat mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan, lahan dan pekarangan menindaklanjuti surat edaran Gubernur Kalteng No.660/1059/III/BLH/2010 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan tahun 2010 dan 2011.
Selain itu, Mawardi juga meminta warga mewaspadai kebakaran lahan sedini mungkin guna menghindari dampak ditimbulkan dari bencana yang kerap terjadi pada musim kemarau. dkw/c-mye/ant

Jumat, 03 Juni 2011

Tanpa Plasma, Rekomendasi IPKH Ditolak

27-04-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Meski mengantongi izin dari Bupati/Walikota, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang tidak akan memberi rekomendasi IPKH bagi PBS yang tidak terapkan plasma.
Wakil Gubernur Kalteng Achmad Diran menegaskan, pihaknya  tidak akan memberi rekomendasi Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) bagi perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan kelapa sawit yang tidak menerapkan plasma sebesar 20 persen dari luas izin perkebunan.
Diran mengatakan hal itu setelah acara penandatanganan Perjanjian Kredit Investasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Pola Linkage antara PT Bank Mandiri (Persero) dan enam koperasi mitra binaan PT Katingan Indah Utama (Makin Group) di Hotel Aquarius, Palangka Raya, (26/4). “Saya tegaskan, meski ada izin Bupati/Walikota, Pemprov Kalteng  akan tolak permintaan rekomendasi itu jika tidak memerhatikan masyarakat sekitar perusahaan,” tegas Diran.
Kewajiban PBS menyiapakan 20 persen dari luas izin untuk perkebunan plasma termuat dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Menurut mantan Bupati Barito Selatan ini, Pemprov Kalteng perlu mempertegas Permentan tersebut dengan peraturan daerah yang akan diajukan ke DPRD Kalteng.
Raperda tentang Perkebunan ini merupakan revisi dari Perda Kalteng No.13 Tahun 2003 tentang Pengusahaan Perkebunan. Revisi Raperda ini sangat penting dilakukan demi mengikuti ketentuan-ketentuan yang baru dalam Undang-undang (UU) 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Selain itu, memenuhi kewajiban yang belum terakomodir dalam perda tersebut, seperti plasma bagi perusahaan.
 
Serahkan Kredit Koperasi
Dalam acara itu, enam koperasi di bidang perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mendapatkan kredit dari Bank Mandiri sebesar Rp170 miliar. Keenam Koperasi itu, Tunas Harapan, Santana Bersatu, Sinar bahagia, Kabau Indah, Mentaya Raya, dan Koperasi Anugerah Baampah. 
Chief Operating Officer Makin Group Sonny Tjandrahusada mengatakan, selain berkerja sama dengan enam koperasi itu, pihaknya juga melibatkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, untuk menyukseskan perjanjian kredit. 
Menurut Sonny, dana Rp170 miliar dari Bank Mandiri itu akan digunakan untuk membiayai pembangunan 5,893ha kebun kelapa sawit dengan jumlah anggota 2.557 orang. “Namun, sebelum berkerja sama dengan Bank Mandiri, pembiayaan pembangunan tersebut ditalangi anak perusahaan Makin Grup,” katanya. 
Hingga saat ini, PT Katingan Indah Utama yang masuk dalam Makin Grup, berkerja sama dengan 11 koperasi di Kabupaten Kotim dan sudah membangun sedikitnya 7.700ha kebun kelapa sawit milik koperasi mitra. Luas kebun sawit 5,893ha dibiayai Bank Mandiri, sedangkan sisanya sekitar 1.807ha masih dalam proses pembiayaan. 
Pengembangan koperasi mitra itu dilakukan untuk mewujudkan usaha kemitraan melalui pembangunan dan pengelolaan kebun kelapa sawit milik masyarakat, dengan berlandaskan asas kebersamaan dan kesetaraan. 
Untuk membantu menunjang perekonomian masyarakat di sekitar kebun kelapa sawit, Makin Grup sudah membangun perkebunan kelapa sawit di Kalteng seluas 60.000ha. Sekitar 33 persen atau 19.800ha adalah milik 32 koperasi mitra Makin Grup. “Langkah itu untuk mewujudkan kontribusi pembangunan di Provinsi Kalteng, terutama untuk meningkatkan perekonomian masyarakat kita," katanya. 
Dalam sambutannya, Diran menambahkan, bantuan tersebut sudah sesuai dengan apa yang diharapkan pemerintah provinsi. Sebab, dari sekian banyak perusahaan yang ada di Kalteng masih sedikit yang membantu masyarakat. 
"Masih ditemukan perusahaan yang tidak membantu masyarakat sekitar. Terutama yang belum menyediakan lahan plasma sebesar 20 persen dari luas kebun kelapa sawit yang ada," katanya. 
Wakil Bupati Kotim Taufik Mukrie menyatakan bangga karena Makin Group serius menjembatani kesulitan koperasi untuk memiliki modal sehingga dapat terus belangsung membangun kebun plasma yang mereka kelola. Taufik menyebut, dari 52 perusahaan kelapa sawit yang operasional di Kotim, hanya Makin Group, PT Hutan Sawit Lestari, dan PT Bumi Tama menerapkan perkebunan plasma.dkw

Pancasila Mulai Ditinggalkan

04-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
PALANGKA RAYA
Keberadaan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mulai ditinggalkan. Sebagian warga Indonesia bahkan tidak lagi ingat isi lima sila itu. Hal itu disampaikan Danrem 102/Panju Panjung Kolonel Inf Sukoso Maksum usai pembukaan TMMD ke-86 wilayah Korem 102/Panju Panjung yang dipusatkan di Kelurahan Pahandut Seberang, Kecamatan Pahandut, Palangka Raya, Rabu (1/6).
Danrem menjelaskan, Pancasila ditinggalkan warga Indonesia pasca repormasi pada 1998. “Dulu ada pelajaran tentang pendidikan pengamalan Pancasila (P4). Pelajaran itu menjadi sarana atau alat bagi para pelajar dan masyarakat memahami makna Pancasila. Saat ini pendidikan mengenai Pancasila memang masih ada, namun mulai berkurang,” katanya.
Ia berharap kepada instansi yang berkewenangan untuk memberikan pemahaman tentang makna dan arti pasal demi pasal yang terkandung di dalam Pancasila. Khususnya di lembaga pendidikan, baik sekolah formal maupun nonformal, hendaknya secara optimal memberikan pendidikan mengenai Pancasila, sebab sangat penting dalam menjaga mental dan jiwa masyarakat untuk menjaga kesatuan NKRI.
Danrem mengaku materi tentang Pancasila tidak bisa diberikan sekaligus dan langsung tuntas, sebab ada tingkatan yang harus dipahami secara bertahap dan utuh. Rendahnya pemahaman tentang nilai Pancasila dapat mengancam terjadinya disintegrasi bangsa. Karena itu, meningkatkan kembali wawasan tentang Pancasila menjadi penting dalam membentuk mental dan karakter bangsa. Saat ini ancaman keamanan di Kalteng memang masih cukup minim, tapi patut diwaspadai.
“Kewaspadaan tersebut tidak hanya dilakukan oleh TNI dan POLRI, namun juga harus diikuti seluruh masyarakat. Sebab untuk menjaga ketertiban dan keamanan ini diperlukan sebuah kerja sama yang baik atar semua pihak,” katanya.  dkw

Juratul Menunggu Kepedulian


Kadis Kesehatan Kota Palangka Raya saat Mengunjungi tempat kediaman Juratul Sita
04-06-2011 00:00
Harian Umum Tabengan,  
Jari kaki Juratul, bocah warga Pahandut Seberang, membesar. Tumor, begitu analisis medis sementara. Keterbatasan ekonomi membuat keluarganya tak mampu berbuat apa-apa. Kini, Jamkesmas dan kepedulian Dinkes Kota menjadi harapan satu-satunya.
Sudah 3,5 tahun bocah itu terlahir ke dunia. Selama itu pula, Juratul Sita, demikian ia diberi nama, menderita kelainan fisik di salah satu bagian tubuhnya.
Tiga jari di kaki sebelah kiri putra Nesiane dan Ahmad tersebut terus membesar seiring waktu. Kini, bentuk tiga jari kaki Juratul itu hampir mendekati ukuran telur ayam kampung. Bahkan, dua jari yang lain nyaris tak tampak lagi rupanya. Selain pada jari, telapak kaki depan Juratul juga memperlihatkan pembesaran.
Sang ibu, Nesiane, saat bertandang ke Kantor Redaksi Tabengan, Rabu (1/6) tadi, menuturkan, kelainan fisik yang dialami putranya sudah tampak sejak si bocah dilahirkan.
Sebagai keluarga yang kemampuan ekonominya pas-pasan, Nesiane dan Ahmad pun mengabaikan proses pemeriksaan medis maupun pengobatan anaknya.
Selain itu, keluarga yang tinggal di barak nomor 38b, Jalan Pantai Cemara Lebat, Kelurahan Pahandut Seberang, Palangka Raya ini juga beranggapan kelainan itu di awal-awal tak terlalu berpengaruh terhadap kesehatan dan proses tumbuh kembang buah hati mereka.
Namun, anggapan itu keliru. Semakin hari, benjolan pada jari kaki kiri Juratul semakin besar. Apalagi Juratul juga sering mengeluhkan sakit pada areal tumbuhnya benjolan itu.
Nasiane dan Ahmad lantas berinisiatif memeriksakan kondisi Juratul ke pihak medis. Saat usianya empat bulan, Juratul dibawa ke Rumah Sakit Ulin di Banjarmasin, Kalsel. Sayang, dokter yang khusus menangani kelainan fisik demikian saat itu tidak berada di tempat.
Pemeriksaan pun gagal dilakukan. Juratul lantas dibawa pulang ke Palangka Raya karena tak mungkin dirawat inap di rumah sakit tersebut. Sebab, informasi dari petugas rumah sakit di sana, biaya pengobatan diperkirakan mencapai Rp70 juta.
Ahmad, ayahnya yang berstatus pekerja serabutan tak sanggup menanggung biaya sebesar itu. Untuk makan sekeluarga dengan empat orang anak saja pendapatannya tak bisa dikatakan cukup.
Di Palangka Raya, upaya agar Juratul tetap mendapatkan perawatan medis pun dilakukan Nasiane dan Ahmad. Mereka berharap, ada dermawan atau pemerintah yang mau mengulurkan tangannya agar kelainan fisik sang anak bisa diobati.
Sebagai warga pra-sejahtera, orangtua Juratul sebenarnya memegang Kartu Jamkesmas. Kartu ini seharusnya bisa memberikan kelonggaran bagi Juratul untuk mendapat kemudahan dan keringanan biaya pengobatan.
Kepala Dinas Kesehatan Palangka Raya Sudarmini saat mengunjungi kediaman Juratul mengakui hal itu. Ia mengatakan, pihaknya akan berusaha memperjuangkan agar kelainan fisik yang diderita Juratul segera diobati. “Mengingat secara fisik benjolan tersebut sudah membesar dan yang bersangkutan sudah sering mengeluh sakit, ini harus kita antisipasi,” tutur Sudarmini, baru-baru ini.
Sudarmini menambahkan, dengan Jamkesmas yang dipegang keluarga Juratul, proses pengobatan pasti akan mendapat kemudahan. Namun, lanjutnya, perlu dilakukan tata laksana oleh pihak rumah sakit yang mempunyai peralatan yang lengkap untuk menangani penyakit khusus seperti yang dialami Juratul ini.
Menurut Sudarmini, karena persyaratannya sudah lengkap, maka pihaknya akan mendukung secara administrasi. Seandainya tidak lengkap, maka pihaknya akan membantu melengkapinya.
“Prosedurnya dari Puskesmas, kemudian memberikan rujukan ke Rumah Sakit Doris Silvanus untuk diperiksa. Kalau harus operasi di rumah sakit luar, maka diperlukan rujukan dari rumah sakit setempat,” ungkapnya.
Dijelaskannya pula, dengan adanya Jamkesmas, disertai kartu keluarga, besar harapan tata laksana dan pengobatan Juratul bisa dibiayai oleh pemerintah.
Lebih lanjut Sudarmini menuturkan, benjolan pada tiga jari kaki sebelah kiri Juratul Sita tersebut dikategorikan dalam penyakit tumor. Pemicunya, saat kehamilan, kondisi sang ibu dan janin kurang kontrol, sehingga tidak pendapatkan vaksin antibodi atau lainnya.
Dalam istilah medis, penyakit ini dikategorikan sebagai kelainan jaringan, sehingga tidak menular. Selain itu, penyakit yang diderita Juratul dinilai masih minim.
Terkait anggapan keterlambatan penanganan dari Dinkes Palangka Raya, Sudarmini menilai karena yang bersangkutan (keluarga Juratul) jarang memeriksakan kesehatan anaknya ke Puskesmas, sehingga tidak bisa mendeteksinya secara dini.
Untuk itu, Sudarmini berharap berkaca dari kasus ini,  masyarakat diimbau untuk aktif memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan yang telah dibantuk bagi kepentingan masyarakat. Ia juga meminta, kader-kader kesehatan yang dibentuk di masyarakat agar lebih aktif untuk memberikan informasi secara berjenjang, sampai ke Dinas atau pihak yang berwenang. debi kriswanto